Sekilas Tentang Konflik Agama Aceh Singkil 2015
Penulis: Anisa Dwi Okta Vinanda
Program Studi, Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negri (UIN) Sunan Ampel Surabaya
Abstrak
Dalam konteks keragaman agama di Indonesia, menjaga kerukunan antar umat beragama menjadi suatu keharusan yang sangat penting. Sebuah studi tentang penyelesaian konflik agama di Aceh Singkil menyoroti dua isu utama. Pertama, bagaimana interaksi antara umat Islam dan Kristen di Aceh Singkil? Kedua, strategi apa yang dapat diterapkan untuk membangun hubungan harmonis antara umat Islam dan Kristen di daerah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan dalam dinamika hubungan antar umat beragama di Aceh Singkil, yang menekankan pentingnya menjaga keyakinan masing-masing tanpa merendahkan agama lain. Menurut Adian Husaini, untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara umat Islam dan Kristen di Indonesia, penting bagi kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan keyakinan mereka dengan jujur tanpa merendahkan agama lain atau mencoba menyamakan semua kepercayaan.
Kata Kunci: Islam dan Kristen; Aceh Singkil; Dialog; Konflik.
Pendahuluan
Konflik merupakan bagian integral dari kehidupan manusia dan evolusinya, sering kali timbul akibat perbedaan dalam berbagai aspek seperti jenis kelamin, strata sosial, ekonomi, sistem hukum, bangsa, agama, suku, kepercayaan, aliran politik, dan budaya. Perbedaan ini telah menjadi pemicu konflik sepanjang sejarah manusia, dan selama keragaman tersebut masih ada, konflik tidak dapat dihindari. Sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indonesia memiliki kewajiban moral dan hukum untuk menghormati serta melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang disahkan oleh PBB, serta berbagai instrumen internasional lainnya yang terkait dengan hak asasi manusia dan diakui oleh negara Indonesia. Penelitian ini difokuskan pada konflik keagamaan di Aceh Singkil, sebuah wilayah yang terkenal dengan warisan budaya dan ke-Islamannya yang kuat, yang sering disebut sebagai “serambi Mekah”.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menghasilkan deskripsi data melalui kata-kata tertulis atau lisan dari observasi individu dan perilaku yang diamati. Metode penelitian digunakan sebagai pendekatan untuk memahami atau menyelesaikan masalah yang ada. Dalam penelitian ini, metode deskriptif analitis digunakan untuk mengamati peristiwa yang sedang berlangsung dan terkait dengan kondisi saat ini.
Metode pengumpulan data disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu melalui Studi Pustaka. Pendekatan ini melibatkan pengumpulan literatur seperti buku, majalah, dan brosur yang berkaitan dengan topik penelitian. Melalui studi pustaka, peneliti dapat memperoleh informasi mengenai teknik-teknik penelitian yang dibutuhkan, sehingga dapat menghindari duplikasi dalam penelitian mereka.
Hasil dan Pembahasan
Pada tanggal 13 Oktober 2015, terjadi insiden di Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, Indonesia, di mana satu gereja diserang, satu orang tewas, dan empat orang terluka. Serangan tersebut melibatkan sekitar 600 orang. Akibat kejadian tersebut, sekitar 1.900 orang Kristen Aceh mengungsi ke Sumatera Utara dan tinggal sementara di beberapa desa di wilayah tersebut. Serangan ini dipicu oleh penyerangan terhadap rumah ibadah sebagai bentuk protes terhadap keberadaan 21 gereja yang tidak memiliki izin resmi.
Meskipun awalnya telah ada dialog antara warga yang mendukung pembongkaran gereja dengan pihak pemerintah daerah dan kesepakatan untuk membongkar gereja tanpa izin pada tanggal 19 Oktober 2015, sebagian warga setempat tidak puas dengan hasil dialog tersebut. Mereka merasa bahwa pihak yang terlibat dalam dialog tidak mewakili pendapat warga yang menolak keberadaan rumah ibadah tanpa izin, dan menganggap pelaku pembakaran gereja sebagai orang-orang yang terlibat dalam dialog tersebut.
Konflik ini berkaitan dengan al-quran surat al-baqarah ayat 256 yaitu:
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dari kutipan di atas, dapat dipahami bahwa dalam Islam tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Islam mengajarkan bahwa kebenaran akan terlihat tanpa paksaan atau permusuhan. Ajaran Islam menekankan perdamaian, toleransi, dan penyebaran dakwah agama dengan cara yang bijaksana dan baik.
Penting dicatat bahwa dalam Islam tidak diperbolehkan memaksa orang untuk menerima agama. Tugas umat Islam adalah menyampaikan ajaran Allah dengan cara yang baik, bijaksana, dan penuh nasihat, sehingga individu dapat memilih masuk Islam dengan kesadaran dan keinginan mereka sendiri. Jika setelah disampaikan dengan baik mereka tetap tidak beriman, itu menjadi urusan Allah, bukan manusia untuk memaksa mereka.
Ayat lain dalam Al-Qur’an menegaskan bahwa tidak boleh memaksa orang untuk beriman. Iman adalah keyakinan dalam hati yang tidak dapat dipaksakan. Setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih iman atau kekafiran setelah ajaran Islam disampaikan kepada mereka. Islam menekankan etika dakwah yang menghormati kebebasan individu dalam memilih keyakinan.
Pernyataan bahwa Islam menyebar dengan kekerasan adalah fitnah semata. Umat Islam di Mekah sebelum hijrah ke Medinah melaksanakan ibadah secara rahasia. Islam menegaskan bahwa tidak ada pemaksaan dalam beragama, bahkan setelah umat Islam memiliki kekuatan. Peperangan dilakukan sebagai upaya beladiri untuk melawan serangan dan menjaga kebebasan beragama serta hak asasi manusia.
Di wilayah yang dikuasai oleh umat Muslim, individu yang belum memeluk Islam diberikan kebebasan untuk memilih. Jika mereka memilih untuk tetap dalam agama asal, mereka diwajibkan membayar “jizyah” sebagai bentuk pajak yang memberikan perlindungan. Keselamatan mereka dijamin, selama mereka tidak merugikan Islam dan umatnya.
Ini menunjukkan bahwa umat Islam tidak menggunakan paksaan dan tetap menghormati kebebasan beragama, bahkan terhadap minoritas. Sejarah menunjukkan betapa sulitnya kondisi umat Islam saat menjadi minoritas di suatu negara.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang yang beriman kepada Allah dengan tulus telah menemukan pegangan yang kuat. Iman sejati adalah keyakinan dalam hati, diucapkan dengan kata-kata, dan diwujudkan dalam perbuatan. Allah senantiasa mengetahui iman, perkataan, dan perbuatan seseorang, dan balasan dari amal seseorang akan sesuai dengan keyakinan dan perbuatan mereka.
Kesimpulan
Konflik di Aceh Singkil dipicu oleh kurangnya toleransi. Konflik ini terkait dengan prinsip dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 256 yang menegaskan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama Islam, dan bahwa kita tidak boleh memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam. Di negara kesatuan Republik Indonesia yang beragam agama dan kepercayaan, penting untuk meningkatkan saling menghargai dan menghormati antar umat beragama.
Dari konflik tersebut, penting untuk meningkatkan toleransi agar kehidupan menjadi lebih damai. Islam mengajarkan untuk mengajak orang ke jalan Allah dengan bijaksana dan kata-kata yang baik, karena kebenaran Islam akan terlihat tanpa perlu paksaan atau permusuhan.
Inti dari semua konflik ini adalah kurangnya toleransi. Oleh karena itu, argumen penulis adalah untuk meningkatkan toleransi, karena semakin tinggi tingkat toleransi, semakin damai kehidupan. Sebagai Muslim, penting bagi kita untuk membuktikan bahwa Islam datang sebagai rahmat untuk seluruh alam.
Daftar Pustaka
Amal Nur Ngazis, Moh Nadlir (15 Oktober 2015). “Ketua MUI: Usut Rusuh Aceh Singkil, Jangan Pandang Bulu”. VIVA.co.id. Archived from the original on 2015-10-16. Diakses tanggal 15 Oktober 2015
Rochimawati, Syaefullah (15 Oktober 2015). “Pengungsian Warga Aceh Singkil Dijaga Ketat”. VIVA.co.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 Oktober 2015. Diakses tanggal 15 Oktober 2015.
Fabian Januarius Kuwado (13 Oktober 2015). “Kronologi Bentrok Massa di Aceh Singkil Versi Kapolri”. Kompas.com. Archived from the original on 2015-10-16. Diakses tanggal 17 Oktober 2015.
Al qur’an, surat Al-Baqoroh ayat 256, DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, CV Toha Putra, Semarang, 1989, hlm.78.