Seni merupakan media yang mempunyai peran penting dalam pelaksanaan kegiatan Dakwah, karena media tersebut memiliki daya tarik yang dapat mengesahkan hati setiap pendengar dan penonton.
Melalui kesenian tentunya tidak hanya hiburan belaka, namun orang menciptakan kesenian mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Bagi mereka yang menikmati suatu karya seni tentunya akan tergerak untuk menghayati apa yang sebenarnya misi yang terkandung di dalamnya. Misalnya Walisongo yang menjadikan seni sebagai media dalam berdakwah.
Di Kalangan masyarakat Jawa, sebutan Walisongo merupakan sebuah nama yang sangat terkenal dan mempunyai arti khusus, yakni digunakan untuk menyebut nama-nama tokoh yang dipandang sebagai mula pertama penyiar agama Islam di Tanah Jawa.
Kata Walisongo merupakan sebuah perkataan majemuk yang berasal dari kata wali dan songo. Kata wali berasal dari bahasa Arab, suatu bentuk singkatan dari Waliyullah, yang berarti “orang yang mencintai dan dicintai Allah”. – Sedangkan kata songo berasal dari bahasa Jawa yang berarti sembilan.
Jadi, dengan demikian, Walisongo berarti wali sembilan, yakni sembilan orang yang mencintai dan dicintai Allah. Mereka dipandang sebagai ketua kelompok dari sejumlah besar mubalig Islam yang bertugas mengadakan dakwah Islam di daerah-daerah yang belum memeluk agama Islam di Jawa. (Sofwan, 2000).
Tentang siapa-siapa yang termasuk dalam kelompok Walisongo itu, di kalangan masyarakat Jawa tidak terjumpai kesatuan pendapat. Umumnya orang berpendapat bahwa yang termasuk kelompok Walisongo adalah sebagai berikut:
Syekh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel (Raden Rahmat), Sunan Giri (Raden Paku), Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), Sunan Bonang (Makdum Ibrahim), Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus (Ja’far Shadig), dan Sunan Muria (Raden Prawata).
Metode pengembangan dan penyiaran Islam yang ditempuh para wali sangat mengutamakan hikmah kebijaksanaan. Mendekatkan rakyat dan penguasa secara langsung dengan menunjukkan kebaikan ajaran Islam, memberikan contoh budi pekerti yang luhur dalam kehidupan sehari-hari serta menyesuaikan situasi dan kondisi masyarakat setempat.
Sehingga tidak sedikitpun tergores kesan bahwa Islam dikembangkan oleh para wali dengan jalan kekerasan dan paksaan, tetapi sebaliknya masyarakat tertarik karena ketinggian pribadi, dan memandang para wali itu sebagai suri teladan dalam segala aspek hidup dan kehidupan.
Dalam agama Islam seni bukanlah masuk kedalam wilayah agama, akan tetapi masuk kedalam wilayah kebudayaan, sebab seni merupakan hasil karya cipta manusia untuk menjelmakan rasa indah dalam hati untuk dinikmati orang, Islam membolehkan penganutnya untuk berseni, selama di dalam berseni itu tidak membawa ke arah yang menyesatkan atau dilarang oleh syari’at agama.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dan dakwah amar ma`ruf nahi munkar banyak melaksanakan gerakan dakwahnya dengan seni dan budaya. Bahkan K.H Ahmad Dahlan sebagai founding father menggunakan seni dalam dakwahnya, walau pada saat itu pun mendapatkan banyak penolakan bahkan hujatan, sampai diberi label sebagai kyai kafir, terlebih yang digunakan adalah alat musik yang dibuat dan biasa dipakai oleh orang belanda yang nota bene mayoritas beragama non muslim.
Dakwah kultural adalah istilah yang sering dipakai di kalangan muhammadiyah, ketika mengkaji tentang metode dakwah dengan pendekatan seni dan budaya. Banyak tokoh muhammadiyah yang mengkaji dan menganalisis tentang epektivitas dakwah melalui pendekatan seni dan budaya.
Tetapi kajiannya baru sebatas teori dan sedikit yang bersifat praktis, sehingga persepsi dan mindset masyarakat tentang berkesenian dan berbudaya dibangun atas dasar pengalaman dan realita seni dan budaya yang muncul dan familiar mengikuti trend dan preferensi masyarakat yang sering berubah dan mengabaikan nilai demi sebuah rating.
Baru-baru ini Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengadakan musikalisasi puisi dengan tema, “malam gembira puisi merdeka” yang diadakan di Auditorium KH Ahmad Dahlan gedung pusat Muhammadiyah Menteng.
Acara ini dihadiri langsung oleh Sekertaris umum PP Muhammadiyah, Bapak Prof Abdul Mu’ti, Menko PMK sekaligus Ketua Muhammadiyah, Prof Muhajir Effendi, Para Rektor Universitas Muhammadiyah di Jakarta, para Seniman Muhammadiyah, dan masih banyak tokoh lain.
Bagi penulis hal ini merupakan jawaban bahwa seni dan budaya harus dijadikan sarana yang epektif dalam menjalankan dakwah amar ma`ruf nahi munkar dewasa ini, dimana keterbukaan informasi, kecanggihan teknologi, serta kuatnya pengaruh hasil seni dan budaya, harus digunakan untuk mendorong ke arah yang lebih baik.
Oleh : Abdul Wahid (Bendahara DPP IMM)