{وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي
سَيَهْدِينِ (99) رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (100) فَبَشَّرْنَاهُ
بِغُلامٍ حَلِيمٍ (101) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ
إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا
أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
(102) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا
إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي
الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (106)
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ (108)
سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (109) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110) إِنَّهُ
مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (111) وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ
الصَّالِحِينَ (112) وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِنْ
ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ (113) }
Artinya : Dan Ibrahim berkata, “Sesungguhnya aku
pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya
Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang
anak) yang termasuk orang-orang
yang saleh.” Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat
sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada
umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai Anakku, sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa
pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar.” Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah
kesabaran keduanya). Dan Kami
panggillah dia, “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi
itu, “sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan
Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk
Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang
kemudian (yaitu).”Kesejahteraan
dilimpahkan atas Ibrahim.” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. Dan
Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk
orang-orang yang saleh. Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq . Dan
di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri
dengan nyata.
Allah
menceritakan tentang kekasih-Nya Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمَُ bahwa sesungguhnya setelah Allah menolongnya dari kejahatan
kaumnya dan ia merasa putus asa dari keimanan kaumnya, padahal mereka telah
menyaksikan mukjizat-mukjizat yang besar. Maka Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ hijrah dari kalangan mereka seraya
berkata:
{إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ}
“Sesungguhnya
aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya
Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang
anak) yang termasuk orang-orang
yang saleh.” (Ash-Shaffat:
99-100). Yakni anak-anak yang taat sebagai
ganti dari kaumnya dan kaum kerabatnya yang telah ditinggalkannya. Allah berfirman:
{فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ}
Maka
Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (Ash-Shaffat: 101)
Anak
ini adalah Nabi Ismail عَلَيْهِ السَلاَمُ karena sesungguhnya dia adalah anak pertamanya yang sebelum
kelahirannya, dia telah mendapat berita gembira mengenainya. Dia lebih tua
daripada Nabi Ishaq عَلَيْهِ السَلاَمُ, menurut kesepakatan kaum muslim dan kaum Ahli Kitab, bahkan di
dalam nas kitab-kitab mereka disebutkan bahwa ketika Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُmempunyai anak Nabi Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ , ia berusia delapan puluh enam
tahun. Dan ketika beliau mempunyai anak Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ, usia beliau sembilan puluh sembilan
tahun.
Menurut
mereka (Ahli Kitab), Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anak tunggalnya itu, dan
dalam salinan kitab yang lain disebutkan anak pertamanya. Akan tetapi, mereka
mengubahnya dan membuat-buat kedustaan dalam keterangan ini, lalu mengganti
dengan Ishaq عَلَيْهِ السَلاَمُ. Padahal hal tersebut bertentangan dengan nas kitab asli
mereka. Sesungguhnya mereka menyusupkan penggantian dengan memasukkan Nabi
Ishaq sebagai ganti Ismail عَلَيْهِ السَلاَمُ
karena bapak moyang mereka adalah Nabi
Ishaq عَلَيْهِ السَلاَمُ, sedangkan Nabi Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُadalah bapak moyang bangsa Arab.
Orang-orang
Ahli Kitab dengki dan iri hati kepada bangsa Arab, karena itu mereka
menambah-nambahinya dan menyelewengkan arti anak tunggal dengan pengertian
‘anak yang ada di sisimu,’ karena Nabi
Ismail عَلَيْهِ السَلاَمُ telah dibawa pergi oleh Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ bersama ibunya ke Mekah. Takwil
seperti ini merupakan takwil yang menyimpang dan batil, karena sesungguhnya
pengertian anak tunggal itu adalah anak yang semata wayang bagi Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ (saat itu). Lagi pula anak pertama
merupakan anak yang paling disayang lebih dari anak yang lahir sesudahnya, maka
perintah untuk menyembelihnya merupakan ujian dan cobaan yang sangat berat.
Sejumlah
ahlul ‘ilmi mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq عَلَيْهِ السَلاَمُ, menurut apa yang telah diriwayatkan dari segolongan ulama
Salaf; sehingga ada yang menukilnya dari sebagian sahabat. Tetapi hal tersebut
bukan bersumber dari Kitabullah, bukan
pula dari sunnah. Dan saya dapat memastikan bahwa hal tersebut tidaklah diterima,
melainkan dari ulama Ahli Kitab, lalu diterima oleh orang muslim tanpa alasan
yang kuat. Yang jelas Kitabullah ini merupakan saksi yang
menunjukkan kepada kita bahwa putra yang disembelih itu adalah Isma’il. Karena
sesungguhnya Al-Qur’an telah menyebutkan berita gembira bagi Ibrahim akan
kelahiran seorangputra yang penyabar dan menyebutkan pula bahwa putranya itulah
Az-Zabih (yang disembelih).
Setelah
itu disebutkan oleh firman-Nya:
{وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ
الصَّالِحِينَ}
Dan
Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk
orang-orang yang saleh. (Ash-Shaffat:
112)
Malaikat
ketika menyampaikan berita gembira akan kelahiran Ishaq kepada Ibrahim
mengatakan:
{إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ عَلِيمٍ}
Sesungguhnya
kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran
seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim (Al-Hijr:53)
Dan
firman Allah .:
{فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ
وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ}
maka
Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya’qub. (Hud: 71).
Yakni dilahirkan bagi Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ di masa keduanya (Ibrahim dan istrinya)
seorang putra yang diberi nama Ya’qub عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Dengan demikian, Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ beroleh keturunan dan cucu.
Dalam
pembahasan terdahulu telah disebutkan bahwa tidaklah mungkin Nabi Ibrahim
diperintahkan untuk menyembelih Nabi Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُsemasa kecilnya, karena Allah telah
menjanjikan kepada keduanya bahwa kelak Ishaq akan melahirkan keturunannya. Maka
mana mungkin sesudah semuanya itu Nabi Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ diperintahkan agar di sembelih saat ia
masih kecil. Dan lagi Nabi Ismail di sini mendapat julukan sebagai orang yang
amat sabar, maka predikat inilah yang lebih pantas untuk kedudukan ini (sebagai
anak yang rela disembelih).
Firman
Allah .:
{فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ}
Maka
tatkala anak itu sampai (pada
umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim. (Ash-Shaffat:
102)Yakni telah tumbuh menjadi dewasa dan dapat pergi dan berjalan bersama ayahnya.
Disebutkan bahwa Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُsetiap waktu pergi menengok anaknya dan
ibunya di negeri Faran, lalu melihat keadaan keduanya. Disebutkan pula bahwa
untuk sampai ke sana Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ mengendarai buraq yang cepat larinya;
hanya Allah-lah Yang Maha mengetahui.
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa’id ibnu Jubair, Ata Al-Khurrasani, dan
Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, (Ash-Shaffat: 102) Maksudnya,
telah tumbuh dewasa dan dapat bepergian serta mampu bekerja dan berusaha
sebagaimana yang dilakukan ayahnya.
{فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا
بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى}
Maka
tatkala anak itu sampai (pada
usia sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai Anakku, sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! ” (Ash-Shaffat: 102)
Ubaid
ibnu Umair mengatakan bahwa mimpi para nabi itu adalah wahyu, kemudian ia
membaca firman-Nya: Ibrahim
berkata, “Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!”(Ash-Shaffat: 102)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ الْجُنَيْدِ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الملك
الكرندي، حدثنا سُفْيَانُ
بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ إِسْرَائِيلَ بْنِ يُونُسَ، عَنْ سِمَاك، عَنْ عِكْرِمَةَ ،
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: “رُؤْيَا الْأَنْبِيَاءِ فِي الْمَنَامِ وَحْي”
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnul
Junaid, telah menceritakan kepada kami Abu Abdul Malik Al-Karnadi, telah menceritakan
kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Israil ibnu Yunus, dari Sammak, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Sallallahu
‘Alahi Wasallam bersabda: Mimpi
para nabi itu merupakan wahyu. Dan sesungguhnya Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ memberitahukan mimpinya itu kepada putranya agar putranya tidak
terkejut dengan perintah itu, sekaligus untuk menguji kesabaran dan keteguhan
serta keyakinannya sejak usia dini terhadap ketaatan kepada Allah Swt. dan
baktinya kepada orang tuanya.
{قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ}
Ia
menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.” (Ash-Shaffat:
102)Maksudnya, langsungkanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu untuk
menyembelih diriku.
{سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ
الصَّابِرِينَ}
Insya
Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (Ash-Shaffat:
102). Ismail Alahi Sallam selalu menepati apa yang dijanjikannya. Karena itu,
dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ
إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا وَكَانَ يَأْمُرُ
أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا}
Dan
ceritakanlah (hai
Muhammad kepada mereka) kisah
Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia
adalah seorang yang benar janjinya dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan
ia menyuruh ahlinya untuk salat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang
yang diridai di sisi Tuhannya. (Maryam:
54-55).
Adapun
firman Allah :
{فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ}
Tatkala
keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya),
(nyatalah kesabaran keduanya), dalam (Ash-Shaffat: 103). Setelah
keduanya mengucapkan persaksian dan menyebut nama Allah untuk melakukan
penyembelihan itu, yakni persaksian (tasyahhud) untuk mati. Menurut pendapat
yang lain, aslama artinya berserah diri dan patuh.
Nabi Ibrahim Alahi salam dan Nabi Ismail Alahi salam mengerjakan perintah
Allah. sebagai rasa taat keduanya kepada Allah, dan bagi Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُsekaligus berbakti kepada ayahnya.
Demikianlah menurut pendapat Mujahid, Ikrimah, Qatadah, As-Saddi, Ibnu Ishaq,
dan lain-lainnya.
Makna tallahu lil jabin ialah merebahkannya dengan wajah
yang tengkurap dengan tujuan penyembelihan akan dilakukan dari tengkuknya dan
agar Nabi Ibrahim Alahi salam tidak melihat wajahnya saat menyembelihnya,
karena cara ini lebih meringankan bebannya. Ibnu Abbas radiallahu anhu,
Mujahid, Sa’id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya:dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya). (Ash-Shaffat: 103) Yakni
menengkurapkan wajahnya.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih dan Yunus. Keduanya
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Abu Asim
Al-Ganawi, dari Abut Tufail, dari Ibnu Abbas radiallahu anhu yang mengatakan
bahwa ketika Nabi Ibrahim Alahi salam. diperintahkan untuk mengerjakan manasik,
setan menghadangnya di tempat sa’i, lalu setan menyusulnya, maka Nabi Ibrahim
Alahi salam menyusulnya.
Kemudian
Jibril Alahi salam membawa Nabi Ibrahim Alahi salam ke jumrah ‘aqabah, dan
setan kembali menghadangnya; maka Ibrahim melemparnya dengan tujuh buah batu
kerikil hingga setan itu pergi. Kemudian setan menghadangnya lagi di jumrah
wusta, maka Nabi Ibrahim Alahi salam melemparnya dengan tujuh buah batu
kerikil.
Kemudian
Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ merebahkan
Ismail pada keningnya, saat itu Nabi Ismail mengenakan kain gamis putih, lalu
Ismail berkata kepada ayahnya, “Hai Ayah, sesungguhnya aku tidak mempunyai
pakaian untuk kain kafanku selain dari yang kukenakan ini, maka lepaskanlah kain
ini agar engkau dapat mengafaniku dengannya.” Maka Ibrahim bermaksud
menanggalkan baju gamis putranya itu.
Tetapi tiba-tiba ada suara yang menyerunya
dari arah belakang: Hai
Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. (Ash-Shaffat: 104-105); Maka
Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ menoleh ke belakang, tiba-tiba ia melihat seekor kambing gibasy
putih yang bertanduk lagi gemuk. Ibnu Abbas mengatakan bahwa sesungguhnya
sampai sekarang kami masih terus mencari kambing gibasy jenis itu. Hisyam
menyebutkan hadis ini dengan panjang lebar di dalam Kitabul Manasik.
Kemudian
Imam Ahmad meriwayatkannya pula dengan panjang lebar dari Yunus, dari Hammad
ibnu Salamah, dari Ata ibnus Sa’ib, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas.
Hanya dalam riwayat ini disebutkan Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Menurut riwayat yang bersumber dari Ibnu
Abbas tentang nama anak yang disembelih,
ada dua riwayat. Tetapi riwayat yang terkuat adalah yang menyebutnya Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ, karena alasan yang akan kami sebutkan, insya Allah.
Muhammad
ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Al-Hasan ibnu Dinar, dari Qatadah, dari
Ja’far ibnu Iyas, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat:
107) Bahwa dikeluarkan untuknya seekor kambing gibasy dari surga yang telah
digembalakan sebelum itu selama empat puluh musim gugur (tahun). Maka Nabi
Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ melepaskan putranya dan mengejar kambing gibasy itu.
Kambing gibasy itu membawa Nabi Ibrahim ke jumrah ula, lalu Nabi Ibrahim
melemparnya dengan tujuh buah batu kerikil. Dan kambing itu luput darinya, lalu
lari ke jumrah wusta dan Ibrahim mengeluarkannya dari jumrah itu dengan
melemparinya dengan tujuh buah batu kerikil. Kambing itu lari dan ditemuinya
ada di jumrah kubra, maka ia melemparinya dengan tujuh buah batu kerikil. Pada
saat itulah kambing itu keluar dari jumrah, dan Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ menangkapnya,
lalu membawanya ke tempat penyembelihan di Mina dan menyembelihnya.
Ibnu
Abbas radiallahu anhu melanjutkan, “Demi Tuhan yang jiwa Ibnu Abbas berada
di tangan kekuasaan-Nya, sesungguhnya sembelihan itu merupakan kurban yang
pertama dalam Islam, dan sesungguhnya kepala kambing itu benar-benar
digantungkan dengan kedua tanduknya di talang Ka’bah hingga kering.”Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Az-Zuhri, telah
menceritakan kepada kami Al-Qasim yang mengatakan bahwa Abu Hurairah berkumpul bersama Ka’b, lalu Abu Hurairah
menceritakan hadis dari Nabi Sallallahu ‘alahi wasallam sedangkan Ka’b
menceritakan tentang kisah-kisah dari kitab-kitab terdahulu. Abu Hurairah
radiallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi Sallahu ‘Alahi Wasalam bersabda:
“إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةً
مُسْتَجَابَةً، وَإِنِّي قَدْ خَبَأتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ
الْقِيَامَةِ”
Sesungguhnya
masing-masing Nabi mempunyai doa yang mustajab, dan sesungguhnya aku menyimpan
doaku sebagai syafaat buat umatku kelak di hari kiamat.
Maka
Ka’b bertanya kepadanya, “Apakah engkau mendengar ini dari
Rasulullah.?” Abu Hurairah menjawab, “Ya.” Ka’b berkata,
“Semoga ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, atau semoga ayah dan ibuku
menjadi tebusannya, maukah kuceritakan kepadamu tentang perihal Nabi Ibrahim
Alahi salam.?” Ka’b melanjutkan perkataannya, bahwa sesungguhnya ketika
Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih putranya Ishaq, setan berkata.”
Sesungguhnya
jika tidak kugoda mereka saat ini, berarti aku tidak dapat menggoda mereka
selamanya.” Nabi Ibrahim alahi salam berangkat bersama anaknya dengan
tujuan akan menyembelihnya, maka setan pergi dan masuk menemui Sarah, lalu
berkata, “Ke manakah Nabi Ibrahim pergi bersama anakmu?” Sarah
menjawab, “Ia pergi membawanya untuk suatu keperluan.” Setan berkata,
“Sesungguhnya Ibrahim pergi bukan untuk suatu keperluan, melainkan ia
pergi untuk menyembelih anaknya.” Sarah bertanya, “Mengapa dia
menyembelih anaknya?” Setan berkata, “Ibrahim mengira bahwa Tuhannya
telah memerintahkan kepadanya hal tersebut.” Sarah menjawab,
“Sesungguhnya lebih baik baginya bila menaati Tuhannya.”
Lalu
setan pergi menyusul keduanya. Setan berkata kepada anak Nabi Ibrahim, “Ke
manakah ayahmu membawamu pergi?” Ia menjawab,” Untuk suatu
keperluan.” Setan berkata, “Sesungguhnya dia pergi bukan untuk suatu
keperluan, tetapi ia pergi untuk tujuan akan menyembelihmu.” Ia bertanya,
“Mengapa ayahku akan menyembelihku?” Setan menjawab,
“Sesungguhnya dia mengira bahwa Tuhannya telah memerintahkan hal itu
kepadanya.” Ia berkata, “Demi Allah, sekiranya Allah yang
memerintahkannya, benar-benar dia akan mengerjakannya.”
Setan
putus asa untuk dapat menggodanya, maka ia meninggalkannya dan pergi kepada
Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ lalu bertanya, “Ke manakah kamu akan pergi dengan anakmu
ini ?” Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ menjawab, “Untuk suatu
keperluan.” Setan berkata, “Sesungguhnya engkau membawanya pergi
bukan untuk suatu keperluan, melainkan engkau membawanya pergi dengan tujuan
akan menyembelihnya.” Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ bertanya, “Mengapa aku harus
menyembelihnya ?” Setan berkata, “Engkau mengira bahwa Tuhanmu lah
yang memerintahkan hal itu kepadamu.” Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ berkata, “Demi Allah, jika Allah memerintahkan hal itu kepadaku, maka aku
benar-benar akan melakukannya.” Setan putus asa untuk
menghalang-halanginya, lalu ia pergi meninggalkannya.
Ibnu
Jarir meriwayatkannya dari Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Yunus ibnu Yazid, dari
Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa sesungguhnya Amr ibnu Abu Sufyan ibnu Usaid
ibnu Jariyah As- Saqafi pernah menceritakan kepadanya bahwa Ka’b pernah berkata
kepada Abu Hurairah; lalu disebutkan hal yang semisal dengan panjang lebar. Dan
di penghujung kisahnya disebutkan bahwa lalu Allah menurunkan wahyu kepada Nabi
Ishaq عَلَيْهِ السَلاَمُ, bahwa sesungguhnya Aku memberimu suatu doa yang Kuperkenankan
bagimu.
Maka
Nabi Ishaq عَلَيْهِ السَلاَمُ berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku berdoa kepada-Mu,
semoga Engkau memperkenankannya. Semoga siapa pun di antara hamba-Mu yang
bersua dengan-Mu, baik dari kalangan orang terdahulu maupun dari kalangan orang
yang terkemudian, dalam keadaan tidak mempersekutukan-Mu dengan sesuatu pun,
semoga Engkau memasukkannya ke dalam surga.”
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا
أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْوَزِيرِ الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا
الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدِ بْنِ
أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
[رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: “إِنَّ اللَّهَ خَيَّرَنِي بَيْنَ أَنْ يَغْفِرَ لِنِصْفِ
أُمَّتِي، وَبَيْنَ أَنْ أَخْتَبِئَ شَفَاعَتِي، فَاخْتَبَأْتُ شَفَاعَتِيَ،
وَرَجَوْتُ أَنْ تُكَفِّرَ الجَمْ لِأُمَّتِي، وَلَوْلَا الَّذِي سَبَقَنِي إِلَيْهِ
الْعَبْدُ الصَّالِحُ لَتَعَجَّلْتُ فِيهَا دَعْوَتِي، إِنِ اللَّهَ لَمَا فَرَّجَ
عَنْ إِسْحَاقَ كرْبَ الذَّبْحِ قِيلَ لَهُ: يَا إِسْحَاقُ، سَلْ تُعْطَهُ.
فَقَالَ: أَمَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَأَتَعَجَّلَنَّهَا قَبْلَ نَزَغَاتِ
الشَّيْطَانِ، اللَّهُمَّ مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِكَ شَيْئًا فَاغْفِرْ لَهُ
وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ”
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnul Wazir Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami
Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Zaid
ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Hurairah yang
mengatakan bahwa Rasulullah Sallahu Alahi Waslam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah
menyuruhku untuk memilih, apakah separuh dari umatku mendapat ampunan ataukah
doa permohonan syafaatku diterima. Maka aku memilih syafaatku diterima dengan
harapan semoga sejumlah besar dari umatku diampuni dosa-dosanya. Seandainya
tidak ada hamba saleh yang mendahuluiku, tentulah aku menyegerakan doaku itu.
Sesungguhnya ketika Allah membebaskan Nabi Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ dari musibah penyembelihan, dikatakan
kepadanya, “Hai Ishaq, mintalah, niscaya kamu diberi.” Nabi Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ berkata, “Demi Tuhan yang jiwaku
berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sungguh aku akan menyegerakan doaku
ini sebelum setan menggodaku. Ya Allah, barang siapa yang mati dalam keadaan
tidak mempersekutukan-Mu dengan sesuatu pun, berilah dia ampunan dan
masukkanlah ke dalam surga.”
Hadis
ini garib lagi munkar; Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam
daif hadisnya, dan saya merasa khawatir bila di dalam hadis ini terdapat
tambahan yang disisipkan, yaitu ucapan, “Sesungguhnya setelah Allah membebaskan Nabi Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ dari musibah penyembelihan,”
hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Jika hal ini terpelihara, maka yang lebih
mirip kepada kebenaran dia tiada lain adalah Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Dan sesungguhnya mereka (Ahli Kitab) telah
mengubahnya dengan Ishaq عَلَيْهِ السَلاَمُkarena
dengki dan iri terhadap bangsa Arab, seperti alasan yang telah dikemukakan di
atas.Lagi pula mengingat manasik dan penyembelihan kurban itu tempatnya tiada
lain di Mina, yaitu bagian dari kawasan tanah Mekah, adalah tempat Nabi Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ berada, bukan Nabi Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Karena sesungguhnya Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ berada di tanah Kan’an, bagian dari negeri
Syam.
Firman
Allah .:
{وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ. قَدْ
صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا}
Dan
Kami panggillah dia, “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan
mimpi itu!” (Ash-Shaffat:
104-105). Yakni sesungguhnya
engkau telah mengerjakan apa yang telah dilihat dalam mimpimu itu hanya dengan
membaringkan putramu untuk disembelih. As-Saddi dan lain-lainnya menyebutkan
bahwa Nabi Ibrahim alaihi salam sempat menggorokkan pisaunya, tetapi tidak dapat
memotong sesuatu pun, bahkan dihalang-halangi antara pisau dan leher Nabi
Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ oleh lempengan tembaga. Lalu saat itu
juga Nabi Ibrahim alahi salam diseru: sesungguhnya
kamu telah membenarkan mimpi itu. (Ash-Shaffat:
105)
Firman
Allah :
{إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ}
sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Ash-Shaffat: 105)
Yakni
demikianlah Kami palingkan hal-hal yang tidak disukai dan hal-hal yang
menyengsarakan dari orang-orang yang taat kepada Kami, dan Kami jadikan bagi
mereka dalam urusannya jalan keluar dan kemudahan. Semakna dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:
{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ
مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ
لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا}
Barang
siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan
keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan
barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan (yang
dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (At-Talaq: 2-3)
Ayat
yang menceritakan kisah penyembelihan ini dijadikan dalil oleh sejumlah ulama
Usul untuk menyatakan keabsahan nasakh sebelum melakukan pekerjaan yang
diperintahkan, lain halnya dengan pendapat segolongan ulama dari kalangan
Mu’tazilah. Tetapi penunjukkan makna dalam ayat ini sudah jelas, karena pada
mulanya Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ agar menyembelih anaknya, kemudian Allah
menasakh (merevisi)nya dan mengalihkannya menjadi tebusan (yakni kurban). Dan
sesungguhnya tujuan utama dari perintah ini pada mulanya hanyalah untuk menguji
keteguhan dan kesabaran Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ dalam melaksanakan perintah Allah Swt.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ}
Sesungguhnya
ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat:
106).
Maksudnya,
ujian yang jelas dan gamblang, yaitu perintah untuk menyembelih anaknya. Lalu
Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ bergegas mengerjakannya dengan penuh rasa berserah diri kepada
Allah dan tunduk patuh kepada perintah-Nya. Karena itulah disebutkan oleh
firman-Nya:
{وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى}
dan
Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. (An-Najm:
37)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ}
Dan Kami
tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat: 107)
Sufyan
As- Sauri telah meriwayatkan dari Jabir Al-Ju’fi, dari Abut Tufail dari Ali sehubungan dengan
makna firman-Nya:Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat: 107) Yakni dengan
kambing gibasy yang berbulu putih, gemuk, lagi bertanduk yang telah diikat di
pohon samurah. Abut Tufail mengatakan bahwa mereka (berdua) menemukannya dalam
keadaan telah terikat di pohon samurah yang ada di Bukit Sabir.
As-Sauri
telah meriwayatkan pula dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khasyam, dari Sa’id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa kambing gibasy itu telah digembalakan di surga selama empat puluh tahun.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Ya’qub As-Saffar, telah menceritakan kepada
kami Daud Al-Attar, dari Ibnu Khasyam’ dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas yang mengatakan bahwa batu besar
yang ada di Mina di lereng Bukit Sabir adalah batu tempat Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ menyembelih tebusan anaknya Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ .
Kambing
gibasy yang gemuk lagi bertanduk turun dari Bukit Sabir menuju ke tempat Nabi
Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُseraya
mengembik, lalu Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ menyembelihnya. Kambing itu juga yang
dipakai kurban oleh anak Adam, lalu diterima, dan kambing itu disimpan hingga
dijadikan tebusan untuk Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ.Telah diriwayatkan pula dari Sa’id ibnu
Jubair yang mengatakan bahwa kambing gibasy itu hidup bebas di dalam surga
hingga dikeluarkan dari Bukit Sabir, dan pada leher kambing itu terdapat bulu
yang berwarna merah.
Disebutkan
dari Imam Al-Hasan Al-Basri, bahwa nama kambing gibasy yang dijadikan kurban
oleh Nabi Ibrahim alaihi salam adalah Jarir.Ibnu Juraij mengatakan bahwa
menurut Ubaid ibnu Umair, Nabi Ibrahim alaihi salam menyembelihnya di maqam
Ibrahim.Menurut Mujahid, Nabi Ibrahim alaihi salam menyembelihnya di Mina di
tempat penyembelihan kurban sekarang.
Hasyim
telah meriwayatkan dari Sayyar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas
pernah memberikan fatwa kepada orang yang bernazar akan menyembelih dirinya,
lalu Ibnu Abbas memerintahkan kepadanya agar menggantinya dengan menyembelih
seratus ekor unta. Sesudah itu ia berkata bahwa seandainya dia memberikan fatwa
kepadanya agar menyembelih seekor kambing gibasy, tentulah hal itu sudah
mencukupi baginya. Karena sesungguhnya Allah telah berfirman di dalam
Kitab-Nya: Dan Kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat:
107).Menurut pendapat yang sahih, tebusan tersebut berupa seekor kambing
gibasy.
As-Sauri
telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya:Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat:
107) Ibnu Abbas mengatakan bahwa sembelihan itu adalah seekor kambing gunung.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Amr ibnu Ubaid, dari Al-Hasan yang
mengatakan bahwa tidaklah Ismail عَلَيْهِ السَلاَمُ
ditebus melainkan dengan seekor kambing gunung dari Aura yang diturunkan untuk
Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ dari Bukit Sabir.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا مَنْصُورٌ، عَنْ خَالِهِ مُسافع ، عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ
شَيْبَةَ قَالَتْ: أَخْبَرَتْنِي امْرَأَةٌ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ -وَلدت عَامَّةَ
أَهْلِ دَارِنَا-أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِلَى عُثْمَانَ بْنِ طَلْحَةَ -وَقَالَ مَرَّةً: إِنَّهَا سَأَلَتْ عُثْمَانَ:
لِمَ دَعَاكَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: قَالَ:
“إِنِّي كنتُ رَأَيْتُ قَرْنَيِ الْكَبْشِ، حِينَ دَخَلْتُ الْبَيْتَ،
فَنَسِيتُ أَنْ آمُرَكَ أَنْ تُخَمِّرَهُمَا، فَخَمَّرْهما، فَإِنَّهُ لَا
يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ فِي الْبَيْتِ شَيْءٌ يَشْغَلُ الْمُصَلِّيَ”.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan
kepadaku Mansur, dari pamannya (yaitu Musafi’ dan Safiyyah binti Syaibah) yang
mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya seorang wanita dari Bani Salim
yang telah melahirkan sebagian besar penduduk perkampungan kami, bahwa
Rasulullah Salallahu ‘Alahi Wasalam mengirimkan utusan kepada Usman ibnu Abu
Talhah (pemegang kunci Ka’bah). Wanita
itu pernah bertanya kepada Usman, “Mengapa Nabi memanggilmu ?” Maka
Usman menjawab, bahwa Rasulullah bersabda kepadanya: Sesungguhnya aku melihat sepasang
tanduk saat memasuki Ka’bah, dan aku lupa untuk memerintahkan kepadamu agar
menutupinya dengan kain. Karena itu, tutupilah sepasang tanduk itu dengan kain,
sebab tidak patut bila di dalam Ka’bah terdapat sesuatu yang mengganggu
kekhusyukan orang yang salat (di
dalamnya).
Sufyan
mengatakan bahwa kedua tanduk itu masih tetap tergantung di dalam Ka’bah hingga
Ka’bah mengalami kebakaran dan keduanya ikut terbakar.Hal ini merupakan bukti
tersendiri yang menunjukkan bahwa anak yang disembelih itu adalah Nabi Ismail
alaihi salam Karena sesungguhnya orang-orang Quraisy menerimanya secara
turun-temurun dari para pendahulu mereka generasi demi generasi, sampai Allah
mengutus RasulNya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Berikut ini sebuah pasal yang mengemukakan
dasar-dasar yang ditemukan dari ulama Salaf tentang siapakah sebenarnya
anak yang disembelih itu berdasarkan penelitian Ibnu Katsir
Berikut ini dikemukakan pendapat orang-orang yang
mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Nabi Ishaq alaihi salam.
Hamzah Az-Zayyat telah meriwayatkan dari Abu Maisarah rahimahullah yang mengatakan, bahwa Nabi
Yusuf عَلَيْهِ
السَلاَمُ pernah mengatakan kepada raja dalam
alasannya, “Apakah engkau menginginkan makan bersama denganku, sedangkan
aku adalah Yusuf ibnu Ya’qub nabiyyullah ibnu Ishaq sembelihan Allah ibnu
Ibrahim kekasih Allah.”As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Sinan, dari
Ibnu Abul Huzail bahwa Yusuf mengatakan hal yang sama kepada raja.
Sufyan
As-Sauri rahimahullah
telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair,
dari ayahnya yang mengatakan, bahwa Musa عَلَيْهِ
السَلاَمُ pernah mengatakan dalam doanya, “Ya
Tuhanku, mereka selalu mengatakan demi Tuhannya Nabi Ibrahim, Ishaq, dan Yaqub.
Mengapa mereka selalu mengatakan hal tersebut?” Allah menjawab
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang tidak membandingkan sesuatu
dengan-Ku, melainkan dia pasti memilih-Ku. Dan sesungguhnya Ishaq telah rela demi Aku untuk disembelih, selain
itu dia adalah seorang yang lebih dermawan. Dan sesungguhnya Ya’qub itu
manakala Kutambahkan kepadanya cobaan, maka makin bertambah pulalah baik
prasangkanya kepada-Ku.”
Syu’bah
telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas yang telah menceritakan
bahwa pernah ada seorang lelaki membanggakan dirinya dihadapan Ibnu Mas’ud
radiallahu anhu. Lelaki itu berkata, “Aku adalah Fulan bin Fulan bin para
tetua yang terhormat.” Maka Abdullah ibnu Mas’ud r.a. berkata bahwa orang
yang patut mengatakan demikian adalah Yusuf ibnu Ya’qub ibnu Ishaq Zabihullah (sembelihan Allah) ibnu Ibrahim
kekasih Allah.
Riwayat
ini sahih bersumber dari Ibnu Ma’sud. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh
Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa dia adalah Ishaq. Juga telah diriwayatkan dari
Al-Abbas dan Ali ibnu Abu Talib hal yang semisal. Telah diriwayatkan pula oleh
Ibnu Ishaq dan Abdullah ibnu Abu Bakar, dari Az-Zuhri, dari Abu Sufyan, dan
Al-Ala ibnu Jariyah dari Abu Hurairah radiallahuanhu dan Ka’bul Ahbar yang
telah mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ.
Pendapat-pendapat
yang telah disebutkan di atas hanya Allah Yang Maha Mengetahui— semuanya
bersumber dari Ka’bul Ahbar. Ketika masuk Islam di masa pemerintahan Khalifah
Umar, ia bercerita kepada Umar bin Khattab tentang apa yang terkandung di dalam
kitab-kitab terdahulunya. Dan barangkali Umar bin Khattab sendiri mau
mendengarkannya sehingga orang-orang pun mau mendengarkan apa yang ada pada
Ka’bul Ahbar, bahkan menukil darinya segala sesuatu yang ada padanya, baik yang
telah dipalsukan maupun yang masih asli.
Akan
tetapi, bagi umat ini hanya Allah Yang Maha Mengetahui tidak memerlukan suatu
huruf pun dari apa yang ada pada Ka’bul Ahbar itu. Al-Bagawi telah meriwayatkan
suatu pendapat yang mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq,
yang menurutnya bersumber dari Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, dan Al-Abbas, sedangkan
dari kalangan tabi’in bersumber dari Ka’bul Ahbar, Sa’id ibnu Jubair. Qatadah,
Masruq, Ikrimah, Ata. Muqatil. Az-Zuhri, dan As-Saddi. Al-Bagawi mengatakan
bahwa hal ini dikatakan oleh salah satu di antara dua riwayat yang bersumber
dari Ibnu Abbas. Dan telah disebutkan mengenai masalah ini dalam sebuah hadis
yang seandainya hadis tersebut terbukti kesahihannya, tentulah kita mau
mengatakannya dengan penuh kepercayaan, tetapi sayangnya sanad hadis tersebut
tidak sahih.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan
kepada kami Zaid ibnu Habbab, dari Al-Hasan ibnu Dinar, dari Ali ibnu Zaid ibnu
Jad’an, dari Al-Hasan, dari Al-Ahnaf ibnu Qais, dari Al-Abbas ibnu Abdul
Muttalib, dari Nabi Sallallahu ‘alaihi wassalm. dalam suatu hadis yang di
dalamnya disebutkan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq.Akan tetapi, di
dalam sanad hadis di atas terdapat dua perawi yang daif, yaitu Al-Hasan ibnu Dinar Al-Basri
berpredikatmatruk, dan Ali
ibnu Zaid ibnu Jad’an hadisnya munkar (tidak dapat diterima).
Ibnu
Abu Hatim telah meriwayatkannya dari ayahnya, dari Muslim ibnu Ibrahim, dari
Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad’an dengan sanad yang sama
secara marfu’. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan
bahwa Mubarak ibnu Fudalah telah meriwayatkannya dari Al-Hasan, dari Al-Ahnaf,
dari Al-Abbas. Dan sanad riwayat ini lebih sahih ketimbang yang sebelumnya,
hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Dasar-Dasar yang menyebutkan
bahwa anak yang disembelih itu adalah Nabi Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ predikatnya sahih dan dapat
dijadikan sebagai pegangan Berdasarkan Kitab Ibnu Katsir
Di
atas telah disebutkan suatu riwayat dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dia adalah Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui,
Sa’id ibnu Jubair, Amir Asy-Sya’bi, Yusuf ibnu Mahran, Mujahid, dan Ata serta
lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa anak yang disembelih itu adalah Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, .telah menceritakan
kepadaku Amr ibnu Qais, dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Ibnu Abbas, bahwa anak
yang dikurbankan itu adalah Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Dan orang-orang Yahudi mengira bahwa dia
adalah Ishaq عَلَيْهِ السَلاَمُ, orang-orang Yahudi itu telah dusta. Israil telah meriwayatkan
dari Saur, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang telah mengatakan bahwa anak yang
disembelih adalah Ismail عَلَيْهِ السَلاَمُ.
Ibnu
AbuNajih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa dia adalahNabi Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Hal yang sama telah dikatakan oleh Yusuf
ibnu Mahran. Asy-Sya’bi mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Nabi
Ismail عَلَيْهِ السَلاَمُ. Dan ia pernah melihat sepasang tanduk gibasy itu di dalam
Ka’bah.Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Al-Hasan ibnu Dinar dan Amr
ibnu Ubaid, dari Al-Hasan Al-Basri; ia tidak pernah meragukan masalah ini bahwa
anak yang diperintahkan oleh Allah agar Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُmenyembelihnya di antara salah seorang
dari kedua anaknya adalah Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ.
Ibnu
Ishaq mengatakan, ia pernah mendengar Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi mengatakan
bahwa anak yang Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ
diperintahkan oleh Allah untuk
menyembelihnya di antara kedua putranya adalah Nabi Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Dan sesungguhnya kami benar-benar
menjumpai keterangan hal ini di dalam Kitabullah. Demikian itu ialah bahwa setelah
Allah selesai mengutarakan kisah anak
yang disembelih di antara kedua anak Ibrahim, lalu ia berfirman: Dan Kami beri dia kabar gembira
dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk
orang-orang yang saleh. (Ash-Shaffat:
112) Dan firman Allah :Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya’qub. (Hud: 71)
Yakni
dia akan mempunyai anak, dan anaknya itu akan mempunyai anak. Jadi tidak
mungkin Allah memerintahkan kepada Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ agar menyembelih Ishaq, sedangkan Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ telah dijanjikan akan mempunyai keturunan
sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah, Dengan demikian, tiada lain
putra yang Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ diperintahkan untuk menyembelihnya hanyalah Nabi Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ia mendengar
Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi sering mengatakan hal ini.
Ibnu
Ishaq telah meriwayatkan dari Buraidah ibnu Sufyan Al-Aslami, dari Muhammad
ibnu Ka’b Al-Qurazi, bahwa ia pernah menceritakan hal ini kepada Umar ibnu
Abdul Aziz yang saat itu menjabat sebagai khalifah karena saat itu Muhammad
ibnu Ka’b ada bersamanya di negeri Syam Lalu Umar ibnu Abdul Aziz berkata,
“Sesungguhnya berita ini merupakan suatu berita yang belum pernah saya
perhatikan, dan sesungguhnya aku hanya berpendapat seperti apa yang engkau
katakan.”
Selanjutnya
Umar ibnu Abdul Aziz memanggil seorang lelaki Yahudi yang ada di negeri Syam
yang telah masuk Islam dan berbuat baik dalam Islamnya. Dahulu lelaki itu
termasuk salah seorang dari ulama mereka (Yahudi); Lalu Khalifah Umar ibnu
Abdul Aziz bertanya kepadanya, “Manakah di antara kedua putra Ibrahim yang
diperintahkan agar disembelih?” Saat itu Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi
berada di samping Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz. Lelaki itu menjawab,
“Demi Allah, hai Amirul Mu-minin, sesungguhnya orang-orang Yahudi
benar-benar mengetahui hal tersebut, tetapi mereka dengki terhadap kalian
bangsa Arab bila bapak moyang kalian yang disebutkan dalam perintah Allah dan
keutamaan yang dimilikinya saat menghadapi perintah Allah berkat kesabarannya.
Mereka berbalik mengingkari hal tersebut dan menduganya bahwa yang disembelih
itu adalah Nabi Ishaq عَلَيْهِ السَلاَم
karena Ishaq
عَلَيْهِ السَلاَمُadalah
bapak moyang mereka. Hanya Allah Yang lebih mengetahui mana yang sebenarnya,
yang jelas Nabi Ishaq عَلَيْهِ السَلاَمُ
adalah seorang yang taat kepada Allah
“
Abdullah
putra Imam Ahmad ibnu Hambal rahimahullah mengatakan bahwa ia pernah
bertanya kepada ayahnya tentang anak yang disembelih itu, Nabi Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ ataukah Nabi Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Maka Imam Ahmad menjawab bahwa putra yang
disembelih itu adalah Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Ia menyebutkan hal ini di dalam Kitabuz Zuhud-nya. Ibnu Abu
Hatim mengatakan, ia pernah mendengar ayahnya mengatakan bahwa anak yang
disembelih itu yang benar adalah Nabi Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ.
Telah
diriwayatkan dari Ali, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abut Tufail, Sa’id ibnul
Musayyab, Sa’id ibnu Jubair, Al-Hasan, Mujahid, Asy-Sya’bi, Muhammad ibnu Ka’b
Al-Qurazi, dan Abu Ja’far alias Muhammad ibnu Ali serta Abu Saleh, bahwa mereka
telah mengatakan anak yang disembelih itu adalah Nabi Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ.
Al-Bagawi
di dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa pendapat yang sama dikatakan oleh
Abdullah ibnu Umar, Sa’id ibnul Musayyab, As-Saddi, Al-Hasan Al-Basri, Mujahid,
Ar-Rabi’ ibnu Anas, Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi, dan Al-Kalbi, juga menurut
suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas, dan pendapat yang sama
diriwayatkan pula dari Abu Amr ibnul Ala.
Sehubungan
dengan hal ini Ibnu Jarir telah meriwayatkan sebuah hadis yang garib. Dia mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Muhammad ibnu Ammar Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ismail
ibnu Ubaid ibnu Abu Karimah, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Abdur
Rahim Al-Khaltabi, dari Abdullah ibnu Muhammad Al-Atabi (salah seorang
putra Atabah ibnu Abu Sufyan), dari ayahnya, bahwa telah menceritakan kepadanya
Abdullah ibnu Sa’id, dari As-Sanabiji yang mengatakan, bahwa ketika kami berada
di tempat Mu’awiyah ibnu Abu Sufyan, orang-orang yang hadir membicarakan
tentang anak yang disembelih, apakah dia Nabi
Ismail ataukah nabi Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Lalu Mu’awiyah ibnu Abu Sufyan berkata,
“Kalian bertanya kepada orang yang tepat.”
Mu’awiyah
melanjutkan bahwa pada suatu hari ketika kami para sahabat berada di tempat
Rasulullah Sallallahu ‘alahi wa sallam , maka beliau kedatangan seorang lelaki
yang berkata kepadanya, “Wahai Rasulullah, berikanlah kepadaku sebagian
dari apa yang telah diberikan oleh Allah kepadamu sebagai harta fai’, wahai
putra kedua orang yang disembelih.”
Rasulullah
Salallahu Alahi Wasalam tersenyum mendengar hal itu. Lalu ada yang bertanya
(kepada Mu’awiyah), “Wahai Amirul Mu-minin, siapakah kedua orang yang
disembelih itu?” Maka Mu’awiyah menjawab, bahwa ketika Abdul Muttalib
diperintahkan untuk menggali (ulang) sumur zam-zam, ia bernazar kepada Allah,
bahwa jika segala sesuatunya dilancarkan oleh Allah dalam urusannya itu, dia
akan menyembelih salah seorang putranya. Mu’awiyah melanjutkan kisahnya, bahwa
ternyata setelah dilakukan undian (di antara anak-anaknya) pilihan jatuh kepada
Abdullah (ayahanda Nabi Sallallahu alaihi wasalam ). Tetapi paman-pamannya yang
dari pihak ibu melarangnya, dan mereka mengatakan, “Tebuslah anakmu ini
dengan seratus ekor unta.” Akhirnya Abdul Muttalib menebusnya dengan seratus
ekor unta. Dan orang kedua yang disembelih adalah Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ.
Hadis
ini garib sekali, dan Al-Umawi telah
meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Magazi-nya, telah menceritakan kepada kami
sebagian dari teman-teman kami, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu
Ubaid ibnu Abu Karimah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abdur Rahman
Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Muhammad Al-Atabi
(salah seorang anak Atabah ibnu Abu Sufyan), telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Sa’id, telah menceritakan kepada kami As-Sanabiji, bahwa ia
pernah menghadiri Majelis Mu’awiyah. Lalu kaum yang hadir membicarakan tentang
Ismail عَلَيْهِ السَلاَمُ atau Ishaq عَلَيْهِ السَلاَمُ anak yang disembelih itu, kemudian disebutkan hal yang semisal.
Dan
sesungguhnya Ibnu Jarir melakukan suatu kekeliruan dengan memilih pendapat
yang mengatakan Zabih adalah Ishaq terhadap firman Allah Swt.: Maka Kami beri dia kabar gembira
dengan seorang anak yang sangat sabar. (Ash-Shaffat:
101). Ia menakwilkan bahwa kabar gembira ini adalah yang menyangkut kelahiran
Ishaq, padahal yang sebenarnya adalah firman Allah : dan mereka memberi kabar gembira
kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq). (Az-Zariyat: 28).
Dan
ia menjawab tentang berita gembira akan kelahiran Ya’qub عَلَيْهِ
السَلاَمُdari Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ , bahwa hal itu terjadi setelah dia
sampai pada usia sanggup berusaha (bekerja). Dan merupakan suatu hal yang tidak
mustahil bila Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ mempunyai anak lain selain Ya’qub عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Ibnu Jarir mengatakan, ‘Adapun mengenai
sepasang tanduk yang digantungkan di Ka’bah, bisa saja keduanya (Ibrahim dan
Ishaq) memindahkannya dari negeri Kan’an (ke Mekah).'” Ibnu Jarir
mengatakan pula bahwa di antara ulama ada yang berpendapat bahwa anak yang
disembelih itu adalah Ishaq عَلَيْهِ
السَلاَمُ, dan penyembelihannya dilakukan di Kan’an.
‘
Apa
yang dijadikan pegangan oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya ini bukan
merupakan suatu pendapat yang benar, bukan pula merupakan hal yang pasti.
Bahkan jauh sekali dari kebenaran, mengingat apa yang telah disimpulkan oleh
Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi yang mengatakan bahwa anak yang disembelih itu
adalah Ismail, merupakan pendapat yang lebih kuat dan lebih sahih serta lebih
terbukti kebenarannya; hanya Allah Yang
Maha Mengetahui.
Siapa
yang Disembelih Menurut Muhammad Husein Haekal ?
Mohammad Husain Haekal merupakan
salah satu Intelektual Muslim yang berpengaruh di dunia. Mohammad Husain Haekal
terkenal di timur dan barat setelah ia berhasil menyelesaikan buku berjudul “Hayatu Muhammad (Kehidupan
Muhammad). Mohammad Husain Haekal dilahirkan pada tanggal 30 Agustus 1888 di
desa Kafr Ghannam, wilayah Mesir Hilir. Haekal lahir dari keluarga yang berada,
terpandang dan berpengaruh.
Dalam karyanya “Hayatu Muhammad ﷺ”, Ia menyatakan bahwa beberapa
ahli sejarah berselisih pendapat tentang penyembelihan Nabi Ismail Alahi salam
serta kurban yang telah dipersembahkan Nabi Ibrahim Alahi salam. Apakah sebelum
kelahiran Nabi Ishaq Alahisalam atau sesudahnya ? Ahli sejarah Yahudi
berpendapat bahwa yang disembelih itu Nabi Ishaq Alahisalam bukan Nabi Ismail
Alahisalam. Dalam kitab Qisasul Anbiya’ karya Syaikh Abdul Wahab an-Najjar
berpendapat bahwa yang disembelih itu adalah Nabi Ismail Alahisalam. Argumen
ini diambil dari kitab Taurat sendiri.
Karena pada saat itu
Ismail Alahisalam adalah putera satu-satunya Nabi Ibrahim Alahisalam sebelum
Nabi Ishaq عَلَيْهِ السَلاَمُ
lahir. Dalam menafsirkan peristiwa di Q.S 37 : 103-104, Abdullah Yusuf Ali
dalam karyanya “The Holy Qur’an” menyebutkan bahwa versi Islam mungkin dapat
dibandingkan dengan versi Yahudi dan versi Kristen menurut Injil Perjanjian
Lama yang sekarang.
Untuk menganggungkan cabang keluarga yang lebih muda yakni
keturunan dari Nabi Ishaq alahisalam (leluhur bangsa Yahudi) sebagailawan
cabang yang lebih tua keturuanan Nabi Ismail alahisalam (leluhur bangsa Arab)
maka cerita turun menurun orang Yahudi ,menyebutkan bahwa sang kurban itu
adalah Nabi Ishaq (dalam Kitab Kejadian xxii, 1-18). Nabi Ishaq alahisalam lahir
ketika Nabi Ibrahim alahisalam berusia 100 tahun (dalam kitab Kejadian xxi.5)
sementara Nabi Ismail alahisalam lahir ketika Nabi Ibrahim berumur 86 tahun
(kitab kejadian xvi.16). Ini berarti Nabi Ismail alahisalam lebih tua 14 tahun
dibandingkan Nabi Ishaq alahisalam. Selama dalam umur 14 tahun itu, Nabi Ismail
alahisalam adalah anak satu-satunya Nabi Ibrahim alahisalam.
Dalam Injil Perjanjian Lama kitab Kejadian disebutkan bahwa :
Ambilah anakmu yang tunggal itu , yang engkau kasihi ke tanah Moria dan
persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu Gunung yang
akan Ku katakan padamu. Jadi jelas yand dikorbankan itu anak yang tunggal saat
itu yakni Nabi Ismail alahisalam bukan Nabi Ishaq. Tanah Moria sendiri tidak
jelas dimana namun orang-orang Ahli kitab menjadikan Moria di Yerusalem untuk
membenarkan Kitab Kejadian tersebut.