Secara etimologi nama Muhammadiyah berasal dari kata
Muhammad yaitu nama Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan
diberi tambahan Yanisbah dan Ta Marbutah yang berarti Pengikut
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
KH. Ahmad Dahlan, pendiri Persyarikatan Muhammadiyah menegaskan bahwa Muhammadiyah bukanlah nama perempuan
melainkan berarti umat Muhammad pengikut Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
Wasallam.
Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah yang baru, yang
telah disesuaikan dengan undang-undang nomor 8 tahun 1985 dan hasil muktamar
Muhammadiyah ke-41 di Surakarta pada tanggal 7-11 Desember 1985, bab I pasal 1,
disebutkan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar makruf nahi
munkar yang berakidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Muhammadiyah, sebuah organisasi Islam terbesar
di Indonesia, didirikan KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah
(18 November 1912 M) di Yogyakarta.
Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi
yang telah menghembuskan jiwa pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia dan
bergerak di berbagai bidang kehidupan umat. Ada beberapa alasan yang
dikemukakan oleh kalangan Muhammadiyah yang menjadi faktor didirikannya
organisasi ini oleh KH. Ahmad Dahlan antara lain :
Pertama, KH. Ahmad Dahlan melihat bahwa umat Islam tidak memegang teguh Alquran dan Sunnah
dalam beramal sehingga tahayul dan syirik merajelela, akhlak masyarakat runtuh.
Akibatnya, amalan-amalan mereka merupakan campuran antara yang benar dan yang
salah.
Sebagaimana diketahui, orang-orang Indonesia sudah beragama Hindu
sebelum datangnya Islam. Menurut catatan sejarah, agama Hindu dibawa pertama
kali masuk Indonesia oleh pedagang-pedagang India sehingga pengaruhnya tidak
terlepas dari umat Islam.
Kedua, lembaga-lembaga
pendidikan agama yang ada pada waktu itu tidak efisien. Pesantren yang menjadi
lembaga pendidikan di kalangan bawah, pada masa itu dinilai tidak sesuai lagi
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.
Pada waktu itu pendidikan di
Indonesia telah terpecah menjadi dua yaitu pendidikan sekuler yang dikembangkan
oleh Belanda dan pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan agama Islam.
Akibatnya, terjadi jurang pemisah yang sangat
dalam antara golongan yang mendapat pendidikan sekuler dan golongan yang
mendapat pendidikan di pesantren. Ini mengakibatkan terpecahnya rasa
persaudaraan di kalangan umat Islam dan semakin melemahnya kekuatan umat Islam.
Ketiga, kemiskinan
menimpa rakyat Indonesia, terutama umat Islam yang sebagian besar adalah petani
dan buruh. Orang kaya hanya mementingkan dirinya sendiri dan bahkan ulama lupa
mengingatkan umatnya bahwa Islam mewajibkan zakat bagi si kaya sehingga hak-hak
orang miskin terabaikan.
Keempat, aktivitas
misi Katolik dan Protestan yang sudah giat beroperasi sejak awal abad ke-19 dan
bahkan sekolah-sekolah misi mendapat subsidi dari pemerintah Hindia Belanda.
Kelima, kebanyakan
umat Islam hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta
berpikir secara dogmatis. Kehidupan umat Islam masih diwarnai konservatisme,
formalisme dan tradisionalisme.
Melihat keadaan umat Islam yang sedemikian dan
didorong oleh pemahaman yang mendalam terhadap surah Al Imran ayat 104, KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharuan dan
mengajak umat Islam untuk kembali menjalankan syariat sesuai dengan tuntutan
Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Pada mulanya Muhammadiyah,
melakukan aktivitas-aktivitas sebagai berikut :
1. Membersihkan
Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan-kebiasaan yang non Islam. Hal
ini dilakukan dengan mempergiat dan memperdalam penyelidikan ilmu agama Islam
untuk mendapatkan kemurniannya memperteguh keimanan, menggembirakan dan
memperkuat ibadah, memilih tempat ibadah dan wakaf.
2. Mengadakan
reformulasi doktrin-doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern.
3. Mengadakan reformasi ajaran-ajaran dan pendidikan Islam. Pembaharuan Muhammadiyah terlihat
dari dua sisi ketika itu yaitu membersihkan pelajaran agama Islam di
sekolah-sekolah Belanda dan mendirikan sekolah-sekolah yang berbeda dengan
sistem pesantren.
Di sekolah ini, di samping pendidikan agama juga diberikan
pendidikan umum, tidak dilakukan
pemisahan antara murid laki-laki dan perempuan.
4. Mempertahankan
Islam dari pengaruh dan serangan-serangan dari luar. Untuk itu Muhammadiyah
berusaha membentengi para pemuda wanita, pelajar dan rakyat biasa dengan
menimbulkan kesadaran beragama mereka dan berusaha untuk memperbaiki kehidupan
dan penghidupan mereka sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
Keempat hal ini merupakan tujuan yang telah menjadi
aktivitas Muhammadiyah pada awal berdirinya. Tujuan ini dapat dilihat pada
Anggaran Dasar Muhammadiyah ketika diajukan permohonan pengesahan Perserikatan
Muhammadiyah pada tanggal 20 Desember 1912.
Di sana terlihat bahwa maksud dan
tujuan Muhammadiyah itu disusun secara sederhana dalam dua kalimat yaitu
memajukan serta menggembirakan pelajaran dan pengajaran agama Islam dalam
kalangan sekutu-sekutunya dan memajukan serta menggembirakan hidup sepanjang
kemauan agama Islam dalam kalangan-kalangan sekutunya.
Kedua rangkaian kalimat tersebut mengandung hati yang
sangat dalam yang dijabarkan dalam berbagai aktivitas Muhammadiyah ketika itu.
Sebagai badan hukum, Muhammadiyah baru diakui secara resmi oleh pemerintah
Hindia Belanda pada tanggal 22 Agustus 1914, dua tahun setelah KH. Ahmad Dahlan
mengajukan permohonannya.
Pengakuan pemerintah Hindia Belanda atas Muhammadiyah
tercantum dalam Gouvernement Besluit No. 81 (Surat Keputusan Hindia Belanda) tertanggal
22 Agustus 1914.
Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah, sejak
berdirinya sampai sekarang telah mengalami perubahan sebanyak enam kali.
Di
samping dimaksud untuk menyelesaikan gerak perjuangan yang telah dicapai
persyarikatan Muhammadiyah dengan program-program yang dihasilkan perubahan ini
juga disebabkan paling penting oleh penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan
berdasarkan keinginan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Penyesuaian-penyesuaian maksud dan tujuan Muhammadiyah
tersebut yaitu
1. Pada
awal berdirinya, maksud dan tujuan Muhammadiyah dirumuskan sebagai berikut
menyebarkan pengajaran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam kepada
penduduk Bumiputera di dalam Karesidenan Yogyakarta dan memajukan hal agama
Islam kepada anggota-anggotanya
2. Setelah
Muhammadiyah meluas ke daerah-daerah Yogyakarta dan setelah berdirinya beberapa
cabang di wilayah Indonesia disempurnakan menjadi : memajukan dan
menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia-Belanda.
3. Pada
masa pendudukan Jepang, sesuai dengan keinginan Jepang, rumusan maksud dan
tujuan Muhammadiyah berbunyi “Sesuai dengan kepercayaan untuk mendirikan
kemakmuran bersama seluruh Asia Timur Raya di bawah pimpinan Dai Nippon dan
memang diperintahkan oleh Tuhan Allah maka perkumpulan ini: Hendak menyiarkan agama Islam serta
melatihkan hidup yang selaras dengan tuntutannya, hendak melakukan pekerjaan
kebaikan umum, dan hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi
pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya, kesemuanya ini ditujukan untuk
berjasa mendidik masyarakat ramai”.
4. Setelah
masa kemerdekaan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun
1950, rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah diubah dan disempurnakan sehingga
lebih mendekati jiwa dan gelap yang sesungguhnya dari Muhammadiyah dan berbunyi:
“Maksud dan tujuan persyarikatan adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
5. Maksud
dan tujuan Muhammadiyah hasil Muktamar Muhammadiyah ke-34 pada tahun 1959
merupakan penyempurnaan dari maksud dan tujuan Muhammadiyah hasil Muktamar
Muhammadiyah ke-31 pada tahun 1950.
Penyempurnaan ini hanyalah mengubah dua
kata yaitu kata dapat mewujudkan diubah menjadi terwujud. Tujuan Muhammadiyah
hasil Muktamar Muhammadiyah ke-34 tahun 1959 tersebut adalah “Menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya”.
6. Setelah
keluarnya undang-undang nomor 8 tahun 1985 yang mewajibkan organisasi
kemasyarakatan mencantumkan satu asas yaitu Pancasila maka terjadilah perubahan
asas Muhammadiyah dari Islam menjadi Pancasila. Akibatnya, rumusan maksud dan
tujuan Muhammadiyah juga berubah.
Perubahan ini dihasilkan melalui Muktamar
Muhammadiyah ke-41 di Surakarta menjadi “Menegakan dan
menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan
makmur yang diridhoi Allah Subhanahu Wa Ta’ala”.
Tujuan Muhammadiyah sebagai
yang dikemukakan di atas menjadi titik tolak dalam merumuskan landasan ideal
atau landasan cita-cita Muhammadiyah yang disebut dengan “Keyakinan dan
cita-cita hidup Muhammadiyah”.
Dalam perjuangan dan pergerakannya di tengah-tengah
masyarakat di Indonesia , Muhammadiyah juga merumuskan kepribadiannya yang
berfungsi sebagai landasan, pedoman dan pegangan bagi gerak perjuangannya
menuju cita-cita terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Kepribadian
Muhammadiyah ini berasal dari pidato KH. Fakih Usman, seorang tokoh Muhammadiyah
pada tahun 1961 yang ia berjudul “Apakah Muhammadiyah itu ?”. Kepribadian Muhammadiyah tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Beramal
dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan;
2. Memperbanyak
kawan dan mengamalkan ukhuwah islamiyah;
3. Berlapang
dada dan berpandangan luas dengan memegang teguh ajaran Islam;
4. Bersifat
keagamaan dan kemasyarakatan;
5.Mengindahkan
segala hukum, undang-undang, dan peraturan serta dasar filsafat negara yang
sah;
6. Aktif
dalam perkembangan masyarakat dengan maksud “Islah” dan pembangunan sesuai
dengan ajaran Islam;
7. Membantu
pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memeliha dan membangun
negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur yang diridhai Allah dan
8. Bersifat
adil serta kolektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.
Hasil rumusan kepribadian
Muhammadiyah ini disahkan oleh sidang Tanwir Muhammadiyah yang diadakan pada
tanggal 25-28 Agustus 1962 dan dibawa ke dalam Muktamar Muhammadiyah ke-35
serta diterima sebagai pegangan organisasi Muhammadiyah dan sekaligus sebagai
ciri-ciri dan sifat Muhammadiyah.
Kemudian, rumusan matan
kepribadian Muhammadiyah Ini mendapat perubahan dan perbaikan oleh Pimpinan
Pusat Muhammadiyah atas kuasa sidang Tanwir tahun 1970 di Yogyakarta dan
disesuaikan dengan keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta.
Dalam
melaksanakan usaha-usaha di berbagai bidang kehidupan sebagai yang tercantum
dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah pasal 4 dan hasil penyesuaian dalam Muktamar
Muhammadiyah ke-40 tahun 1978 di Surabaya, Muhammadiyah berpedoman pada kitab
perjuangan yang terdiri atas dua pola yaitu Pola Dasar Perjuangan dan Program Dasar
Perjuangan.
Pola Dasar Perjuangan
Muhammadiyah terdiri atas :
1. Muhammadiyah
berjuang untuk mencapai atau mewujudkan suatu cita-cita dan keyakinan hidup
yang bersumber pada ajaran Islam;
2. Dakwah
Islam dan Amar ma’ruf nahi munkar dalam arti proporsi yang sebenar-benarnya
sebagaimana yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
adalah satu-satunya jalan untuk mencapai cita-cita dan keyakinan hidup
tersebut.
3. Dakwah
Islam dan amal ma’ruf nahi mungkar tersebut harus melalui dua saluan yang
secara serempak yaitu saluran politik kenegaraan dan saluran masyarakat;
4. Untuk
melakukan perjuangan dakwah islam Amar ma’ruf nahi munkar seperti yang
dimaksud di atas, dibuat alat-alatnya yang berupa organisasi, yaitu untuk
saluran atau bidang politik tenagaan dengan alat organisasi politik, untuk
saluran atau bidang masyarakat dengan alat organisasi non partai.
5. Muhammadiyah
sebagai organisasi memilih dan menempatkan diri sebagai gerakan Islam dan amal
ma’ruf nahi mungkar dalam bidang masyarakat. Sedangkan untuk alat perjuangan
dalam bidang kenegaraan, Muhammadiyah menyerahkannya kepada partai politik di
luar organisasi Muhammadiyah.
6. Muhammadiyah
harus menyadari bahwa partai tersebut adalah sasaran amar ma’ruf nahi mungkar;
7. Antara
Muhammadiyah dan Partai tidak ada hubungan organisatoris tetapi tetap mempunyai
hubungan kemasyarakatan;
8. Masing-masing
berdiri dan berjalan sendiri-sendiri menurut caranya sendiri-sendiri;
9. Pada
prinsipnya tidak dibenarkan adanya rangkap jabatan terutama jabatan pimpinan
antara keduanya demi tertibnya pekerjaan;
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam besar
di Indonesia saat ini telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Pertumbuhan
ini dimulai sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Di Sumatra Barat,
Muhammadiyah pertama kali didirikan di sungai Batang Maninjau oleh Dr. Abdul
Karim Amrullah pada tahun 1925.
Di Aceh pertama kali benih Muhammadiyah dibawa
oleh Djajasurakarta. Untuk Sumatra Timur, Muhammadiyah baru tumbuh pada tahun
1927 dibawa oleh orang-orang yang datang dari Tapanuli, Sumatra Barat dan Jawa.
Untuk daerah Kalimantan, Muhammadiyah masuk melalui
para saudagar yang datang ke sana. Perintis berdirinya Muhammadiyah di
Kalimantan adalah H Usman Amin yang berasal dari Alabio, hulu Sungai Utara.
Untuk daerah Sulawesi, Muhammadiyah dipelopori oleh haji Abdullah.
Pimpinan dalam Muhammadiyah juga bertingkat-tingkat mulai dari pimpinan pusat, pimpinan wilayah, pimpinan daerah, pimpinan cabang
dan pimpinan ranting. Susunan pimpinan ini bersifat vertikal.
Sedangkan secara
horizontal, pimpinan Muhammadiyah dalam seluruh tingkat bisa berwujud majelis
atau bagian. Pimpinan dalam segala tingkat struktur Muhammadiyah adalah
orang-orang yang telah memenuhi syarat sebagaimana yang tercantum dalam pasal 5
Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah yaitu telah menjadi anggota paling kurang
satu tahun, setia kepada asas, dan tujuan dan perjuangan perserikatan, taat
kepada garis kebijaksanaan pusat, mampu dan cakap menjalankan tugas, dapat
menjadi teladan yang baik bagi umat tidak merangkap pimpinan organisasi politik
dan lain sebagainya.
Adapun majelis, sebagai pembantu pimpinan persyarikatan
dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan bidangnya antara pusat, wilayah dan
daerah bisa berbeda. Artinya, ada majelis atau badan yang ditingkat pusat
diadakan sedangkan di bawahnya tidak perlu ada.
Hasil Muktamar Muhamadiyah ke-42 menyebutkan bahwa Majelis untuk tingkat pusat terdiri atas majelis Tarjih, Majelis Tabligh, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, Majelis Pendidikan Tinggi, Majelis Kebudayaan, Majelis Pustaka, Majelis Ekonomi, Majelis Wakaf dan lainnya.
Muktamar ke-43 di Aceh tahun 1995, Prof. Dr. M. Amien Rais terpilih untuk periode 1995-2000. Tapi karena ia mendirikan dan menjadi Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), ia digantikan oleh Prof. Dr. Buya Ahmad Syafii Maarif, hingga tahun 2000. Buya menjadi terpilih untuk periode berikut (2000-2005), di Muktamar Jakarta (2000).
Muktamar ke-46 dilaksanakan pada tahun 2010 di Yogyakarta. Muktamar yang bertajuk Muktamar 1 Abad tersebut menghasilkan pernyataan pikiran Muhammadiyah 1 Abad. Dalam Muktamar tersebut juga mulai dikenalkan gagasan Islam yang berkemajuan yang diusung oleh Muhammadiyah. Pada Muktamar ini Prof. Dr. Din Syamsuddin terpilih untuk periode yang kedua.
Muktamar ke-47 di Makassar pada tahun 2015 semakin menguatkan gagasan Islam yang berkemajuan. Dalam muktamar ini juga diusung beberapa gagasan diantaranya adalah dakwah komunitas.
Dakwah komunitas merupakan pengembangan lanjutan dari Gerakan Jamaah Dakwah Jamaah (GJDJ). Dalam Muktamar ke-47 terpilih Prof. Haedar Nashir sebagai Ketua Umum PP. Muhammadiyah.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memutuskan Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah digelar di Solo, Jawa Tengah. Rencananya, muktamar digelar selama tiga hari berturut, 18-20 November 2022. Sesuai dengan tradisi, seharusnya muktamar berlangsung pada 2020. Tapi, kasus pandemi kala itu sedang tinggi-tingginya sehingga Pimpinan Pusat Muhammadiyah memutuskan untuk menunda muktamar.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, bakal ada pemilihan Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2022-2027. Lebih lanjut, ia mengatakan, akan ada 5 agenda utama dalam Muktamar 2022 ini.
“Ada lima agenda utama Muktamar. Kesatu, laporan pertanggungjawaban PP Muhammadiyah 2015-2022. Kedua, program Kerja Muhammadiyah 2022-2027, dan ketiga Risalah Islam Berkemajuan,” kata Abdul Mu’ti Sabtu (2/7/2022).
Lalu, membahas isu-isu umat dan kemanusiaan global. Adapun muktamar adalah forum tertinggi pengambilan keputusan di Muhammadiyah. Forum ini digelar untuk memilih anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2022-2027 dan Ketum PP Muhammadiyah periode 2022-2027.
Tema muktamar tahun ini adalah “Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta”. Muhammadiyah berusaha berkhidmat memberikan pelayanan dan melaksanakan program yang bermanfaat bagi masyarakat, Muhammadiyah berusaha berperan lebih besar dalam memajukan Indonesia dan memperluas gerakan di ranah dunia,”.