KULIAHALISLAM.COM – Kita tahu, asmaul husna terdiri dari dua kata, “asma’” dan “al-husna”. Asma’ adalah bentuk jamak dari “ism”. Sementara itu, ism terambil dari kata “simah” yang berarti “tanda”. Asma’ kita biasa artikan “ism nama”. Karena nama adalah tanda, misalnya ini siapa? Oh namanya ini.
Sedangkan “al-husna” bentuk feminim dari “ahsan”. Jadi, asmaul husna adalah nama-nama Allah yang terindah, terbaik dan termulia. Di dalam suatu hadis dikatakan ada 99 nama Allah SWT. Ada namanya yang khusus; tidak boleh disandang oleh orang lain adalah Allah dan Rahman.
Itu sebabnya, Anda tidak boleh menamai makhluk dengan nama Allah dan Rahman. Dengan kata lain, jika hendak menamainya dengan dua nama itu, maka diharuskan menambah di depannya dengan kata “Abd” seperti, Abdullah atau Abdurrahman.
Ada nama-nama-Nya atau sifat-sifat-Nya yang bisa disandang oleh makhluk seperti, nama Alim dan lainnya. Di dalam Alqur’an Nabi Muhammad disifati dengan ra’uf. Alqur’an Surat At-Taubah ayat 128 menyatakan:
لَـقَدْ جَآءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: “Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah [9]: 128).
Ada juga nama-nama-Nya yang Anda tidak boleh sebut secara berdiri sendiri; harus bergandengan. Misalnya, jika Anda mau berkata Yaa Mumit, maka gabungkan dengan Yaa Muhyi, sehingga menjadi Yaa Muhyi, Ya Mumit. Demikian juga Yaa Dhaar jangan sebut sendiri; Anda harus menyebutnya menjadi Yaa Dhaar, Yaa Nafi’.
Kenapa demikian? Quraish Shihab mengatakan, jangan sampai timbul kesan terhadap Allah sesuatu yang buruk. Tentu saja, kita sebagai manusia menganggap orang yang memberi mudharat orang lain itu buruk dan kenyataannya demikian ada.
Namun, kepada Allah SWT, kita katakan Yaa Dhaar, Yaa Nafi’, Yaa Muhyi, Ya Mumit.
Tentu tidak akan cukup waktu jika kita membahas satu-persatu asmaul husna yang 99. Sebab nama dan sifat-Nya Allah SWT bermakna sangat luas. Karena itu, penulis hanya akan membahas nama Yaa Khaliq dan Yaa Karim.
Yaa Khaliq dan Yaa Karim adalah sifat pertama Allah di Alqur’an
Allah SWT mengenalkan diri-Nya pertama kali melalui wahyu pertama Surat Al-Alaq yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., tepanya pada kata Khalaq dan Akram. Kedua sifat ini juga menjadi salah satu nama Allah dalam asmaul husna, yaitu Yaa Khaliq dan Yaa Karim.
Yaa Khaliq
Di dalam Alqur’an, kata Khalaqa (yang pertama kali Dia perkenalkan) berulang-ulang; ada juga kata Ja’ala (menjadikan); bahwa Allah menciptakan dan menjadikan. Khalaqa itu mencipta (bisa bermakna menjadikan), akan tetapi jika Allah menggunakan kata Khalaqa dan Dia Khaliq, maka itu menunjukkan keagungan dan kehebatan ciptaan-Nya, bahkan sekecil-kecilnya pun mengagumkan. Dalam Alqur’an Surat Hud ayat 7 Allah SWT berfirman:
وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ وَّكَانَ عَرْشُهٗ عَلَى الْمَآءِ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا ۗ وَلَئِنْ قُلْتَ اِنَّكُمْ مَّبْعُوْثُوْنَ مِنْۢ بَعْدِ الْمَوْتِ لَيَـقُوْلَنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْۤا اِنْ هٰذَاۤ اِلَّا سِحْرٌ مُّبِيْنٌ
Artinya: “Dan Dialah yang menciptakan langit dan Bumi dalam enam masa, dan ‘Arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. Jika engkau berkata (kepada penduduk Mekah), “Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan setelah mati,” niscaya orang kafir itu akan berkata, “Ini hanyalah sihir yang nyata.” (QS. Hud [11]: 7).
Karena itu, ketika turun firman Allah yang berkenaan dengan nyamuk, lalat dan lainnya tiba-tiba orang-orang musyrik berkata “Apa-apaan ini?”. Dikatakan dalam Surat Al-Baqarah ayat 26, Allah SWT berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَسْتَحْيٖۤ اَنْ يَّضْرِبَ مَثَلًا مَّابَعُوْضَةً فَمَا فَوْقَهَا ۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَـقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۚ وَاَمَّا الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَيَقُوْلُوْنَ مَاذَاۤ اَرَادَ اللّٰهُ بِهٰذَا مَثَلًا ۘ يُضِلُّ بِهٖ كَثِيْرًا وَّيَهْدِيْ بِهٖ كَثِيْرًا ۗ وَمَا يُضِلُّ بِهٖۤ اِلَّا الْفٰسِقِيْنَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata, “Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini?” Dengan (perumpamaan) itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak (pula) orang yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan (perumpamaan) itu selain orang-orang fasik.” (QS. Al-Baqarah [2]: 26).
Kata Alqur’an kepada orang-orang musyrik, bahwa ada satu perumpamaan yang mencengangkan, mengagumkan yang akan Saya sampaikan kepadamu, maka dengarkanlah. Allah SWT berfirman dalam Alqur’an Surat Al-Hajj 73:
يٰۤـاَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ ۗ اِنَّ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَنْ يَّخْلُقُوْا ذُبَابًا وَّلَوِاجْتَمَعُوْا لَهٗ ۗ وَاِنْ يَّسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْـئًـا لَّا يَسْتَـنْـقِذُوْهُ مِنْهُ ۗ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوْبُ
Artinya: “Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah.” (QS. Al-Hajj [22]: 73).
Namun, jika Dia menggunakan menjadikan (dengan) Ja’ala, maka itu tekanannya kepada manfaatnya. Di dalam Alqur’an Surat Ar-Rum 21 Allah SWT berfirman:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖۤ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْۤا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum [30]: 21).
Kata Quraish Shihab, tentang ciptaan-Nya, Anda bisa lihat dari keteraturannya. Lihatlah matahari, bulan, bintang hingga planet-planet yang tidak berbenturan, pasti ada yang mengatur. Inilah yang pertama diperkenalkan Allah SWT. Jadi, Dia mengenalkan diri-Nya pertama kali di sini.
Yaa Karim
Kedua, yang Tuhan perkenalkan adalah Akram. Dia tidak memperkenalkan diri-Nya yang kedua itu dengan Karim dalam bentuk superlatif, paling, yang paling. Sebab, Karim makananya terlalu banyak.
Jika ditelisik, Karim dalam bahasa terambil dari akar kata yang tediri dari 3 huruf, yaitu kaf, ra’ dan mim. Ini mengandung makna kemuliaan serta keistimewaan sesuai objeknya, keistimewaan apa yang disifatinya.
Jika Anda berkata “zhillun karim” bermakna “awan teduh”, atau berkata “rizqun karim” bermakna “rizqi baik” adalah yang memuaskan, halal dan bisa dimanfaatkan. Demikian juga jika Anda berkata “zaujun karim” bermakna “pasangan yang karim” adalah yang gagah, akhlaknya bagus dan lainnya.
Al-Karim adalah Dia yang Maha Pemurah dengan pemberian-Nya, Maha Luas dengan anugerah-Nya, tidak terlampau oleh harapan dan cita betapapun tinggi dan besarnya harapan. Dia yang memberi tanpa perhitungan.
Al-Karim menurut Al-Ghazali adalah Dia yang bila berjanji menepati janjinya, bila memberi melampaui batas hararapan penhgarapnya, tidak peduli berapa dan kepada siapa Dia memberi.
Dia yang tidak rela bila ada kebutuhan yang dimohonkan kepada selain-Nya. Dia yang kecil hati, kalau kecil hati Dia menegur tanpa berlebih (namun tidak sama dengan manusia). Tidak mengabaikan siapapun yang menuju dan berlindung kepada-Nya, dan tidak membutuhkan sarana dan perantara.
Sementara Ibnu Arabi menyebut 16 makna dari sifat Allah Karim ini. Antara lain seperti yang disebut Al-Ghazali, dan juga Dia yang bergembira dengan diterimanya anugerah-Nya, serta memberi sambil memuji yang diberinya. Dia yang memberi siapa yang mendurhakai-Nya, bahkan diberi sebelum diminta.
Lebih dari itu, kata al-Karim yang mensifati Allah Swt. di dalam Alqur’an semuanya menunjuk kepada-Nya dengan Rabb merupakan sifat pertama yang diperkenalkan-Nya pada wahyu pertama. Itulah Allah Swt., kata Quraish Shihab. Dia perkenalnya pada dua nama ini.
Tidak hanya itu, Quraish Shihab juga mengatakan, kenalilah Allah, Dia hebat ini dan ini. Sampai di sini, boleh jadi ketika Anda melihat kehebatan-Nya, Anda boleh jadi merasa takut. Namun bersamaan juga disebutkan adanya sifat kebaikan-Nya yang melebihi apapun, sehingga makhluk akan berharap kepada kebaikan-Nya dan mendekat kepada-Nya.
Suatu waktu Sayyidina Abu Bakar pernah ditanya: “Hal araftu Rabbaka, Kamu kenal Tuhanmu?” Beliau menjawab: “Araftu Rabbi bi Rabbi, Saya kenal Allah melalui Allah.” Lalu ditanya lagi: “Wa kaifa araftahu, Bagaimana kamu kenal dia?” Beliau menjawab: “Al-Ajzu anil idraaki idraaku, Ketidakmampuan mengenal Allah atau kesadaran bahwa kita tidak mampu mengenal Allah itulah pengenalan kepada Allah.”
Lalu mana yang lebih pintar? Apakah yang berkata tidak tahu atau berkata tahu padahal dia tidak tahu? Sayyidina Abu Bakar berkata “Saya sadar bahwa saya tidak tahu, itulah puncak.” Kalau Anda mau berkata “Saya tahu Tuhan”, itupun masih pengenalan yang sangat dangkal. Wallahu a’lam bisshawab.
*) Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.