Kuliahalislam.com Ada tiga kata di dalam Al-Qur’an yang biasa diartikan sebagai manusia yaitu al-basyar, an-nas, dan al-ins atau al-insan. Namun, jika ditinjau dari segi bahasa serta penjelasan Al-Qur’an sendiri, pengertian ketiga kata tersebut saling berbeda. Al-Basyar adalah gambaran manusia secara materi yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya. Manusia dalam pengertian ini terdapat dalam Al-Qur’an sebanyak 35 kali di berbagai surat.
Dari pengertian-pengertian tersebut, 25 kali diantaranya berbicara tentang “Kemanusiaan” para rasul dan nabi, 13 ayat di antaranya menggambarkan polemik para rasul dan nabi dengan orang-orang kafir yang isinya keengganan orang-orang kafir terhadap apa yang dibawa para rasul dan nabi karena menurut mereka para rasul itu adalah manusia seperti mereka juga dan sejumlah ayat yang mengandung pengakuan bahwa memang rasul-rasul itu adalah manusia yang sama seperti manusia lainnya.
Allah berfirman dalam surah al-Anbiya ayat-3 : ” Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al-qur’an pun yang baru ( diturunkan) dari Tuhan mereka melainkan mereka mendengarkannya, sedang mereka bermain-main (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka : Orang ini tidak lain hanyalah seorang basyar (manusia) seperti kamu (jua), maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya ?”.
Pengakuan Rasull bahwa dia juga manusia dapat dilihat dalam surah al-Kahfi ayat 110 yang artinya : “Katakanlah, sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepada Tuhanku : bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa’. Barang siapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”.
Manusia dalam pengertian Basyar ini dapat pula dilihat antara lain dalam Surah Ibrahim ayat 10, surat Hud ayat 26, surat al-Mu’minun ayat 24 dan 33, surat asy-Syu’ara ayat 154, surah Yasin ayat 15, dan surah al-Isra ayat 93. Di dalam hadis Rasulullah juga ditemui, pengakuan akan kemanusiaan dalam pengertian Basyar.
Misalnya, dalam hadis yang menyangkut permasalahan peradilan yang sangat terkenal yakni ketika Rasulullah mengatakan : ” Sesungguhnya saya ini adalah seorang manusia seperti kamu juga. Kamu datang kepada saya untuk berperkara, barangkali sebagian kamu lebih pandai mengemukakan hal bukti dari sebagian yang lain, lalu aku putuskan perkara tersebut sesuai dengan keterangan yang saya terima”, (H.R Bukhari dan Muslim dari Ummu Salamah).
Dari ayat-ayat Al-qur’an dan hadis tersebut di atas terlihat bahwa manusia dalam artian Basyar adalah manusia dengan sifat-sifat kemateriannya. Manusia dalam Al-qur’an juga disebut An-Nas. Kata An-Nas dalam Al-qur’an terdapat sebanyak 240 kali dengan keterangan yang jelas menunjukkan pada jenis keturunan Nabi Adam alaihissalam.
Misalnya, yang terdapat dalam surat al-Hujurat ayat 13 yang artinya :” Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang paling bertakwa di antara kamu”.
Manusia juga sering disebut al-Ins atau al-Insan. Kata al-Ins atau al-Insan dalam pengertian bahasa merupakan lawan dari “binatang liar”. Dalam Al-qur’an, sekalipun mempunyai akar kata yang sama, kedua kata tersebut mempunyai pengertian yang berbeda mempunyai keistimewaan yang berbeda pula.
Kata al-ins senantiasa dipertentangkan dengan kata Al Jin yaitu sejenis makhluk halus yang tidak bersifat materi yang hidup di luar alam manusia. Bintu Syati (Pakar Tafsir dan dosen pada Universitas Qurawiyyin, Maroko) mengatakan bahwa Jin tidak harus dipahami sebagai bayangan yang menakutkan di kegelapan malam, walaupun lafal Al Jin itu pada dasarnya berarti al-khafa’ ( tersembunyi) yaitu makhluk yang hidup di luar alam yang kita lihat, di balik alam yang dihuni manusia, dan tidak tunduk pada hukum alam kehidupan manusia.
Sedangkan kata Al Insan bukan berarti Basyar saja dan bukan pula dalam pengertian al-Ins. Dalam pemakaian Al-qur’an, Al Insan mengandung pengertian makhluk mukallaf ( ciptaan Allah yang dibebani tanggung jawab) mengemban amanah Allah dan khalifah Allah di atas bumi.
Al-Insan dalam pengertian ini diamati pada 65 tempat di dalam Al-qur’an. Penjelasan tersebut menunjukkan keistimewaan dan ciri-ciri manusia dalam pengertian Al-Insan. Dalam ayat pertama yang diturunkan Allah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, yaitu surat al-Alaq terdapat tiga kali penyebutan Al Insan yaitu pertama, yang menceritakan bahwa manusia diciptakan dari al-‘Alaq ( segumpal darah). Kedua, manusia dikatakan memiliki keistimewaan yaitu ilmu. Ketiga, Allah mengembangkan manusia dengan segala keistimewaannya telah melampaui batas dan telah merasa puas dengan apa yang dia punyai.
Manusia sering lupakan penciptaannya. Ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia ini dapat dilihat dalam surah at-Tariq ayat 5-8, surah ‘Abasa ayat 17-22, surah al-Insan ayat 2-3, surah Yasin ayat 77-79, surah al-Qiyamah ayat 37-40, dan surat Al-Kahfi ayat 37.
Ayat tersebut menggambarkan bahwa manusia sangat lemah dan hina, merasa dirinya puas, dan cenderung untuk melupakan penciptanya tak kala dia menerima nikmat dan bencana. Hal ini juga dapat dilihat dalam surah an-Nahl ayat 4 yang menggambarkan manusia sebagai makhluk pembantah; surah an-Nisa ayat 28 yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan surah al-Infitar ayat 6-8 yang menggambarkan manusia sebagai seorang yang dipengaruhi oleh sesuatu sehingga lupa pada Tuhannya.
Selanjutnya dalam surah Maryam ayat 67 Allah mengingatkan manusia agar menggunakan pikirannya tentang kejadian yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Selain itu antara lain dalam surah Yunus ayat 12 dan surah al-Isra ayat 67 ditunjukkan betapa manusia itu telah melampaui batas dan melupakan penciptaannya.
Dari berbagai ayat yang menjelaskan keistimewaan dan ciri-ciri manusia inilah Bintu Syati mengatakan bahwa manusia adalah khalifah Allah di bumi yang diberi tanggung jawab dan amanah karena kekhususannya adalah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, mempunyai akal dan ilmu, dan memiliki kemampuan al-bayan (berbicara).
Semuanya itu mengandung risiko adanya hujan-hujan yang akan menimpanya baik itu yang sifatnya positif atau negatif. Yang dimaksudkan dengan kemampuan berbicara ( al-bayan) adalah pembicaraan yang menggugah hati dan perasaan, sehingga manusia dalam arti basyar berubah menjadi manusia yang berarti insan yang sanggup menerima Al-qur’an sebagai petunjuk.
Para ahli filsafat telah berusaha untuk memberi kriteria yang membedakan manusia dengan hewan lainnya. Mereka mengatakan bahwa berpikir adalah sesuatu yang membedakan manusia dari makhluk lainnya sehingga muncullah definisi mereka terhadap manusia sebagai hewan yang berpikir.
Pandai berbicara bukan hanya sekedar mengucapkan kata-kata karena menurut penelitian para ahli, sebagian hewan juga saling berbicara dengan bahasa mereka dan memiliki akal yang rendah. Berbicaranya manusia adalah dengan pembicaraan yang telah diolah oleh pikiran jernih. Inilah yang merupakan keistimewaan manusia tersebut dibandingkan makhluk lainnya.
Tak kalah tindak-tanduk dan bicara manusia itu tidak lagi mempergunakan akal pikiran, maka kemanusiaan manusia waktu itu gugur dan kembali sebagai basyar yang hanya memiliki anggota tubuh yang membutuhkan makanan dan minum serta berjalan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bila sikap yang dicela oleh Allah dalam Firman-Nya pada surat al-a’raf ayat 179 yang artinya : ” Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itu adalah orang-orang yang lalai”.
Dengan demikian merupakan salah satu ciri yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Jadi, definisi para ahli filsafat tentang manusia sejalan dengan pengertian Al-qur’an dari sisi al-bayan. Dalam hal ini Abbas Mahmud Al Aqad mengatakan bahwa definisi para ahli filsafat tentang manusia hanya dilihat dari keistimewaannya di bidang akal saja bukan melihat manusia dari segi aspeknya.
Oleh sebab itu dia mengatakan bahwa manusia menurut penjelasan Al-qur’an dan hadis Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bersimpul dalam dua kalimat yaitu manusia sebagai makhluk mukallaf yang diciptakan dalam gambaran Khalik. Manusia sebagai makhluk mukallaf berarti manusia yang bertanggung jawab dengan menggunakan segala keistimewaannya dalam berbicara dan bertindak.
Oleh sebab itu manusia mempunyai risiko untung dan rugi, yang kesemuanya itu merupakan tanggung jawabnya. Dalam gambaran manusia yang dikatakan sebagai makhluk Khaliq, Abbas Al Aqad mengatakan bahwa manusia itu mempunyai tanggung jawab dan dijadikan Allah berkuasa atas permukaan bumi. Manusia sebagai khalifah Allah di atas bumi harus membawa misi-misi Allah yang diamanahkan kepadanya dan harus menunjukkan sifat-sifat yang sempurna dan yang dapat diteladani oleh orang lain.
Dari segi tanggung jawab dan amanah yang dipikul manusia di atas bumi ini, Maka manusia bisa lebih tinggi nilainya dari malaikat jika dia benar-benar bertanggung jawab dan menjalankan amanah Allah di bumi. Tetapi bisa pula dia lebih rendah dari hewan jika tanggung jawab dan amanah ini tidak dapat dijalankannya. Oleh sebab itu kemanusiaan manusia terletak pada tanggung jawab dan amanah yang dibebankan Allah kepada mereka.
Manusia yang bertanggung jawab dan amanah dikatakan bernilai lebih tinggi dari malaikat Karena manusia mempunyai risiko baik dan buruk, sedangkan malaikat hanya merupakan makhluk yang tidak punya resiko apa-apa karena mereka tak mempunyai nafsu. Tak kalah manusia dapat memenuhi tanggung jawab dan amanahnya seperti yang dikehendaki Allah, maka pada saat itulah dia lebih bernilai daripada Malaikat.
Surah at-Tin ayat 4-5 menggambarkan keadaan manusia memiliki kurva naik dan turun, sesuai dengan tanggung jawab dan amanah yang dia pikul, dijalankan atau tidak. Tak kalah tanggung jawab dan amanah itu dijalankan dengan baik manusia dikatakan sebagai Ahsan Taqwim ( penciptaan yang sempurna).
Hal tersebut hanya dapat dicapai melalui iman dan amal saleh. Iman berarti mempercayai apa yang datang dari Allah dan disampaikan Rasulullah salam sekaligus melaksanakannya. Artinya, dengan unsur tanggung jawab sebagai makhluk yang berpikiran dan dengan alat al-bayan yang dimilikinya di harus melaksanakan apa yang didatangkan Allah melalui nabi-Nya tersebut.
Kemudian amanah dititipkan kepadanya dipelihara dengan baik ya selanjutnya juga harus dipertanggungjawabkan kepada pemberi amanat tersebut. Manusia akan jatuh pada nilai yang paling rendah Jika dia hanya mengikuti hawa nafsu, melakukan penipuan terhadap Allah dan sama manusia dia punya kekuasaan mutlak, bahasa sudah berkecukupan dan memiliki sifat-sifat yang tercela lainnya.