(Sumber Gambar: Fitrah) |
Oleh: Fitratul Akbar
Dari mana kita berasal?untuk apa kita didunia?kemana kita akan berakhir?semuanya sudah ada desainnya.
Temanya adalah cinta. Porosnya adalah Tuhan. Mungkin kita pernah bertanya. Apa yang harus kita lakukan didalam hidup ini?. Jika hati kita tidak pernah mempertanyakan hal seperti itu, alangkah aneh kita ini. Bukankah itu berarti bahwa apa saja yang pernah kita lakukan sebenarnya kita lakukan tanpa tujuan?. Jikapun ada tujuan yang ingin kita capai, tujuan itu adalah tujuan jangka pendek atau fokus kepada tujuan jangka panjang dan yang utama.
Mungkin, kita pernah melakukan segala sesuatu dengan cara asal melakukan saja, dan tidak mengetahui visi, misi dan tujuan akhirnya darinya. Lalu kemudian kita meloncat melakukan sesuatu yang belum selesai kita lakukan itu.
Karena itu, kebingungan kita akan visi, misi atau tujuan hidup kita sendiri itu menimbulkan kebingungan kita menghadapi hidup, bahkan pada tahap yang lebih tinggi menimbulkan ketakutan-ketakutan menghadapi hidup kita sendiri. Kondisi kekurangan informasi yang kita hadapi memang pada umumnya bisa menimbulkan kebingungan dan ketakutan semacam itu.
Jadi apa sebenarnya yang harus kita lakukan dalam hidup ini?, Jawabannya adalah kita harus menentukan visi, misi dan tujuan hidup yang ingin kita capai.
Jika kita benar punya misi, darimana informasi tentang misi hidup kita itu bisa kita dapatkan?Apakah misi hidup kita bikin sendiri sesuai minat, kemampuan kita sendiri?.
Jika kita benar punya misi dan tujuan hidup, darimana kita mengambil nilai-nilai atau normanya. Apakah dari ajaran Tuhan atau agama?Apakah kita bisa mengetahui hakikat tuhan?Hakikat agama dan kemanusiaan itu sendiri. Lalu apakah peran Tuhan dan manusia dimuka bumi ini?.
Baiklah, katakanlah Tuhan memang benar ada, dan dialah yang menciptakan kita lalu menentukan misi hidup kita. Lalu apa sebenarnya misi hidup kita itu?Beribadah kepadanya?Bagaimana caranya?Terus buat apa kita beribadah, apakah manfaat bagi diri sendiri dan masyarakat?.
Lagi pula sebenarnya untuk siapa kita melakukan misi hidup kita itu? Jika misi hidup kita itu adalah ibadah kepada Tuhan, berarti segala yang akan kita lakukan itu untuk Tuhan kalau begitu kan?butuh apa sebenarnya Tuhan kepada makhluknya?.
Jika katakanlah misi hidup kita untuk diri kita sendiri, maka semestinya ada sesuatu yang kita harap akan kita dapatkan selama kita menjalani hidup ini. Tetapi apakah itu?Apakah yang kita harap akan kita dapatkan selama kita menjalani hidup ini?. Pertumbuhan badan kita yang makin lama makin besar dan kuat ini, tetapi bukankah pada suatu masa itu akan berbalik makin lama makin tua, sakit dan kemah bahkan kemudian mati?.
Atau mungkin kita terus mencari kebahagiaan dan kesenangan, tetapi ternyata kesenangan yang kita raih tak pernah menetap dalam jiwa raga kita, dan tidak mengenakan lagi hati kita. Jadi apa yang kita harap akan kita dapatkan dalam hidup ini?.
Karena itu, kehadiran buku ini adalah mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental terkait visi, misi, atau tujuan akhir kehidupan yang kita jalani. Kemudian, pertanyaan yang menggugah untuk mengajar berpikir,merenung dan merefleksi terkait keberadaan kita didunia ini, yakni tentang hakikat Tuhan, tujuan keberadaan manusia, fungsi beribadah, makna visi dan misi hidup, selanjutnya hakikat hidup dan mati yang kita alami selama mengarungi kehidupan didunia ini.
Dalam buku ini, membahas desain kehidupan kita itu, dan juga membahas maksud yang di tujuan oleh desain kehidupan tersebut. Dan lebih pokok lagi adalah, membahas pembuat desain hebat itu, Allah SWT.
Dalam bab pertama dan kedua, mencari Tuhan. Dan mengenali Tuhan, kita akan membahas lebih dahulu tentang Tuhan karena desain kehidupan yang akan kita bicarakan kemudian itu berawal dan berakhir pada Tuhan itu. Dia adalah satu satunya yang mungkin yang membuat desain itu, dan desain itu, kita akan buktikan nanti, ternyata bertujuan akhir yang berhubungan dengannya.
Dalam bab mencari Tuhan, kita akan coba membuktikan dengan rasionalitas bahwa Tuhan itu memang ada dan harus ada. Pada bab mengenali Tuhan kita akan berkenalan dengan Tuhan melalui firman-firman-nya, tetapi akan kita buktikan dulu bahwa firman-firman tersebut memang benar benar firman-firman-nya. Kita juga akan buktikan lebih dahulu bahwa nabi yang menyampaikan firman-firman Tuhan itu kepada kita memang benar-benar utusan Tuhan. Dari sifat-sifat Tuhan yang kita kenali melalui perkenalan kita dengan Tuhan itulah, kita bisa merekonstruksi desain agung kehidupan kita .
Pada bab ketiga, jalan menuju Tuhan. Barulah kita akan bahas desain agung kehidupan yang kita maksud itu. Kita akan membahas satu persatu aktor utama dan aktor penting lainnya yang diciptakan Tuhan melakoni desain agung tersebut, manusia, iblis, malaikat, iblis dan setan, bumi dan alam semesta. Kita akan telisik hakikat makhluk-makhluk tersebut dan peranan yang mereka ambil dalam desain agung itu. Kita juga akan menunjukan tujuan akhir dari dibuatnya desain agung tersebut adalah pertemuan manusia dengan Tuhan.
Pada bab keempat, mendekati Tuhan. Akan kita bahas mekanisme dalam menjalani desain agung kehidupan seperti yang sudah kita bahas di dalam bab ke tiga. Kita akan tunjukkan bahwa tujuan desain agung itu akan dapat kita capai dengan menjalani ibadah dan perbuatan baik. Kita akan menelisik ibadah dan perbuatan baik itu, hakikatnya, hubungannya dengan niat dan ikhlas, hubungan dengan hati, hubungannya dengan setan, dosa dan pahala dan paling penting hubungannya dengan cinta.
Bab kelima, bertemu Tuhan. Membahas ujung dari desain agung kehidupan tersebut, tujuan akhir dari desain agung itu. Pertemuan dengan Tuhan. Kita akan bahas hakikat dari pertemuan dengan Tuhan itu dan kondisi-kondisi yang berhubungan dengan pertemuan dengan Tuhan itu, dan hubungannya dengan surga.
Kita juga akan bahas kondisi sebaliknya, ketika pertemuan dengan Tuhan itu gagal atau belum bisa dicapai. Kita akan menyebut kondisi itu dengan kehidupan neraka. Akan kita tunjukan bahwa neraka ternyata adalah kelanjutan dari upaya mencapai pertemuan dengan tuhan itu juga dengan desain yang berbeda yang disesuaikan dengan kondisi alam akhirat.
Bab keenam, desain agung kehidupan: pertemuan cinta dengan Tuhan. Bab terakhir ini, yakni membahas atau merekonstruksi terkait seluruh yang sudah kita bicarakan sebelumnya itu menjadi semacam kesimpulan akhir.
Thema yang sedang kita bicarakan dalam buku ini sebenarnya adalah Thema yang amat mendasar yang mestinya setiap orang pernah terlintas di dalam hatinya angan angan seputar Thema ini. Bagaimana mungkin seseorang tidak ingin mengetahui sebenarnya ia mau kemana, dan bagaimana caranya untuk mencapai tujuannya itu. Tetapi anehnya ternyata, ulasan detail tentang Thema ini belum selesai. Istilah-istilah yang sangat dasar pun seringkali didefinisikan berbeda beda. Ruh, jiwa dan nyawa, misalnya seringkali dibahas dengan pengertian yang berbeda-beda. Ada yang menganggap ketiga istilah itu adalah istilah yang sama, ada yang menganggapnya sebagian berbeda, dan adapula yang menganggap ketiganya adalah istilah yang berbeda beda. Maka Thema buku ini adalah Thema yang unik, suatu Thema yang sebetulnya amat mendasar, tetapi ternyata adalah Thema yang gelap dan mentah.
Gelapnya Thema ini saya rasakan ketika saya mencoba mencari dan membaca sumber-sumber penulisan buku ini yang ternyata amat beragam baik dari segi kedalaman, jalan berpikir dan tentu saja kesimpulan-kesimpulannya. Namun demikian, sebagai buku-buku sumber tentu saja semuanya itu mempunyai perannya masing-masing, meskipun dengan porsi yang berbeda-beda, terhadap penulisan buku ini dan saya harus memberikan kredit tinggi terhadap semua buku-buku sumber penulisan buku tersebut yang daftarnya saya lampirkan di bagian belakang buku ini. Dari pemikiran-pemikiran para penulis buku itukah sebetulnya rangkaian pemikiran saya itu saya susun untuk melahirkan buku ini. Namun demikian, tentu saja tanggung jawab isi buku ini tetap sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Penulis buku ini berkeyakinan bahwa, kebenaran dalam batas-batas tertentu, tidak akan pernah bertentangan dengan common sense karena common sense itu sebenarnya adalah hukum Tuhan meskipun terbatasi oleh kemampuan penterjemah. Kita akan paham hukum Tuhan tersebut. Oleh karena itu dalam hampir semua bagian buku ini saya selalu berusaha membangun kesimpulan-kesimpulan dengan cara berpikir logis walaupun sederhana sekalipun. Lebih lanjut, penulis mencoba melakukannya dengan meminjam teori-teori ilmu pengetahuan modern yang kita sekarang ini. Ini semua penulis lakukan untuk membangun kesepahaman karena penulis yakin bahwa keyakinan yang kokoh tidak akan bisa dibangun tanpa didahului dengan kepahaman.
Karena cakupan buku Thema buku ini yang luas walaupun mendasar, penulis buku tidak bisa menghindari untuk membahas bagian bagian buku ini tanpa mengulang ulang isi bagian-bagian yang sudah dibahas ataupun menyebutkan lebih dahulu isi bagian yang belum dibahas pada waktu membahas bagian tertentu.
Hal ini memang akan menimbulkan kesan tumpang tindih dan berantakan, namun demikian pengulangan-pengulangan dan penyebutan kesimpulan di depan dari bagian yang belum di bahas itu justru dalam kerangka menunjukkan keterpaduan dari seluruh bagian tersebut.
Disamping itu, pengulangan-pengulangan tersebut juga akan bisa memperkuat dan memperluas kepahaman karena pengulangan pengulangan itu biasanya dilakukan dengan perbedaan perbedaan latar belakang dan turuti berat bahasan.
Walaupun begitu saya tidak sedang mengatakan bahwa buku ini telah membahas tuntas seluruh bagian dari Thema yang sedang dibahas dan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan baru yang paling benar. Penulis menyadari betul keterbatasan kedalaman pengetahuan karena sangat mungkin jalan pikiran terisi dengan spekulasi-spekulasi yang lemah.
Sang pengasih dan penyayang. Sebenarnya sifat Tuhan yang baik maupun sifat Tuhan yang buruk. Semuanya baik bagi kita. Di antara semua Allah itu, Allah sendiri menempatkan salah satu sifatnya sebagai sifat terpentingnya, yaitu kasih sayangnya.
Seperti bunyi dalam QS Al an’aam (6),54: “Apabila orang orang-orang yang beriman kepada ayat ayat-ayat kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: “Salaamun Alaikum”. Tuhanmu menetapkan atas dirinya kasih sayang. Yaitu barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu karena kebodohan kemudian ia bertobat setelah mengajarkannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah maha pengampun dan lagi maha penyayang.
Allah menetapkan atas dirinya sendiri kasih sayang, maka sebenarnya sifat-sifat Tuhan lainnya sebenarnya didasari oleh sifat kasih sayang itu. Maka sebenarnya, siksanya amat pedih, sifat Tuhan yang maha memaksa, sifat yang maha menyempitkan dan sifat sifat buruk Tuhan lainnya adalah demi kebaikan manusia sendiri. Maka sebetulnya sifat-sifat buruk Tuhan itu tidak bisa dilabeli buruk, barangkali yang lebih tepat adalah dominan. Sifat dominan tidak bisa dilabeli buruk, sifat-sifat dominan yang harus dimiliki oleh seorang misalnya tentu bukanlah suatu sifat yang buruk. Jadi, sekali lagi, sifat-sifat buruk Tuhan sebenarnya selalu baik bagi kita karena semua sifat Tuhan didasarkan oleh sifat kasih sayangnya. Itulah sebabnya Tuhan sendiri melabeli semua sifatnya sebagai Asmaul Husna(nama nama yang baik).
“Katakanlah: “Serulah Allah dan serulah Ar rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, dia mempunyai Al Asmaul Husna(nama nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkan dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.QS.Al-Isra(17),110. (Desain Agung Kehidupan, Pertemuan Cinta Dengan Tuhan, Sibuk Lutfi. hlm 8).
Sang sumber segala
Sebenarnya memang semua sifat itu bersumber kepada Allah, bukankah Allah yang menciptakan segalanya. Dan menciptakan sesuatu tentu saja beserta sifat-sifatnya. Dan, ini yang penting, sifat-sifat ciptaan selalu mencerminkan sifat-sifat penciptaannya dalam kadar tertentu karena sesungguhnya suatu penciptaan bisa terjadi karena sifat-sifat penciptaannya itu. Itulah sebabnya, dalam hal penciptaan manusia, menurut Allah manusia itu diciptakan menurut fitrahnya.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.QS.AR-RUM(39),30.
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa sifat-sifat manusia bersumber dalam kadar tertentu, kepada Allah. Tentu saja dalam hal ini ciptaan ciptaan Tuhan lainnya juga memiliki pola yang sama sehingga secara umum kita katakan bahwa seluruh sifat yang ada di dalam semesta ini sebetulnya bersumber kepada sang pencipta. Itulah barangkali mengapa sesuatu yang ini bisa berarti bahwa sifat sifat segala sesuatu itu berasal dari sifat sifatnya.
“Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah bahwa sesungguhnya dia maha meliputi segala sesuatu.al fushsilat(41),54.(Desain Agung Kehidupan, Pertemuan Cinta Dengan Tuhan, Sibuk Luthfi. hlm 38).
Bumi Untuk Manusia
Kalau kita lihat bumi dari semua sudutnya, sangat kentara bahwa bumi ini sepertinya dibuat dan dipersiapkan untuk diberikan kepada manusia. Dari semua seginya, ciri cirinya, ukuran ukurannya, perletakkannya, bumi ini begitu tepat dipersiapkan untuk kehidupan manusia. Misalnya, bumi ini diletakkan ke dalam keluarga solat system yang matahari sebagai bintangnya. Kebetulan sekali matahari memancarkan sinar dengan rentang antara ultraviolet-dekat, cahaya tampak, dan inframerah-dekat di mana sinar sinar inilah yang dibutuhkan untuk kehidupan.
Posisi bumi terhadap matahari ternyata juga menunjukkan kebetulan kebetulan lainnya lagi. Jarak bumi ke matahari sungguh sangat tepat sekali karena jarak ini menghasilkan suhu yang sungguh tepat untuk mendukung kehidupan. Makhluk hidup, tersusun dari molekul molekul berbasis karbon, dan molekul molekul berbasis karbon ini hanya mampu bertahan pada rentang suhu antara 20° C sampai 120° C. Sungguh rentang yang amat sempit dibanding rentang suhu yang sesungguhnya di alam semesta yang bisa mencapai suhu jutaan derajat dan sungguh kebetulan rentang suhu ini hanya dimiliki oleh planet bumi.(hal, 144).
Ukuran bumi juga begitu tepat, karena jika saja ukurannya lebih kecil maka bumi tidak akan mampu mengikat atmosfer di sekelilingnya, udara akan terlepas ke angkasa luar sehingga kehidupan akan musnah. Sebaliknya jika saja ukuran bumi lebih besar, atmosfer bumi akan mengikat terlalu banyak jenis gas, termasuk gas gas yang justru membahayakan kehidupan.
Banyak sekali kebetulan lainnya lagi yang sungguh sangat mengejutkan kita kalau kita mau merenungkannya. Kemiringan rotasi bumi, misalnya, yang menyebabkan berkurangnya perbedaan suhu antara kutub dengan khatulistiwa. Kecepatan rotasi bumi yang membuat perbedaan suhu antara siang dan malam tidak begitu besar. Kekasaran contoh bumi bisa mengurangi kecepatan angin terlalu besar. Sifat air, sifat oksigen, sifat karbon, keberadaan Medan magnet bumi, semuanya adalah kebetulan kebetulan lainnya lagi yang menyebabkan makhluk hidup, khususnya manusia, bisa hidup di bumi. Yang sangat mengherankan adalah bahwa kondisi kondisi kebetulan yang tadi adalah kondisi kondisi khas yang hampir mustahil kita temukan bersamaan di tempat lain di seluruh penjuru alam semesta ini. Maka semuanya itu menggiring kita pada kesimpulan bahwa bumi ini memang sengaja diberikan kepada manusia untuk hidupnya.
Bahkan makhluk makhluk hidup lainnya yang hidup bersama manusia di bumi inipun tampak sekali diperuntukkan untuk kepentingan kehidupan manusia. Misalnya, mengapa lebah ternyata menghasilkan madu lebih banyak dari yang dibutuhkannya sehingga manusia bisa mengambil manfaat darinya. Begitu juga tumbuhan menghasilkan buah dan biji lebih dari yang dibutuhkannya untuk perkembangan biakan mereka. Sapi menghasilkan susu lebih banyak dari yang dibutuhkannya untuk menyusui keturunan mereka. Jadi kelihatan bahwa semuanya adalah pemberian kepada manusia, semuanya adalah kasih sayang kepada manusia.
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikannya tujuh langit. Dan dia maha mengetahui segala sesuatu,(QS. AL BAQARAH SURAH 2 AYAT 29).(hal 145-146).
“Dan kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan keperluan hidup, kami menciptakan pula makhluk makhluk yang kamu sekali kali bukan pemberi rezeki kepadanya, QS Al Hijr surat 15 ayat 20”.
Dua ayat diatas menjelaskan bahwa, bumi ini memang diciptakan untuk manusia. Bahkan pada ayat pertama terdapat isyarat bahwa tujuh langit itupun berhubungan dengan peruntukkan bagi manusia itu.
Frase penutup pada ayat pertama mengisyaratkan pengetahuan Tuhan bahwa langit dan bumi itu sebenarnya satu sistem tak terpisahkan. Jika bumi diperuntukkan bagi manusia, sebenarnya langit pun diberikan sebagai pendukung bumi tersebut.
Ayat kedua, frase penutup, juga mengisyaratkan bahwa yang diperuntukkan bagi manusia itu tidak hanya bumi tetapi juga makhluk makhluk di dalamnya.(Desain agung Kehidupan, Pertemuan Cinta Dengan Tuhan Sibuk Luthfi. hlm 145-146).
Tujuan Penciptaan Manusia
Manusia telah diciptakan dengan rancangan detil yang sangat teliti. Ia diciptakan dan dipilihkan suatu tempat khusus yang dipersiapkan sedemikian rupa untuk menopang kehidupannya. Tempat yang dipersiapkan melalui proses panjang jutaan tahun sebelum bisa ditempati manusia untuk kehidupannya. Benar benar sebuah proses yang bersungguh sungguh, lebih esensial dari proses itu sendiri.
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main main saja, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?QS Al mu’minun surat 23 ayat 115.
Dibagian awal sudah kita buktikan bahwa sesuatu yang dirancang begitu rumit sudah larut mempunyai tujuan. Semakin rumit dan agung suatu rancangan, semakin penting dan agung bukalah tujuan yang dikandung oleh rancangan tersebut. Tetapi sehubungan dengan penciptaan manusia itu, apa tujuannya?.
Yang sudah pasti, penciptanya dan proses yang mengiringi penciptaan itu, telah kita buktikan, didasari dengan sifat kasih sayang Tuhan. Maka dari itu, tujuan yang akan dicapai dari penciptaan manusia itu tentulah juga didasari oleh kasih sayang Tuhan tersebut.
Tentu mustahil tujuan penciptaan didasari oleh sifat Angkara murka dan egoisme, karena jika demikian tentulah yang dihasilkan adalah kekacauan dan kerusakan. Yang terjadi ternyata adalah organisasi rapi di antara manusia, bahkan organisasi rapi itu juga terjadi diantara ciptaan ciptaan lainnya baik makhluk hidup maupun benda mati. Yang terjadi adalah kerjasama saling membantu di antara semua ciptaan itu. Yang harus digarisbawahi lagi adalah bahwa organisasi yang terjadi adalah organisasi yang didasari oleh sifat saling memberi yang sudah kita buktikan dari awal. Jika penciptaan manusia itu didasari oleh egoisme atau kepentingan Tuhan, tentu juga akan bertentangan dengan sifat sifat Tuhan yang sudah kita sepakati di bagian awal tadi.
Sesuatu yang maha besar dan maha agung, yang kebesaran dan keagunngannya mutlak, tentulah tidak akan mengambil kemanfaatan dari tindakan penciptaan yang dilakukannya. Dengan kata lain, tindakan penciptaan yang dilakukannya, tidak akan pernah dilakukan untuk kepentingannya sendiri. Ini kata Al Qur’an, “hai manusia, kamulah yang berkehendak/butuh kepada Allah. Dan Allah, dia maha kaya/tidak butuh apalagi dan maha terpuji.(QS AL FAATHIR surat 35 ayat 15. Hal 147).
Diciptakan demi kasih sayang Tuhan
Yang lebih rasional adalah: manusia diciptakan untuk kepentingan manusia sendiri. Dan yang menandai tujuan akhir dari kepentingan manusia itu mestinya adalah sesuatu yang menjadi latar belakang, yang menjadi irama dasar, dari terciptanya seluruh komponen alam semesta. Dan itu adalah kasih sayang. Maka dengan demikian dapat diduga tujuan manusia itu diciptakan ada hubungannya dengan kasih sayang itu. Tujuan manusia diciptakan adalah agar manusia itu memperoleh kasih sayang Tuhan nanti pada akhirnya di akhirat.
Singkatnya, Tujuan diciptakannya manusia adalah agar ia kembali kepada Tuhan untuk merasakan kasih sayang sejatinya di akhirat.
“Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya kami menciptakanmu secara main main saja tanpa tujuan, dan bahwa kamu akan dikembalikan kepada kami?QS AL MUMINUM (24):115.
“yaitu orang orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, bahwa mereka akan akan kembali kepadanya.QS Al-Baqarah surat 2 ayat 46.
“Katakanlah, “kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi”. Katakanlah “kepunyaan Allah”. Dia telah menetapkan atas dirinya kasih sayang. Dia sungguh akan menghimpun lada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. Orang orang uang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman.(QS Al an’am(6),12.
Itulah tujuan penciptaan manusia, tujuan kehidupan manusia, yaitu kembali kepada Tuhan, menemuinya, hidup bersama Tuhan, merasakan curahan kasih sayang yang hakiki, nanti pada akhirnya diakhirat. Dalam ayat ayat lainnya, Al Qur’an menggambarkan pertemuan kita dengan Tuhan itu adalah pertemuan yang saling meridhoi. Sekali lagi, kata ridho juga menggambarkan sesuatu yang dilandasi kasih sayang.(Desain agung kehidupan, pertemuan cinta dengan Tuhan, Ainul Lutfi. hal 159-151).
Khalifah fil Ardli
Tetapi kenapa manusia harus berada di bumi?untuk mengurus bumi sebagai Khalifah Tuhan?seperti bunyi ayat dibawah ini.
“….aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi….”.
Seorang Khalifah adalah seorang wakil. Jadi khalifatullah file Ardli sebagai wakil Tuhan dimuka bumi. Mewakili untuk siapa?buat apa?.
Tentunya, peran manusia sebagai Khalifah Tuhan dimuka bumi adalah bukan untuk membantu Tuhan, bahkan sebaliknya manusia sebagai Khalifah untuk kepentingan manusia sendiri. Manusialah yang berkehendak kepada Allah.
Seperti bunyi QS Al Hijr ayat 20: “dan kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan keperluan hidup, kami menciptakan pula makhluk makhluk yang kamu sekali kali bukan pemberi rejeki kepadanya.
Jadi bumi itu untuk manusia. Manusialah yang justru memerlukan bumi, bukan sebaliknya. Manusia bukan pemberi rezeki kepada bumi. Maka karena itulah harus kita simpulkan bahwa peran manusi sebagai Khalifah Tuhan di bumi ini sebenarnya dirancang Tuhan untuk keperluan keperluan manusia itu sendiri.
Dengan demikian, manusia sebagai wakil Tuhan di bumi ini berhak ekspresi, beribadah dan melakukan aktivitas yang dapat menambah amal kebajikan agar supaya setiap amal amalan setiap hari dapat bermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta didunia ini dan diakhirat nanti.hal 153-154, Desain agung kehidupan, pertemuan cinta dengan Tuhan, Ainul Lutfi).
Ibadah
Meningkatkan keselamatan jiwa
Bahwa manusia diciptakan Tuhan agar ia bisa bertemu, mendekati dan menjalin kebersamaan dengan Tuhan di akhirat dalam rangka menerima kasih sayang Tuhan yang lebih hakiki. Karena itu, untuk bisa bertemu dengan Tuhan kita harus menyiapkan kondisi tertentu agar bisa hidup didalam alam yang berdimensi lebih tinggi. Alam lebih tinggi itu bukan alam fisik dunia ini, melainkan tempat kita hidup yang jauh lebih tinggi dibanding dengan alam semesta fisik didunia ini yakni alam tinggi yaitu akhirat surga.
Dengan demikian, dapat kita duga bahwa yang akan kita persiapkan didunia ini untuk kehidupan kita diakhirat tentu bukan bagian fisik dari diri kita, melainkan alam fisik yang lebih tinggi. Karena dengan itulah, jiwa manusia yang hidup didalam fisik rendah dapat mencapai didalam fisik yang tinggi yakni akhirat surga.
Terus bagaimana caranya agar jiwa kita bisa selaras dengan frekuensi Tuhan itu?sangat rasional jika kita katakan bahwa untuk menyelesaikan jiwa kita dengan sifat sifat tuhan, cara yang terbaik adalah berlatih sekeras kerasnya untuk mengerjakan apa yang menjadi pekerjaan Tuhan yang merupakan implikasi dari sifat sifat tuhan.
Artinya bahwa, kita melakukan pekerjaan bukan untuk menyamakan atau mengikuti pekerjaan Tuhan. Melainkan kita melaksanakan aktivitas atau kegiatan didunia dengan meniru sifat sifat luhur Tuhan atau sebagai wakil Tuhan dimuka bumi maka kita menjalani kehidupan dengan sifat sifat tuhan.(hal 156).
Manusia sebagai wakil Allah dimuka bumi maka setiap melakukan pekerjaannya perlu mempunyai kebiasaan, ciri atau watak yang sesuai dengan kebiasaan yang kita wakili itu yakni sifat luhur Tuhan.
Misalnya, untuk mewakili tukang sapu maka kita harus suka kebersihan,dll. Karena manusia sebagai wakil Allah dimuka bumi ini, maka manusia manusia dalam mengelola, menata dan membangun keluarga, masyarakat dan negara ini perlu mengejawantahkan sifat sifat tuhan dalam kehidupan manusia di bumi. (Al hadist: takhallaquu bi ahlaaqillah, berakhlaklah dengan akhlak allah). Karena Allah itu rabb, maka kita harus menjadi pengelola bumi yang Arif, yang mengembangkan bumi melalui tahapan tahapan yang menuju kesempurnaan. Karena Tuhan itu sang Khaliq, maka kita harus selalu kreatif menciptakan sesuatu yang baru dan berguna. Karena Tuhan itu adil, kita harus selalu proporsional melakukan segala sesuatu. Karena Tuhan itu satu, kita harus fokus menjalankan segala sesuatu dan melihat segala sesuatu sebagai suatu kesatuan yang padu dan mengarahkannya ke satu tujuan. Singkatnya, karena semua sifat Tuhan itu adalah sifat sifat baik/Asmaul Husna, maka semua laki kita dalam kehidupan kita di bumi harus baik pula.(hal 157). “Dialah Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan dia, dia mempunyai Al Asmaul Husna/nama nama yang baik”.(QS Taha surat 20 ayat 8).
Dengan demikian, karena sifat tuhan yang paling menonjol di antara sifat sifatnya tersebuta adlah sifat maha pengasih dan penyayang, maka karena itulah seluruh laku kita di dalam kehidupan kita di bumi harus dilandasi dengan kasih sayang, dilandasi dengan cinta.
Ketika kita menjalani hidup dengan berpatokan kepada keselarasan dengan sifat sifat tuhan dan menyadarinya sebagai suatu cara untuk meningkatkan kualitas jiwa kita dalam menyongsong pertemuan dengan Tuhan, maka inilah yang disebut dengan ibadah.
Karena tujuan akhir kita adalah bertemu tuhan, merasakan kasih sayang sejatinya, dan pertemuan dengan Tuhan tidak bisa dicapai melainkan dengan ibadah, maka Al Qur’an mengatakan: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaku,(QS adz-dzaariyat surat 51 ayat 56.(hal 158).
Bercinta Dengan Semesta
Ibadah adalah berbuat baik yang kita niatkan untuk mendekati Tuhan, menyelarasi Tuhan. Pengertian ibadah secara umum. Namun ada pula jenis ibadah khusus yang tatanan lakunya ditentukan secara khusu oleh Tuhan sendiri, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Ibadah khusus semacam ini telah ditentukan oleh Tuhan sendiri dan diperkenalkan kepada kita melalui Wahyu kepada nabi. Kita menyebut ibadah formal ini dengan sebutan ibadah mahdhah.
Ibadah khusu semacam ini sama dengan ibadah secara umum.
Bertujuan untuk meningkatkan kualitas jiwa dan menanamkan sifat sifat baik kita terutama sifat kasih sayang kita.
Karena itulah, keberhasilan ibadah khusus semacam itu dapat dilihat dari tingkat keberhasilan kita dalam berbuat baik kepada sesama, karena memang sifat baik itu, terutama sifat kasih sayang tidak ada artinya, jika kita tidak mengadakan hubungan baik kepada sesama.
Bisakah dikatakan kita mempunyai sifat kasih sayang jika kita tidak mengadakan hubungan dengan sesama?. Maka kata nabi, kita belum shalat kalau kita masih jahat kepada tetangga, puasa kita tak berarti kalau kita masih jahil kepada orang lain, haji kita tidak mabrur jika kita masih saja bertengkar dan berpikir jorok, zakat kita juga bisa percuma jika kita tidak bisa menjaga hati penerima zakat. Jadi kualitas iabadah kita tercermin dari seberapa baik kualitas hubungan kita dengan sesama, dan ukuran kadar iman kita bisa kita lihat dari kualitas hubungan kita dengan sesama. Ketika kita menyebut sesama, yang kita maksudkan adalah sesama makhluk atau seluruh alam semesta ini. Jadi ringkasnya, misi hidup kita adalah ibadah dan esensi ibadah mencintai Tuhan dengan cara mencintai sesama.(hal 159).
Cinta dan perbuatan baik
Prinsip ibadah adalah mendekat kepada Allah agar keselarasan jiwa kita dengannya semakin meningkat. Cara meningkatkan keselarasan jiwa kita dengan Tuhan itu sudah disediakan mekanismenya oleh Tuhan, yaitu dengan menjalani peran kita sebagai khalifatullah file Ardli, wakil Tuhan di bumi.
Menjalani peran wakil Tuhan, menuntut kita untuk lebih dahulu memahami peranan Tuhan Smith sendiri melalui pengenalan kita atas sifat sifatnya yang oleh Tuhan dikenalkan sendiri melalui kalamnya. Dari banyak sifat tuhan yang diperkenalkan kepada kita melalui kalamnya itu, Rahman dan rahim adalah sifatnya yang paling utama. Bahkan sebetulnya, banyak tanda yang mengisyaratkan bahwa Rahman rahim itu adalah dasar dari seluruh sifat tuhan yang kita kenal itu, terutama sifat sifat tuhan yang berhubungan dengan penciptaan alam semesta, salah satu tandanya adalah ayat berikut ini,
“….dia telah menetapkan atas dirinya kasih sayang…”.
Dalam ayat diatas, menegaskan bahwa alam semesta ini miliknya, Allah menginformasikan bahwa dia telah menetapkan, atas dirinya sendiri, kasih sayang. Ini menunjukkan bahwa keberadaan alam semesta itu ada hubungannya dengan kasih sayangnya. Pernyataannya bahwa dia menetapkan/mewajibkan atas dirinya sendiri kasih sayang, menunjukkan pentingnya sifat kasih sayang itu dibanding sifat sifatnya yang lain sampai sampai ia menjawab dirinya sendiri merancang sifat kasih sayang itu.
Sifat kasih sayang itu, ditambah dengan sifat utama Tuhan lainnya seperti Rabb, adil dan beberapa sifat lainnya, mengingatkan kita kepada satu kata yang lebih generik yang selaras dengan sifat sifat utama Tuhan tersebut. Kata itu adalah cinta.
Kata cinta sulit didefinisikan karena cinta adalah sesuatu yang abstrak. Karena itu, cinta hanya bisa dipahami dengan kita alami sendiri. Cinta akan membuat seorang ibu yang tertidur pulas tiba tiba akan terloncat bangun ketika mendengar bayinya menangis, dan dengan segera ia menghampiri sang bayi untuk menolongnya. Kita juga akan terloncat bangun menolong seseorang yang tiba tiba terjatuh didepan kita. Itu juga karena cinta. Cinta adalah perasaan nyaman yang dirasakan oleh jiwa yang mendorong kita untuk mengasihi, menyayangi, merawat dan tindakan tindakan lainnya yang mengarah kepada kesempurnaan bagi yang kita cintai itu.(hal 175, buku DESAIN AGUNG KEHIDUPAN, PERTEMUAN CINTA DENGAN TUHAN, AINUL LUTFI).
rasa nyaman yang dialami jiwa ketika kita mencintai sesuatu itu timbul karena kita mengalami sesuatu yang selaras dengan irama yang ada di hati. Keindahan, kebaikan, keselarasan dan kesempurnaan adalah sebagian dari irama yang ada didalam hati itu. Irama hari ini tentu berasal dari ruh karena memang hati adalah penghubung ruh dengan jiwa yang akan menghantarkan sifat sifat yang terkandung didalam ruh kepada jiwa. Jadi irama hati itu bersumber kepada sifat sifat ilahiah yang terbawa oleh ruh, seperti kasih sayang, keadilan, dan proporsionalitas, dan pengasuhan. Sifat sifat ilahiah seperti itulah yang melahirkan irama hati yang kita sebut di atas seperti keindahan, kebaikan, keselarasan dan kesempurnaan itu. Cinta itu timbul ketika kita bersinggungan dengan segala sesuatu yang selaras dengan irama di dalam hati kita itu. Karena itu cinta bisa timbul ketika kita melihat sesuatu yang indah seperti lukisan atau simfoni nada karena keteraturan di dalam lukisan dan simfoni nada itu selaras dengan irama di dalam hati kita. Kita juga akan jatuh cinta kepada seorang pemimpin yang mengayomi karena sifat mengayomi itu selaras dengan salah satu sifat ilahiah yang menjadi irama hati kita. Karena itu, cinta timbul ketika sesuatu itu selaras dengan irama hati kita, itulah sebabnya ada ungkapan cinta itu tumbuh dari dalam hati. Karena itu, irama hati sebetulnya bersumber dari sifat sifat ilahiah yang terbawa oleh ruh, maka sebenarnya cinta itu berasal dari Tuhan itu sendiri.(DESAIN AGUNG KEHIDUPAN, PERTEMUAN CINTA DENGAN TUHAN, AINUL LUTFI, hal 176).
Ketika kita mencintai sesuatu, jiwa kita akan terhubungkan dengan ruh fan mengakses sifat sifat ilahiah darinya. Itulah sebabnya ketika kita mencintai sesuatu, jiwa kita akan berusaha untuk membuat saluran agar sifat sifat ilahiah tersebut mewujud fan terejawentahkan. Jadi pada hakikatnya ketika kita mencintai sesuatu, bukan sesuatu itu yang kita cintai tetapi sifat sifat ilahiah di dalam hati kita itulah yang kita cintai. Ketika kita mencintai bunga, kita tidak sedang mencintai bunga itu. Yang sedang kita cintai adalah keindahan. Ketika kita mencintai anak kita, sebenarnya kita sedang mencintai sifat kasih sayang. Ketika kita mencintai sesuatu, sebenarnya kita sedang mencintai sifat sifat ilahiah dan karena itu sifat sifat ilahiah itu kemudian tumbuh dalam jiwa kita. Dengan demikian sesuatu yang kita cintai itu kemudian merasakan penerapan sifat sifat ilahiah kita itu.
Karena itu, dibagian awal telah kita tegaskan bahwa peningkatan kualitas jiwa kita, kita lakukan dengan menjalani peran kita sebagai wakil Tuhan di bumi ini, dan itu kita lakukan dengan cara menghayati sifat sifat kebaikan Tuhan dan menerapkannya dalam pelaksanaan tugas tugas kita mengelola bumi. Ketika kita tahu bahwa sifat sifat utama itu ternyata membentuk suatu pengertian yang kita kenal dengan istilah cinta, maka sekarang kita tahu bahwa bentuk penerapan sifat sifat ilahiah itu adalah dengan mencintai segala sesuatu di bumi. Tujuannya, agar sifat sifat kita menjadi selaras dengan sifat sifat tuhan.
Cinta yang sesungguhnya, hanyalah cinta yang tumbuh karena dorongan sifat sifat ilahiah yang berasal dari ruh itu. Itu sudah ada di dalam fitrah kita. Jika kita berserah diri) Aslama terhadap Fitrah itu, cinta murni akan tumbuh, cinta yang ikhlas, cinta yang tumbuh semata mata karena alasan sifat sifat ilahiah yang berasal dari ruh. Namun demikian, jika kita menolak fitrah kita itu, maka jiwa kita akan tumbuh bentuk bentuk cinta yang menyimpang, cinta yang tidak tumbuh dari dorongan sifat sifat ilahiah.
-Cinta kepada Tuhan
Bahwa kita mencintai sesuatu yang selarasa dengan irama hati, dan itu berarti bahwa kita akan mencintai sesuatu yang selarasa dengan sifat sifat ilahiah. Dan ketika cinta itu timbul, jiwa kita akan tertular sifat sifat ilahiah dan karena itu akan berusaha agar segala sesuatu di sekitar kita itu menjadi lebih baik dan sempurna.
Bagaimana mestinya, sikap jiwa terhadap Tuhan? Jika keselarasan dengan sifat sifat ilahiah saja akan kita cintai, apalagi tuhan yang bukan saja selaras dengan sifat sifat ilahiah tetapi bahkan ialah pemilik sifat sifat ilahiah itu. Maka seharusnya pada jiwa kita timbul cinta yang sesungguhnya.
Mengapa dalam kenyataannya tidak semua orang jiwanya memiliki cinta kepada Tuhan?
Karena tidak semua orang percaya dengan sungguh sungguh kepada Tuhan. Seseorang yang beriman kepada Tuhan dan mengetahui bahwa ia adalah pemilik sifat sifat kebaikan yang selaras dengan ruhnya itu, maka pastilah akan timbul cinta hakiki kepada Tuhan tersebut. Salah satu ayat Al Qur’an menyatakan bahwa orang orang yang beriman akan sangat mencintai Tuhan.
“Dan diantara manusia ada orang orang yang menyembah tandingan tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah dan jika seandainya orang orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa)pada hari kiamat, bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaannya)niscaya mereka menyesal.(QS Al-baqarah surat 2 ayatb165).(DESAIN AGUNG KEHIDUPAN, PERTEMUAN CINTA DENGAN TUHAN, AINUL LUTFI, hal 178).
-cinta dasar semua ibadah
Cinta yang sesungguhnya haruslah didasari oleh sifat sifat ilahiah. Karena sifat sifat ilahiah itu berasal dari Tuhan, maka cinta yang sebenarnya adalah cinta yang didasari oleh cinta kita kepada Tuhan itu. Selanjutnya cinta kepada Tuhan itulah seharusnya yang mengejewantah menjadi cinta cinta yang kita tebarkan kepada selain tuhan. Seluruh cinta kita kepada selain tuhan adalah turunan dari cinta kita kepada Tuhan. Dengan kata lain, cinta kita kepada Tuhan haruslah melahirkan cinta kita kepada makhluknya. Maka itulah sebabnya seluruh peribadatan mahdhah, yang merupakan salah satu perwujudan cinta kita kepada Tuhan, harus melahirkan cinta kita kepada sesama. Cinta kepada Tuhan yang tidak melahirkan cinta kepada sesama, jelas jelas bukan cinta yang sesungguhnya.(buku DESAIN AGUNG KEHIDUPAN, PERTEMUAN CINTA DENGAN TUHAN, Ainul LUTFI, hal 180).
Jadi, cinta kita kepada Tuhan, yang sebagiannya kita wujudkan melalui ibadah mahdhah, haruslah melahirkan cinta kita kepada makhluk. Cinta kita kepada Tuhan yang tidak seperti itu haruslah kita maknai sebagai cinta yang tidak sebenarnya.
Cinta yang tidak sesungguhnya itu tentu saja tidak akan menghasilkan peningkatan kualitas jiwa kita dengan meningkatkan tingkat keselarasan jiwa kita dengan sifat sifat kebaikan Tuhan, bahkan bisa mengakibatkan tumpulnya hati akibat sering tidak tercapainya hati dalam menghantarkan sifat sifat ilahiah dari ruh kepada jiwa. Jadi, cinta palsu itu akan menghambat tumbuhnya cinta uang sesungguhnya di dalam hati.
-cinta melahirkan perbuatan baik
Cinta kita kepada selain tuhan bukannya dilarang. Bahkan, sebetulnya cinta kita kepada Tuhan itu seharusnya akan menumbuhkan cinta kita kepada selain tuhan. Yang tidak seharusnya terjadi adalah cinta yang tidak didasari oleh sifat sifat ilahiah yang berasal dari ruh kita, karena cinta semacam itu sebetulnya bukanlah suatu cinta bahkan bisa jadi itu adalah perwujudan dari nafsu rendah kita. Cinta palsu semacam inilah yang digambarkan oleh ayat Al Qur’an berikut ini.
“Dan sesungguhnya dia sangat Bakhil karena cintanya kepada harta”.(Qs.Al-Adiyyat surat 100 ayat 8).
Cinta kepada harta jelas jelas cinta yang tidak didasari oleh sifat sifat ilahiah yang kita maksud, maka cinta semacam ini adalah cinta palsu. Itulah sebabnya cinta harta ini justru melahirkan sifat Bakhil yang jelas jelas bertentangan dengan sifat sifat ilahiah.
Pada waktu kita mencintai Tuhan, sebenarnya yang kita cintai adalah sifat sifatnya. Kecintaan kita kepada sifat sifatnya itu membuat jiwa kita selarasa dengan sifat sifat tuhan uang kita cintai itu. Keselarasan jiwa kita dengan sifat sifat ilahiah itulah yang membuat kita terdorong untuk mengupayakan segala sesuatu di sekitar kita selaras dengan sifat sifat ilahiah itu.(hal 184).
Jadi, segala upaya yang kita lakukan dalam kehidupan ini adalah kita menyelaraskan segala sesuatu disekitar kita dengan sifat sifat ilahiah, yang kemudian mengantarkan manusia cinta kepada sesama makhluk.
Maka perbuatan perbuatan baik kita pada hakikatnya akan selaras dengan perbuatan baik kita lahir dari sifat sifat ilahiah.
Jadi, sebenarnya fokus perbuatan baik yang kita lakukan itu adalah diri kita sendiri yaitu untuk meningkatkan kualitas jiwa kita.
Karena itu, perbuatan baik yang kita lakukan pada hakikatnya memang untuk diri kita sendiri, bahkan perbuatan baik itu erat hubungan dengan pencapaian tujuan kita manusia yakni untuk bertemu/pertemuan dengan Tuhan.
Perbuatan baik uang kita lakukan itu adalah untuk meningkatkan keselarasan jiwa kita dengan sifat sifat tuhan.
-Perbuatan Baik Kepada Orang Lain
Perbuatan baik apa yang bisa kita lakukan terhadap orang lain sebagai perbuatan baik?sebagai pedoman barangkali ayat Al Qur’an di bawah ini bisa dijadikan pegangan:.
“….berbuat baiklah/kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang berbuat kerusakan…”.(Al-Qashaas surah 28 ayat 77).
Dan dalam bunyi surah, “maka hendaklah mereka menyembah tuhan pemilik rumah ini/Kakbah yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”.(QS Al Quraisy surah 106 ayat 3-4).
Makna dari ayat diatas bahwa, sebagian perbuatan baik tuhan kepada kita, yakni menghilangkan lapar dan menghadirkan keamanan dari ketakutan. Kita tahu bahwa maksud sebenarnya ayat diatas adalah menghilangkan segala kelaparan dan mengamankan dari segala ketakutan. Kelaparan berhubungan dengan kebutuhan fisik, sedangkan keamanan berhubungan dengan kebutuhan batin. Ini berarti bahwa perbuatan baik tuhan kepada kita itu meliputi pemenuhan kebutuhan jasmaniah maupun kebutuhan rohaniah.
Karena perbuatan baik tuhan kepada kita itu meliputi pemenuhan semua kebutuhan jasmaniah dan rohaniah, maka perbuatan baik yang harus kita lakukan kepada sesama juga seharusnya meliputi upaya pemenuhan kebutuhan jasmaniah maupun rohaniah.(Desain Agung Kehidupan, Pertemuan Cinta Dengan Tuhan, Ainul Lutfi. hlm187-88).
-Cinta Kepada Diri Sendiri
Kita sepakati bahwa cinta yang sebenarnya hanyalah cinta yang didasari oleh sifat sifat ilahiah yang berasal dari ruh, dan cinta yang tidak seperti itu harus kita anggap sebagai bukan cinta yang sebenarnya. Dengan makna seperti itu kita simpulkan bahwa cinta sejati sebenarnya hanyalah cinta kepada Allah, sedangkan cinta cinta yang lainnya adalah turunan dari cinta kepada Allah itu. Cinta kepada Allah itulah yang akan menumbuhkan cinta kita kepada makhluk.
Sudah kita bahas sebelumnya bahwa kecintaan kita kepada Allah yang berarti pula kecintaan kita kepada sifat sifatnya memantik jiwa kita untuk menumbuhkan sifat sifat yang selaras dengan sifat sifat ilahiah yang diambil dari ruh melalui hati. Jiwa yang sekarang menjadi lebih selaras dengan sifat sifat ilahiah itu kemudian terdorong untuk melakukan perbuatan perbuatan yang semakin baik. Perbuatan perbuatan yang kita labeli dengan baik tersebut sebenarnya adalah perbuatan perbuatan yang sepantasnya dilakukan oleh siapa saja yang sifat sifatnya mendekat kepada keselarasan dengan sifat sifat kebaikan Tuhan itu sendiri. Itulah sebabnya perbuatan perbuatan baik semacam itu kita pahami sebagai perbuatan mewakili tuhan sebagai khalifahtullah didunia ini.(hlm,189-199).
Jadi, dengan demikian, perbuatan perbuatan baik kita berakibat positif kepada orang lain, cinta kita kepada Tuhan justru akan mengakibatkan peningkatan kualitas jiwa kita sendiri, jiwa kita akan lebih selaras dengan sifat sifat ilahiah, jiwa kita akan tertular sifat sifat ketuhanan tersebut. Maka cinta kita kepada Tuhan akan mengembangkan sifat sifat cinta kita kepada sesama makhluk, yakni mencintai sesama, lebih mengayomi, lebih kreatif dan produktif, lebih adil dan jujur, lebih cinta kebaikan dan kedamaian, dan sifat sifat lainnya yang merupakan turunan sifat-sifat luhur ilahiah.
Kesimpulan Akhir
Dengan demikian, bahwa kemunculan kita di muka bumi ini bukan tanpa tujuan, bukan sesuatu yang serba kebetulan dan tanpa maksud sama sekali. Ada sesuatu di baliknya, yang mendasari segala sesuatu yang berhubungan dengan eksistensi kita. Sesuatu itu ternyata berasal dari Tuhan. Sifat sifat Tuhanlah yang membuat segala sesuatu itu ada, termasuk keberadaan kita dan segala sesuatu yang berhubungan dengan keberadaan kita itu.
Kasih dan sayang, cinta adalah sifat Tuhan yang paling menonjol. Kasih sayang Tuhan itulah sebenarnya yang menjadi dasar Tuhan menciptakan kita, Tuhan akan melimpahkan kasih sayangnya kepada kita. Tetapi melimpahkan kasih sayang sehati butuh hubungan kebersamaan antara yang memberi kasih sayang dengan yang menerima kasih sayang itu. Tanpa kompatibilitas seperti itu tentu saja curahan kasih sayang dari sang pemberi kasih sayang itu tidak akan dapat dirasakan oleh sang penerima kasih sayang itu.
Kompatibilitas itu tentu saja hanya bisa terbangun ketika sifat-sifat penerima dan pemberi itu selaras, jika tidak kompatibilitas itu tidak akan bisa terbangun. Kompatibilitas itu tidak bisa diberi, ia harus dicari dan kemudian dipilih karena memang mengetikkan pilihan dan bukan hanya menerima adalah sifat yang selaras dengan sifat-sifat Tuhan. Sekali lagi, kompatibilitas itu butuh keselarasan, tanpa adanya keselarasan kompatibilitas tidak akan terbangun. Maka manusia harus mencari dan membangun sendiri kompatibilitas yang dimaksud, dan itu tidak bisa diberi.
Membangun kompatibilitas itu tentu tidak mudah karena menyelaraskan sifat-sifat kita dengan sifat sifat Tuhan, sifat sifat yang maha tinggi tentu tidak akan mudah, diperlukan upaya yang maha keras untuk itu. Dan dengan cara yang biasa tentu mustahil manusia mampu melakukannya. Maka dengan sifat maha pengasih ya, tuhan mendesain cara yang lebih mudah dari itu.
Judul : Desain Agung Kehidupan, Pertemuan cinta dengan tuhan
Penulis : Ainul Lutfi
Halaman : 261
Penerbit : Pustaka Pelajar, Cetakan 1, April 2018
Presensi/Reviewer : Fitratul Akbar, Peneliti isu-isu Ekonomi Islam, Kerukunan Umat Beragama dan Perdamaian Dunia.