Mayoritas ulama khususnya ulama Alqur’an sepakat bahwa wahyu Alqur’an yang turun pertama kali adalah lima ayat di surah ke 96, yaitu Al-Alaq. Allah SWT berfirman:
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ. خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُ. الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ
Artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq [96]: 1-5).
Kemudian di susul dengan ayat awal surah ke 68, yaitu Al-Qalam. Allah SWT berfirman:
نٓ ۚ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُوْنَ. مَاۤ اَنْتَ بِـنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُوْنٍ. وَاِنَّ لَكَ لَاَجْرًا غَيْرَ مَمْنُوْنٍ. وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ. فَسَتُبْصِرُ وَيُبْصِرُوْنَ
Artinya:
“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan. Dengan karunia Tuhanmu engkau (Muhammad) bukanlah orang gila. Dan sesungguhnya engkau pasti mendapat pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur. Maka kelak engkau akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun akan melihat.” (QS. Al-Qalam [68]: 1-5).
Pada ayat-ayat yang pertama kali turun, Al-Alaq (96): 1-5 tergambar dengan jelas betapa kitab suci Alqur’an memberi perhatian yang sangat serius kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga, Allah SWT menurunkan petunjuk pertama kali adalah terkait dengan salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan, yang dalam redaksi tersebut menggunakan redaksi “iqra’”.
Tentu saja, makna perintah tersebut bukanlah hanya sebatas membaca dalam arti membaca teks, melainkan makna iqra’ adalah membaca dengan melibatkan pemikiran dan pemahaman. Itulah kunci perkembangan ilmu pengetahuan dalam sepanjang sejarah manusia. Dalam konteks modern sekarang, makna iqra’ dekat dengan makna reading with understanding (membaca disertai dengan pemahaman).
Dalam ayat pertama tersebut, tidak dijelaskan objek apa yang harus di iqra’. Hal tersebut mengandung arti bahwa apa saja yang dapat kita jangkau untuk diteliti, maka hal tersebut dapat menjadi objek iqra’. Di kalangan para mufasir, ada satu kaidah yang menyatakan bahwa “apabila dalam suatu perintah tidak disebutkan objeknya, maka objeknya apa saja yang dapat dijangkau oleh perintah tersebut.”
Dari sini bisa disimpulkan bahwa, Islam sejak awal tidak membedakan antara ilmu umum dan ilmu agama, atau ilmu dunia dan ilmu akhirat. Apa saja objek yang dapat memberikan manfaat bagi kemaslahatan hidup manusia, sudah sewajarnya untuk dipelajari oleh manusia. Sehingga, yang menentukan baik-tidaknya apa yang dipelajari bukan terletak kepada objeknya, melainkan kepada motivasi atau niatnya. Hal tersebutlah yang diisyaratkan dalam penggalan ayat selanjutnya, “bismi rabbik”.
Yang perlu mendapat perhatian adalah, bahwa apa pun aktivitas iqra’ yang kita kerjakan, maka syarat yang ditekankan oleh Alqur’an adalah harus bismi rabbik (dengan nama Tuhan). Hal ini mengandung arti seperti yang diungkapkan oleh Syekh Abdul Halim Mahmud (mantan pemimpin tertinggi Al-Azhar Mesir) sebagaimana dikutip Prof. Quraish Shihab, “Dengan kalimat iqra’ bismi rabbik, Alqur’an tidak sekadar memerintahkan untuk membaca, melainkan membaca adalah lambang dari segala yang dilakukan oleh manusia, baik yang bersifat aktif maupun pasif.”
Tak hanya itu, lanjut Quraish Shihab, “kalimat tersebut dalam pengertian dan jiwanya ingin menyatakan: bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu. Demikian juga apabila anda berhenti bergerak atau berhenti melakukan sesuatu, maka hal tersebut hendaklah juga didasarkan kepada bismi rabbik. Sehingga, pada akhirnya ayat tersebut berarti, “Jadikanlah seluruh kehidupanmu, wujudmu, dalam cara dan tujuannya, kesemuanya demi Allah SWT.”
Jika kelompok ayat yang pertama turun berkaitan dengan perintah membaca, maka kelompok ayat yang kedua, yaitu surat Al-Qalam (68): 1-5 menekankan pentingnya alat yang harus digunakan untuk menunjang aktivitas membaca, yaitu qalam (pena) dan hasilnya, yaitu tulisan.
Dalam ayat tersebut, seakan Allah SWT bersumpah dengan manfaat dan kebaikan yang dapat diperoleh dari tulisan. Dan, ini secara tidak langsung merupakan anjuran untuk membaca, karena dengan membaca seseorang dapat memperoleh manfaat yang banyak, khususnya adalah wawasan hidup dan pengetahuannya.
Bahkan, hal tersebut akan sangat bermanfaat bagi kesuksesan hidupnya. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan akan dapat terus berkembang dengan baik apabila budaya baca-tulis telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Budaya baca disimbolkan dalam perintah iqra’, sementara budaya tulis disimbolkan dalam wahyu yang kedua, yaitu al-qalam (pena). Wallahu a’lam bisshawaab.