Syahwat Manusia dalam Perspektif Islam: Antara Naluri Fitrah dan Pengendalian Diri
Dalam pembahasan sebelumnya kita telah mempelajari beberapa Nafsu yang bersemayam dalam diri manusia dan juga beberapa ragam pengertian Manusia, untuk itu alangkah baiknya kita mengetahui apa sih itu Syahwat ? banyak yang masih keliru antara syahwat dengan cinta, yuk kita ulik apa aitu Syahwat ?
Syahwat adalah keinginan atau nafsu yang timbul dari dalam diri seseorang untuk mencapai sesuatu. Menurut al-Samin al-Halabi, syahwat merupakan kecenderungan atau kecondongan jiwa.¹ Jika syahwat tidak dapat dikendalikan dengan baik, maka seseorang mudah melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Syahwat adalah naluri alamiah yang telah ditanamkan Allah dalam fitrah manusia. Di satu sisi, syahwat berfungsi untuk menarik manusia agar memenuhi rencana Ilahi yang bijaksana. Di sisi lain, syahwat memunculkan kepribadian manusia yang berbeda dengan cara yang benar. Oleh karena itu, Islam tidak mengingkari atau meremehkan nafsu manusia, tetapi justru memberikan bimbingan agar syahwat tidak menjadi nafsu yang brutal dan tidak terkendali.²
Bahaya Mengikuti Hawa Nafsu
Mengikuti hawa nafsu telah menjadi penyebab segala kehinaan dalam hidup manusia. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah dan hadits Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa orang-orang meninggalkan salat karena mengikuti hawa nafsu mereka.³
Namun perlu dipahami bahwa tidak semua hawa nafsu tercela. Sebagian ulama menjelaskan bahwa ada hawa nafsu yang terpuji. Yang dikutuk adalah ketika seseorang mengikuti hawa nafsu ke mana pun ia memanggil tanpa kontrol dan batasan yang jelas.
Jenis-jenis Syahwat
Syahwat memiliki berbagai macam bentuk, bukan hanya berkaitan dengan makanan. Syekh Hatim Al Asham meringkas syahwat menjadi tiga jenis utama:
- Syahwat makan – harus dijaga dengan kepercayaan
- Syahwat bicara – harus dijaga dengan kejujuran
- Syahwat pandangan – harus dijadikan sebagai pelajaran⁴
Syahwat dalam Al-Quran (QS. Ali Imran: 14)
Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa Allah memberitahukan tentang berbagai hal yang disukai oleh syahwat manusia di dunia. Dalam ayat tersebut, Allah menyebutkan perempuan terlebih dahulu karena fitnah perempuan bagi laki-laki merupakan godaan yang paling berat dibandingkan godaan lainnya.⁵
Kecenderungan alamiah terhadap hal-hal duniawi meliputi beberapa aspek:
- Pasangan (laki-laki atau perempuan)
- Anak-anak (keluarga)
- Harta benda seperti emas, perak
- Kendaraan (kuda pada masa lalu)
- Binatang ternak
- Tanah dan properti
Semua hal tersebut merupakan representasi dari berbagai kenikmatan dunia yang sering dicintai manusia.⁶
As-Sa’adi dalam kitabnya menyebutkan bahwa makna ayat ini adalah Allah menghiasi bagi manusia kecintaan terhadap syahwat duniawi berupa perempuan, anak, harta bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang.⁷
Perbedaan Cinta dan Syahwat
Para ulama menjelaskan bahwa cinta berbeda dengan syahwat. Ayat Al-Quran menunjukkan bahwa cinta adalah tambahan, sedangkan syahwat adalah perbuatan Allah, sementara cinta adalah perbuatan hamba.⁸
Al-Quran tidak mengatakan “cinta kepada wanita” atau “cinta kepada anak”, tetapi mengatakan “cinta kepada syahwat”. Hal ini menunjukkan bahwa yang dikritik adalah syahwatnya, bukan objek cintanya, karena objek-objek tersebut pada dasarnya terpuji untuk dicintai.¹¹
Syahwat yang Positif
Meskipun perempuan dapat menjadi fitnah bagi laki-laki, jika tujuan menikahi perempuan adalah untuk menjaga diri dan memperoleh keturunan yang shaleh, maka perempuan justru akan menjadi berkah bagi laki-laki dan Allah meridhainya. Ibnu Katsir menyatakan bahwa hal ini “dianjurkan, disukai, dan disunahkan”.¹²
Laki-laki yang mencintai perempuan dengan motif positif seperti ini adalah laki-laki yang bertakwa, yang dijanjikan Allah surga dan bidadari-bidadarinya sebagaimana disebutkan dalam ayat selanjutnya (QS. Ali Imran: 15).¹³
Bentuk Kata “Syahwat” dalam Al-Quran
Al-Quran menyebut kata syahwat dalam berbagai bentuk:
Bentuk kata benda tunggal (syahwah):
- QS. Al-A’raf: 81 – bermakna melepaskan nafsu
- QS. An-Naml: 55 – bermakna memenuhi nafsu
Bentuk kata benda jamak (syahawat):
- QS. Ali Imran: 14 – segala sesuatu yang diingini
- QS. An-Nisa: 27 – hawa nafsu
- QS. Maryam: 59 – hawa nafsu
Bentuk kata kerja:
- Berbagai ayat dengan makna menikmati, menginginkan, atau menyukai sesuatu
Hikmah di Balik Syahwat
Kecintaan akan hawa nafsu adalah salah satu ciptaan Allah dalam diri manusia sebagai kebutuhan alamiah. Para ulama memberikan tiga penafsiran tentang makna “dihiasi” dalam ayat tersebut:
- Menurut Al Hasan: Setan yang menghiasi, karena tidak ada yang lebih tercela dari Allah menciptakannya
- Menurut Zajjaj: Allah menghiasi kecintaan hawa nafsu karena adanya ujian di dunia ini
- Pendapat ketiga: Allah menghiasi cintanya dengan yang baik, setan menghiasi cintanya dengan yang buruk¹⁶
Jenis-jenis Perhiasan
Al-Raghib menjelaskan tiga jenis perhiasan dalam Islam:
- Perhiasan batin – seperti ilmu dan akidah yang baik
- Perhiasan fisik – seperti kekuatan dan tinggi badan
- Perhiasan lahiriah – seperti harta dan kedudukan¹⁸
Nasihat Mengendalikan Syahwat
Imam Sya’rawi memberikan nasihat kepada pemilik hawa nafsu dan syahwat terhadap hal-hal duniawi: “Bersabarlah! Jangan tergesa-gesa, bandingkanlah segala sesuatu dengan tenang, tahanlah setiap kesulitan psikologis, dan kalahkanlah hawa nafsu untuk mencapai hasil yang diinginkan.”¹⁹
Rasulullah saw. bersabda: “Surga dikelilingi oleh kesulitan dan neraka dikelilingi oleh hawa nafsu.” Hadits ini menunjukkan bahwa jalan menuju surga memerlukan perjuangan melawan hawa nafsu, sementara jalan menuju neraka mudah karena mengikuti keinginan nafsu.²⁰
Kesimpulan
Syahwat adalah naluri dan keinginan alamiah dalam diri manusia yang perlu dikelola dengan baik. Islam tidak mengajarkan untuk menghilangkan syahwat, tetapi mengatur dan menyempurnakannya agar tidak menyimpang.
Berbagai bentuk syahwat seperti syahwat makan, bicara, harta, jabatan, dan pandangan harus dijaga dengan nilai-nilai kejujuran dan kebijaksanaan. Syahwat terhadap lawan jenis dapat menjadi berkah ketika diiringi niat yang benar seperti menikah untuk menjaga diri dan melanjutkan keturunan.
Meskipun syahwat terhadap hal-hal duniawi bersifat alamiah, pengendalian diri dan kesadaran akan tujuan akhirat sangat diperlukan. Hal ini untuk menghindari perbudakan diri pada nafsu dan mencapai kehidupan yang diridhai Allah.
- Al-Samin al-Halabi, Al-Dar al-Mushowun Fii ‘Ulum al-Kitab al-Maknun (Damaskus, Dar al-Qolam, n.d.) juz 3, hal 57.
- Muhammad al-Makki al-Nashiri, Al-Taisir Fii Ahadits al-Tafsir (Beirut, Dar al-Garbi al-Islamy: 1985 M / 1405 H) Juz 1, Hal 207.
- Al-Raghib al-Ashfahani, Tafsir Al-Raghib al-Ashfahani (Riyadh, Darul Wathon: 2003 M / 1424 H) Juz 3, Hal 1195.
- Abdurrahman al-Sulami, Tabaqat Al-Sufiyah ([Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2003] Juz 1, halaman: 89.
- Imam Bukhari, Shohih Bukhari, no. 5096. (Dar al-Tuq, n.d.).
- M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 2 (Jakarta : Lentera Hati, 2002) juz 2, hal 26.
- As-Sa’adi, Taisir Al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan, Surah Ali Imran (Muassasah al-Risalah, 2000) hal 243.
- Ibnu ‘Adil, Al-Lubab Fii ‘Ulumi al-Kitab (Beirut, Dar al-Kutub al-‘Alamiyyah, 1998) juz 5, hal 72.
- Al-Kawari, Tafsir Gharib Al-Quran (Saudi, Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 2002) juz 3, hal 14.12-13. Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Tafsirul Qur’anil ‘Azhim (Darut Thaibah, 1420).
- Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, Bab Mahabbah al-Syahwah Fii al-Dunya (Damaskus, Dar al-Fikr, 1418) juz 1, hal 135.
- Muhammad Said Thanthawi, Al-Tafsir Wasit Li Thanthawi (Mesir, Darun Nahdhoh Mishry, n.d.) juz 2, hal 46.
- Mutawali Asy-Sya’rawi, Tafsir Asy-Sya’rawi (Mesir, Muthabi’ Akhbar al-Yaum, n.d.) juz 13, hal 8194.
- Al-Qurthubi Syamsuddin, Tafsir Al-Qurthubi / al-Jami’ Li al-Ahkam al-Quran (Mesir, Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1964) juz 4, hal 28.