(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam) |
Fitratul Akbar
KULIAHALISLAM.COM – Tekad dan sumpah pemuda yang dicetuskan pemuda–pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 di tengah-tengah
tekanan penjajahan adalah tonggak sejarah yang pada hakikatnya merupakan hasil
rangkaian perjuangan pada masa-masa sebelumnya. Cetusan tersebut
adalah pengejawentahan dari suatu kekuatan yang tangguh dan hebat di balik
perkembangan sejarah bangsa. Sumpah pemuda tiada lain adalah ungkapan sejarah
manusia indonesia. Ia merupakan ungkapan kebudayaan indonesia. Kebudayaan
adalah keseluruhan proses perkembangan manusia di dalam dunia dan di dalam
sejarahnya. Kebudayaan adalah kekuatan yang amat pokok di dalam sejarah, ia
adalah kekuatan yang menjiwai sejarah bangsa kita dari masa ke masa.
Itulah sebenarnya
hikmah sumpah pemuda. Karena sumpah pemuda merupakan ungkapan kebudayaan Indonesia,
maka ia tidak mandeg, sama halnya dengan sejarah yang tidak akan berhenti.
Sumpah itu diteruskan dengan perjuangan sekitar tahun 1945 sampai mewujudkan
proklamasi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai
landasan idiil pancasila dan kerangka konstitusional undang-undang dasar 1945.
Perjuangan kemerdekaan itu dilanjutkan dengan babakan baru yiatu semangat
pembangunan yang dari tahun 1966 sampai sekarang mempunyai pengisian
kemerdekaan demi kepentingan masa mendatang.
Rangkaian peristiwa
sejarah pada tahun 1908-1928-1945-1966 sampai masa kini bukanlah sekedar
merupakan rangkaian waktu, tetapi juga merupakan kelanjutan dan penerusan
cita-cita perjuangan bangsa, ini merupakan suatu tuntunan yang tak dapat ditawar-tawar
lagi. Dengan kata lain, antara kebangkitan nasional, sumpah pemuda, proklamasi,
pancasila, undang-undang dasar 1945 dan pembangunan nasional terdapat satu
jalinan kesinambungan yang amat dalam, yaitu bahwa semuanya merupakan
ungkapan-ungkapan hakiki dari sejarah dan kebudayaan manusia Indonesia. Dengan
demikian nyatalah juga bahwa satu mata rantai peristiwa-peristiwa tersebut
merupakan satu sejarah indonesia. Hikmah satu nusa, satu bangsa, dan satu
bahasa yang terdapat dalam satu sejarah indonesia ini perlu kita sadari, kita
resapi, kita dalami dan kita hayati dalam periode sekarang, terutama pada saat
ini kita akan dihadapkan dengan proses regenerasi.
Proses regenerasi pada
hakikatnya adalah inheren di dalam perkembangan sejarah bangsa dan negara kita.
Masalah regenerasi adalah masalah kehidupan dan penghidupan bangsa indonesia,
karena itu ia merupakan masalah sosial kultural. Proses regenerasi tidak
sekedar melihat manusia-manusia indonesia sebagai potensi demografis ataupun
biologis, akan tetapi melihat manusia-manusia indonesia sebagai satu potensi
kultural yang harus memberi bentuk, warna serta makna kepada sejarah indonesia
itu sendiri. Dengan demikian regenerasi bukanlah sekedar hanya proses
penggantian orang-orang tua oleh orang orang lebih muda, melainkan terutama
mengandung suatu hikmah yang ideal, yaitu tetap lestarinya sendi-sendi dasar kebudayaan
dan kenegaraan bangsa Indonesia.
Pemuda Bangsa
Muda berarti
bersemangat muda, berarti bercita cita (idealimse), berarti penuh harapan,
prakarsa, aktivitas, sambil belajar dan berlatih. Praktek berprakarsa serta
berbuat sendiri, berikhtiar sendiri, mengatasi sendiri serba kesukaran, resiko,
bahaya, serta mengalami sendiri akibat-akibatnya, akan pula berarti menikmati
keberhasilan usaha sendiri atau merasakan akibat-akibat kegagalannya, sehingga
dengan itu belajar dari pengalaman. Berarti didikan berdikari, bersikap kritis
dan kreatif, berarti menumbuhkan percaya pada diri sendiri, tidak
menggantungkan diri pada orang lain (bangsa lain), jadi berpendirian sendiri.
Demikianlah jalan pendidikan yang baik. Dengan kesempatan berkembang demikian,
kesempatan menghayati kepemudaan secara wajar, dapatlah terjadi perkembangan
yang bebas, demi perkembangan yang maksimal. Maka dapatlah berkembang bakat-bakat
yang terpendam dan dapatlah tumbuh sikap bebas tapi bertanggung jawab.
Jika pemuda merasa,
bahwa masyarakat atau pemerintah tidak memberikan yang demikian, maka ia akan
merasa asing terhadapnya, kalau tidak bertentangan. Kita bersyukur sebagai bangsa,
bahwa pada tahap-tahap penting perjuangan bangsa, telah menonjol kepeloporan
pemuda (mahasiswa), seperti tahun 1908, 1928 dan seterusnya.
Hari ini lahir dari
kemarin. Hari esok ynag lebih baik harus dimulai memperjuangkannya pada hari
kini. Sebagai pemilik hari esok, pemuda kini janganlah menggantungkan
perjuangan kepada orang lain, generasi lain, bangsa lain, tapi seharusnyalah
berdiri atas kepercayaan diri serta kesanggupan sendiri dan seterusnya
bertawakal kepada Tuhan YME.
Perjuangan bukanlah
pertama tama soal intelektuil, tapi adalah soal keyakinan. Berjuang ialah
menegakkan yang diyakini benar dan adil, berjuang ialah menolak yang diyakini
tidak benar dan tidak adil, tapi berjuang memerlukan kecerdasan serta kemahiran
bersiasat.
Pemuda atau mahasiswa
masa kini sering mengeluh, bahwa keadaan kini tidak membina keperjuangan.
Memang sejak berakhirnya orde lama, maka pemuda atau mahasiswa semakin tampil
sebagai obyek sekuriti, dan mau tidak mau maka proses ini tidak menguntungkan
terhadap posisinya yang kodrati sebagai subyek dan obyek pendidikan serta
sebagai pembaru dan penerus.
Di banding masa
kolonial, masa 45 an, masa liberal dan masa 66 an, maka terasa prakarsanya
relatif berkurang dan tak sedikit pula yang sampai jadi takut menyatakan
pendapat. Hal begini adalah negatif bagi kodrat pemuda, tentunya tidaklah
menguntungkan bagi perkembangan kepribadian serta kemamuannya, dan bagi
keseluruhan nation building. Namun rintangan dan
larangan, bagi watak watak yang kuat, justru dapat pula berarti dorongan dan
gembelngan. Begitulah di teladankan, pemuda atau mahasiswa Sutomo dan kawan-kawan
dari angkatan 1928.
Pemuda Indonesia
senantiasa merupakan unsur pelopor dalam perjuangan bangsa untuk menciptakan
kehidupan yang lebih bahagia, adil dan sejahtera. Itu telah terbukti pada
permulaan kebangkitan nasional pada permulaan abad ke 20 dan ketika di canangkan
sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928. Bukti itu menjadi lebih kuat dalam peran
yang di mainkan oleh pemuda dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan sejak 17 Agustus
1945. Maka, ini pasti akan terjadi terus sepanjang zaman selama pemuda Indonesia menyadari sumber dan hakikat eksistensinya.
Karena itu, untuk
memperingati hari kebangkitan nasional, kesadaran nasional, sumpah pemuda dan
proklamsi kemerdekaan indonesia, maka tidak terlepas dari konteks historisnya
sebagai hasil yang telah di sumbangkan pemuda indonesia kepada ibu pertiwi.
Tetapi menengok ke belakang tidak boleh menimbulkan nostalgia, seakan-akan hari
kemarin adalah lebih baik daripada hari sekarang dan hari esok. Sebab nostalgia
demikian merupakan kelemahan karena menghilangkan optimisme perjuangan dan
kepercayaan pada diri sendiri. Oleh karena itu menengok ke belakang harus kita
artikan sebagai usaha untuk menemukan nilai-nilai positif perjuangan bangsa, yang
perlu dilanjutkan di masa sekarang dan di hari depan. Sebaliknya pemuda
senantiasa memandang kepada hari depan dan usaha yang perlu dilakukan untuk
membuatnya cerah dan maju. Nilai-nilai positif dari masa lalu dan masa sekarang
di pergunakan untuk membangun masa depan Indonesia.