KULIAHALISLAM.COM – Di dalam buletin dakwah yang dikeluarkan oleh Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yaitu buletin berkala tuntunan Islam, yakni di dalam rubrik akidah, dijelaskan padanya tentang tauhid: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Asma wa Sifat.
Buletin tuntunan Islam Trilogi Tauhid: Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma wa Sifat |
Definisi Tauhid
Kata tauhid di dalam bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari kata kerja wahhada-yuwahhidu-tawhidan, yang arti harfiyahnya: menyatukan, mengesakan, atau mengakui bahwa sesuatu itu satu. Dengan demikian, secara bahasa, tauhidullah berarti menyatukan Allah, mengesakan Allah atau mengakui bahwa Allah itu satu.
Sedangkan secara istilah, tauhidullah bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, serta tidak menyekutukan-Nya dengan apapun baik dalam hal rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, maupun asma’ (nama-nama) dan sifat-sifat-Nya.
Berdasarkan kajian terhadap ayat-ayat Alqur’an dan hadis-hadis Nabi, Para Ulama Al Muwahhidin (Ahli Tauhid) pada umumnya membagi tauhidullah menjadi 3 macam, yaitu: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma’ wa Sifat.
[Lihat Berkala Tuntunan Islam: Membimbing Dan Mencerahkan Oleh Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Edisi Ke-09, Tahun 2012, Halaman 17 Dan Halaman 19; Narasumber Tulisan: Ustadz Drs. Zaini Munir Fadhali, M.Ag.; Download Disini http://tabligh.muhammadiyah.or.id/download-berkala-tuntunan-islam-488.html ].
Tauhid Rububiyah
Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu rabb. Rabb mempunyai beberapa arti, antara lain: al-murabbi (pemelihara), an-nashir (penolong), al malik (pemilik), al-mushlih (yang memperbaiki), as-sayyid (tuan) dan al-wali (pemimpin).
Dalam terminologi syariat Islam, istilah tauhid rububiyah berarti “meyakini bahwa hanya Allah-lah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya, dengan takdir-Nya Allah menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah sunnah-Nya.”
[Lihat Berkala Tuntunan Islam: Membimbing Dan Mencerahkan Oleh Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Edisi Ke-09, Tahun 2012, Halaman 19; Narasumber Tulisan: Ustadz Drs. Zaini Munir Fadhali, M.Ag.].
Tauhid Uluhiyah
Kata uluhiyah diambil dari akar kata ilah yang berarti: yang disembah dan yang ditaati. Kata ilah digunakan untuk menyebut sesembahan baik yang hak maupun yang batil. Untuk sesembahan yang haq.
Tetapi kemudian pemakaian kata ilah lebih dominan digunakan untuk menyebut sesembahan yang haq sehingga maknanya berubah menjadi: Zat yang disembah sebagai bukti kecintaan, pengagungan dan pengakuan atas kebesaran-Nya. Dengan demikian, kata ilah mengandung dua makna: ibadah dan ketaatan.
Pengertian tauhid uluhiyah dalam terminologi syariat Islam sebenarnya tidak keluar dari kedua makna tersebut. Maka definisinya adalah: “mengesakan Allah dalam beribadah dan ketaatan” atau, mengesakan Allah dalam perbuatan seperti shalat, puasa, zakat, haji, nazar, menyembelih sembelihan, rasa takut, rasa harap dan cinta. Maksudnya semua itu dilakukan: yaitu bahwa kita melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya sebagai bukti ketaatan dan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT.”
[Lihat Berkala Tuntunan Islam: Membimbing Dan Mencerahkan Oleh Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Edisi Ke-09, Tahun 2012, Halaman 22; Narasumber Tulisan: Ustadz Drs. Zaini Munir Fadhali, M.Ag.].
Tauhid Asma’ wa Sifat
Kalimat asma’ adalah bentuk jama’ dari kalimat ism yang berati nama. Asma Allah berarti nama-nama Allah. Sedang kan kalimat sifat bentuk jamak dari kata sifat yang berarti sifat. Kalimat sifat dalam bahasa Arab berbeda dengan kalimat sifat dalam bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Arab kalimat sifat mencakup segala informasi yang melekat pada suatu yang wujud. Sehingga sifat bagi benda dalam bahasa Arab mencakup sifat benda itu sendiri, seperti besar kecilnya, tinggi rendahnya, warnanya, keelokannya, dan lain-lain.
Juga mencakup apa yang dilakukannya, apa saja yang dimilikinya, keadaan, gerakan, dan informasi lainnya yang ada pada benda tersebut. Dengan demikian, kalimat sifat Allah mencakup perbuatan-Nya, kekuasaan-Nya, apa saja yang ada pada Dzat Allah, dan segala hal tentang Allah.
Mengesakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya menuntut seseorang Muslim meyakini secara mantap bahwa Allah menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan suci dari segala sifat kekurangan, dan bahwa Dia berbeda dengan seluruh makhluk-Nya.
Caranya adalah dengan: Itsbatun yakni menetap kan (mengakui) nama-nama dan sifat-sifat Allah yang menunjukkan ke-Maha Sempurna-an Allah yang Dia sandangkan untuk Dirinya atau disandangkan oleh Rasulullah SAW; dan nafyun yakni meniadakan atau menolak nama-nama dan sifat-sifat yang menunjukkan ketidaksempurnaan Allah.
Dan dengan tidak melakukan tahrif (pengubahan) lafazh atau maknanya, tidak ta’thil (pengabaian) yakni menyangkal seluruh atau sebagian nama dari sifat itu, tidak takyif (pengadaptasian) dengan menentukan esensi dan kondisinya, dan tidak tasybih (penyerupaan) dengan sifat-sifat makhluk.
[Lihat Berkala Tuntunan Islam: Membimbing Dan Mencerahkan Oleh Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Edisi Ke-10, Tahun 2012, Halaman 19 Hingga 20; Narasumber Tulisan: Ustadz Drs. Zaini Munir Fadhali, M.Ag.; Silahkan Unduh Disini http://tabligh.muhammadiyah.or.id/download-berkala-tuntunan-islam-545.html ].
Demikianlah, konsep Trilogi Tauhid: Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma’ Wa Sifat. Diterangkan dalam media dakwah Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, akan tetapi, tentu harus diingat, yang jadi pegangan (Al-Mu’tamaad) dalam Muhammadiyah hanyalah Putusan/Fatwa yang bersumber dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Kita tidak cukup hanya berpegang kepada materi dakwah Majelis Tabligh Muhammadiyah, akan tetapi harus merujuk kepada putusan-putusan Tarjih dan Fatwa-fatwa Tarjih dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Dalam putusan-putusan Tarjih dan Fatwa-Fatwa Tarjih, Trilogi Tauhid memang ada diajarkan dan ada dijelaskan, dengan penjelasan yang terpisah-pisah (tidak fokus di satu tempat pembahasan).
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyinggung tentang Trilogi Tauhid beberapa kali dalam Putusan/Fatwa Tarjih.
(1) Tauhid Rububiyah
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkata dalam putusan:
“Allah SWT menciptakan manusia dan mendatangkan kepadanya para Rasul untuk memelihara kesatuan umat di muka bumi ini. Prinsip tauhid dalam hal kesatuan umat ini dapat dinyatakan sebagai bagian dari Tauhid Rububiyah, yang dengannya Allah memelihara alam semesta termasuk manusia, dan menunjuk manusia menjadi khalifah untuk menegakkan keharmonisan, keseimbangan dan keadilan di muka bumi.”
[Lihat Buku Himpunan Putusan Tarjih, Jilid 3, Bab Fikih Kebencanaan, Halaman 638].
(2) Tauhid Uluhiyah
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkata dalam putusan:
“Dialah yang pertama tanpa permulaan dan yang akhir tanpa penghabisan. Tiada sesuatu yang menyamai-Nya. Yang Esa tentang Uluhiyah-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-Nya.”
[Lihat Buku Himpunan Putusan Tarjih, Jilid 1, Bab Iman Kepada Allah, Halaman 14].
Kemudian, aplikasi/tathbiq/penerapan dari Tauhid Uluhiyah ini, Muhammadiyah menghasilkan beberapa putusan/fatwa Tarjih, yaitu:
(a) Termasuk syirik adalah mendatangi kuburan Nabi atau orang shalih untuk menjadikannya wasilah (perantara) dalam do’a kepada Allah.
•Lihat Buku Himpunan Putusan Tarjih, Jilid 1, Kitab Jenazah, Pasal Ziarah Kubur, Halaman 235
(b) Termasuk kesyirikan adalah beristighatsah (meminta bantuan) kepada orang yang telah mati dari kalangan Nabi maupun orang shalih, contohnya bacaan do’a Nadi Ali Kabir.
•Lihat Buku Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama, Jilid 2, Halaman 176 Sampai Halaman 178
(c) Termasuk kesyirikan adalah menganggap orang yang sudah mati (baik Nabi ataupun orang shalih) sebagai sebab yang dipercayai karenanyalah terlepas segala kesulitan dan terpenuhi segala kebutuhan, contohnya bacaan shalawat nariyah.
(3) Tauhid Asma’ wa Sifat
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkata dalam fatwa:
“Oleh karenanya untuk mendudukkan permasalahan ini, terlebih dahulu pemahaman yang mesti dibangun sebelumnya adalah pemahaman tentang konsep tauhid yang membicarakan tentang sifat Allah dan nama-nama-Nya (Tauhid al-Asma’ wa al-Shifat). Dalam konsep Tauhid al-Asma’ wa al-Shifat, Allah tidak diserupai oleh seorang pun dari makhluk-Nya, sebagaimana yang termaktub dalam surat al-Syura ayat 11.”
[Lihat Majalah Suara Muhammadiyah, Edisi Nomor 7, Tahun 2013, atau lihat artikel https://fatwatarjih.or.id/perbedaan-antara-tuhan-dan-makhluk/ Termuat Dalam Fatwa Tarjih.or.id].
Kemudian, aplikasi/tathbiq/penerapan dari Tauhid Asma’ Wa Sifat ini, Muhammadiyah menghasilkan beberapa putusan/fatwa Tarjih, yaitu:
(a) Allah bersemayam di atas ‘Arsy-Nya tanpa perlu ditanyakan “bagaimana?”.
•Lihat Buku Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama, Jilid 7, Bab 7, Halaman 160
(b) Menerima sifat-sifat Allah apa adanya sesuai Alqur’an dan As-Sunnah tanpa menyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk, contohnya tangan Allah dan wajah Allah.
•Lihat Himpunan Putusan Tarjih, Jilid 1, Kitab Iman, Pasal Iman Kepada Allah, Halaman 14
Penulis: Raihan Ramadhan