Wajah Pancasila dalam Al-Qur’an
Sebentar lagi kita memasuki hari spesial bersejarah kepada masyarakat Indonesia yang sudah bertahun-tahun matian-matian memperjuang hak kemerdekaan. Tidak lain adalah hari kebangkitan Pancasila yang sudah menjadi dasar negara Indonesia. Jatuh pada tanggal 1 Juni 2022 yang bertepatan pada hari rabu.
Hari yang dimana sangat perlu dirayakan sebagai wujud nasionalisme. Betapa susahnya Ir. Soekarno merumuskan Pancasila demi bersatunya keutuhan masyarakat internal. Ia mengabungkan antara nasionalis, sosialis, dan komunis.
Tiga perihal kekuatan Pancasila dalam membangun persaudaraan suku, ras budaya. Serta mewujudkan intregitas negara tetap terjaga keharmonisanya.
Hal itu sudah disetujui oleh beberapa tokoh salah satunya yakni KH Wahid Hasyim yang juga membentuk panitia Sembilan dalam menyongsong kemerdekaan.
Hal itu sudah disetujui oleh beberapa tokoh salah satunya yakni KH Wahid Hasyim yang juga membentuk panitia Sembilan dalam menyongsong kemerdekaan.
Menurutnya Pancasila juga diyakini penuh dengan harap keberanian dari diri sendiri. Dan menjawab keraguan masyarakat tentang trauma masa penjajahan Belanda dan Jepang. Oleh karena itu, Pancasila tidak diragukan keasliannya yang tergambar wajah Indonesia.
Wajah yang seharusnya dilakukan secara lebih dalam penguatan Pancasila. Melalui pengungkapan hakikat yang juga diajarkan Islam.
Mari kita kaji satu-satu terkait isi kandungan Pancasila. Pertama adalah tuhan yang maha esa. Dimana masyarakat Indonesia diharapkan memiliki agama masing-masing sesuai hak dan kebebasannya.
Mari kita kaji satu-satu terkait isi kandungan Pancasila. Pertama adalah tuhan yang maha esa. Dimana masyarakat Indonesia diharapkan memiliki agama masing-masing sesuai hak dan kebebasannya.
Agar bisa menjadi insal kamil dalam keseharianya. Secara otomatis, beragama di Indonesia juga menunjukkan sikap dan dedikasi agamis yang telah di jelaskan dalam Qur’an surat Al-Ikhlas ayat 1-4 berbunyi:
“Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”
Bisa digambarkan semua agama masih mengangap Allah SWT sebagai Tuhan nomor satu di dunia. Hal ini dilindungi oleh negara tentang pentingnya beragama. Maka berbanggalah menjadi bagian warga Indonesia bebas beragama sesuai keyakinan kita.
Kedua kemanusiaan yang adil dan beradab. Konsep ini sama halnya mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan. Diatas kemanusiaan adalah segala kebijakan keagamaan. Kemanusiaan pun juga belum cukup jika penerapannya tidak dibarengi keadilan dan beradap.
Belum tentu manusia adil disebabkan gila jabatan. Dan belum tentu juga beradab jika tidak diajarkan dari laki-laki maupun perempuan.
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.“ (Surat Al-Hujurat ayat 13).
Ayat ini juga sangat relevan kehidupan sekarang mengingat fenomena-fenomena yang menggila. Seperti LGBT di podcast Deddy Corbuiezer yang masih saja diungkit-ungkit walaupun sudah minta maaf, kehilangan tokoh mantan ketua Muhammadiyah yaitu Buya Syafi’I Ma’arif yang sangat memanusia manusia dengan gagasan demokratisnya, dan penyambutan hari kebangkitan pancasila.
Ketiga persatuan Indonesia. Persatuan yang harus dilandasi kekuataan penyatuan kelebihan, kekurangan dan perbedaan. Bisa menerima perbedaan melalui persatuan adalah prestasi yang harus dikuatkan kita selaku masyarakat Indonesia. Seperti yang sudah diajarkan Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 103:
“Dan berpegangteguhlah kalian pada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.”
Keempat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan, dalam permusyawaratan perwakilan. Artinya seorang pemimpin harus berikan terbaik bagi masyarakatnya yang telah tertindas bertahun-tahun. Menurut Najwa Shihab “pemimpin tak lahir karena ijazah, tapi oleh kerja keras dan kepedulian yang diasah.”
Itulah mengapa seorang pemimpin harus menujukkan kelebihannya tanpa memandang kekurangan. Kita lihat cuplikan surat An-Nisa ayat 59:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Kelima yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Secara garis besarnya, adil sangatlah hal berharga dalam ranah kejujuran kehidupan manusia. Adil secara personal ataupun bagi semuannya adalah langkah yang tepat bernegoisasi. Nabi Muhammad SAW mengibaratkan mulut seperti senjata mematikan ketika orang itu tidak mengatakan seadil-adilnya. Karena landasan perkataan dan perbuatan bisa membawa keadilan apalagi keduannya saling berkesimbungan.
Maka pengambaran adil terletak pada kejujuran “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Surat Al-Maidah ayat 8).
Kelima ayat tersebut mengisaratkan masyarakat Indonesia kita untuk tetap teguh pendirian pancasila kehidupan sekitarnya. Menjujung tinggi pancasila dalam konsep keberagaman dengan sehari-harinya.
Memberi rasa aman terhadap lingkungan sekitar bahwa Pancasila bukan lagi dihafal tetapi diterapkan kehidupan nyata. Mari kita tanamkan nilai-nilai Pancasila yang telah punah melalui lingkaran pendidikan Indonesia. Sesuai cita-cita Soekarno membangun negeri melalui hakikat Pancasila yang berbudaya, beragama, bersosial.