KULIAHALISLAM.COM – Masjid Nabawi merupakan masjid yang
dibangun oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam bersama kaum Muslimin
di tengah kota Madinah. Pembangunannya dimulai pada bulan Rabiulawal tahun
pertama Hijriah (September 622 M).
Pada tahun ini Nabi Muhammad Shallallahu
alaihi wasallam bersama kaum Muslimin hijrah dari Mekah ke Madinah. Sesampai di
Madinah yang pertama sekali dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
adalah membangun masjid. Masjid inilah kemudian diberi nama Masjid Nabawi.
Dalam pembangunannya Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wasallam sendiri ikut serta bersama umat Islam secara gotong
royong. Waktu Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam bersama sahabatnya
sampai di kota Madinah, orang-orang Madinah (kaum Anshar) menawarkan tempat
tinggal untuk Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tetapi Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wasallam menolaknya. Lalu Nabi kembali menaiki Untanya untuk
melindungi kota Madinah dan penduduk Madinah menyaksikan kedatangan Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Ketika sampai di suatu tempat, unta
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam berhenti dan berlutut di depan rumah
Abu Ayyub, lalu Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam menanyakan siapa
pemilik tanah tersebut.
Lalu Ma’ad Arfa menjawab : “ Kepunyaan Shal dan
Suhail”. Keduanya anak yatim yang diasuh oleh Asas bin Zararah. Nabi
meminta kedua anak yatim itu menjualnya namun mereka menolaknya tetapi
memberikannya secara sukarela kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Nabi menolak pemberian itu, Nabi
menginginkan tanah itu harus dibeli. Akhirnya Nabi membeli tanah itu seharga
10 Dinar. Pembayarannya dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Siddiq. Di atas tanah
itu terdapat dua makam orang musyrik dan Nabi meminta agar makam orang musyrik
itu dipindahkan dan pohon kurma diatasnya diratakan. Peletakan batu pertama
dilakukan sendiri oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dengan memikul
sebuah batu yang agak besar dan didekapkan didadanya.
Saat membangun Masjid Nabawi, kaum
Muhajirin dan Anshar sangat bergairah dan semangat tinggi bekerja membantu Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Mereka bersahut-sahutan menyanyikan
kasidah. Seseorang mendahului : “ Jika kita duduk dan bekerja, itu perbuatan
menyesatkan dari kita”. Semua menyahut serentak : “ Tiada kehidupan
selain akhirat. Rahmatilah Anshardan Muhajirin”.
Mereka bekerja di bawah terik
Matahari hingga debu yang beterbangan melekat pada badan mereka yang basah
karena keringat. Ketika Rasulullah melihat ‘Ammar bin Yasir berjalan
sempoyongan berat mengangkut bata, beliau menghampirinya lalu dengan tangan
beliau sendiri membantunya sambil menyeka keringat ‘Ammar yang membasahi
seluruh mukanya. Melihat kegigihan ‘Ammar, Imam Ali bin Abu Thalib menyanyikan
kasidah : “ Tidak sama antara orang yang membangun Masjid, bekerja gigih
sendiri, membongkok dan duduk,dengan orang yang mengelak dari hamparan debu”.
Dalam kegiatan itu, Sayyidah Fatimah
ikut membantu pembangunan masjid itu dengan menghantarkan makanan dan minuman
dua kali sehari dari rumah Abu Ayub Al-Ansyariy. Luas bangunanya mencapai 70 x
60 Hasta, dindingnya terbuat dari batu bata mencapai ketinggian kira-kira17
Hasta, tiangnya terbuat dari pohon kurma dan atapnya dari pelepah kurma. Pada
bangunan pertama terdapat tiga pintu (Bab).
Pertama, Pintu Rahmat (Bab
ar-Rahmah), terletak di sebelah timur, pintu tempat Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wasallam masuk ke masjid dari tempat tinggalnya. Kedua,
Pintu Jibril (Bab Jibril), terletak di sebelah barat, pintu sebagai
penghormatan bagi Jibril, disebut juga Bab as-Salam (Pintu Selamat) dan
ketiga, sebuah pintu yang menghadap Baitulmakdis, ketika kiblat mengarah ke
sana. Pintu ini kemudian ditutup seiiring dengan pertukaran arah kiblat ke
Ka’bah di Masjidilharam pada tahun ke 11 H. Pintu ini terletak di bagian
selatan.
Karena mimbar diperlukan oleh Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wasallam untuk berkhotbah maka bersamaan dengan
pembangunan masjid, dibangun juga mimbar Nabi dari pohon kurma yang ditinggikan
sendikit dari lantai masjid. Tempat tinggal Nabi dibangun di samping masjid dan
di samping lain dibangun sebuah ruangan untuk kaum Muhajirin karena
meninggalkan harta mereka di Mekah waktu hijrah. Mereka ini dikenal dengan nama
Ahl as-Suffah (yang berbantalkan pelana kuda untuk tidur).
Setelah kembali dari Perang Khaibar
tahun 7 H, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam langsung memberi perintah
untuk memperluar masjid ke arah timur, barat dan utara. Seluruhnya mencapai
2.475 M”. Keadaan ini bertahan sampai pemerintahan Khaliah pertama yakni Abu
Bakar Ash-Siddiq. Baru pada tahun 17 H, pada masa Khalifah Umar bin Khattab,
Masjid Nabawi diperluas lagi ke arah depan atau bagian selatan dan juga ke
bagian barat dan utara sehingga luasnya mencapai 140 x 120 hasta dengan
penamabahan tiga buah pintu lagi, satu di bagian timur (Bab an-nisa =
Pintu Wanita) dan dua lagi di bagian utara.
Pada masa Khaliah Usman bin Affan
terjadi perbaikan terhadap Masjid Nabawi. Semua tiang pohon kurma diganti
menjadi batu, atapnya diganti dan terasnya diperluas lagi. Rumah tempat tinggal
istri-istri Nabi Muhammad dirombak menjadi ruangan masjid. Perbaikan
besar-besaran Masjid Nabawi dilkaukan pada masa Dinasti Bani Ummayah di Suriah.
Pembangunan menaranya diilhami oleh cara Bilal bin Rabah. Mihrab dibangun indah
oleh Qurra bin Syarik.
Pemakaian kubah pertama kali
dilakukan untuk Makam Maimunah binti Haris (istri terakhir Nabi Muhammad yang
wafat pada tahun 61 H/681 M. Dari sinilah model kubah berikutnya dibangun
seperti kubah yang besar yang kita lihat saat ini. Sejajar dibawahnya terletak
makam Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, Abu Bakar Ash-Siddiq dan
Umar bin Khattab. Perbaikan Masjid Nabawi dilakukan lagi pada masa Khalifah
Dinasti Abbasiyah pada tahun 161 H dan selesai tahun 165 H pada masa Kahlifah
Al-Mahdi.
Pada
tahun 654 H, Sultan Malik az-Zahir (disebut juga Baybars I) dari Dinasti
Mamluk, Mesir melakukan perbaikan terhadap atap masjid yang terbakar pada tahun
645 H/1247 M. Pada masa Dinasti Mamluk dilakukan lagi penamabahan sebuah
menara. Perbaikan tiang,atap dan menara masjid dilakukan pada tahun 879 H oleh
Sultan Asyraf Qaitbay (872-901 H/1468-1496 M) dari Mesir. Pada tahun 866 H
terjadi kebakaran besar yang menghabiskan bangunan Masjid Nabawi kecuali batu
makam Rasulullah. Atas perintah Sultan Asyraf Qaitbay, Masjid Nabawi diperbaiki
ulang sehingga Masjid Nabawi terlihat indah.
Pemasangan marmer dengan ukiran
warna keemasan dilakukan pada masa Sultan Salim II (1566-1574 M) dari Khilafah
Bani Usmaniyah di Turki pada tahun 980 H,sedangkan pembesaran kubah dan
pengecatatnya dengan warnah hijau dilaksanakan oleh Sultan Mahmmud II
(1808-1839 M) pada tahun 1233 H.
Pembangunan besar-besaran Masjid
Nabawi dilakukan oleh Sultan Abdul Majid (1839-1861) pada tahun 1265 H dan
selesai pada tahun 1277 H. Beberapa pelukis dari Istambul,Turki didatangkan
oleh Sultan untuk mengukir dinding, mihrab dengan lukisan cat keemasan ditambah
dengan tulisan Al-Qur’an dan Hadis yang indah di dinding Masjid Nabawi,
semuanya didanai Diansti Turki Usmaniy.
Luas Masjid Nabawi pada masa Dinasti
Turki Usmaniy mencapai 10.303 M’. Kemudian Kerajaan Saudi Arabia memperluas
Masjid Nabawi hingga mencapai 16.327 M’ dengan empat buah pintu yaitu Bab
as-Salam, Bab ar-Rahmah, Bab Majidi dan Bab an-Nisa
sedangkan tempat antara makam Rasulullah dan Mimbar disebut Taman Raudah (Raudah
al-Jannah). Pada masa Rsulullah dan al-Khulafa ar-rayidin, Masjid
Nabawi berfungsi sebagai pusat
peribadatan. Suffah yang dibangun Nabi untuk menampung kaum Muhajirin yang
kehabisan bekal pada waktu hijrah ke Madinah juga berungsi sebagai pelatihan
dan pendidikan yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
wasallam.
Suffah ini juga berfungsi sebagai
tempat membina para prajurit dan membicarakan strategi perang dengan melakukan
musyawarah dengan para sahabatnya. Terakhir, dengan penyebaran dan perkembangan
Islam ke seluruh dunia, Madinah dengan Masjid Nabawinya menjadi harum dengan
namanya Madinah al-Munawwarah (Menerangi dunia dengan ajaran Islam).
Perluasan Masjid Nabawi oleh
Kerajaan Saudi Arabia, dimulai era Raja Abdul Aziz ibn Sa’ud (1880-1953) dan
putranya Sa’ud bin Abdul Aziz (1902-1969). Pada masa Raja Faisal bin Abdul Aziz
(1906-1975) hingga Raja Fahd I, perluasan Masjid Nabawi terus
dilakukan. Putra Mahkota
Saudi Arabia menjalankan Proyek Rua
Al-Madinah yang akan membangun
500 unit hunian baru dan 80.000 kamar hotel, sehingga menambah kapasitas hotel
menjadi 240.000 tamu per hari. Selain itu, area sholat juga bakal
diperluas agar mampu menampung 200.000 jemaah per hari.
Rencana pengembang mencakup
pengembangan hotel, proyek komersial dan perumahan serta pusat warisan sejarah
dan museum untuk menambah karakter Madinah sebagai kota agama, budaya, dan
sejarah.Peluang investasi dan partisipasi sektor swasta juga akan diperluas
melalui pengembangan kemitraan strategis.Memperhatikan kesakralan Masjid
Nabawi, proyek ini akan menciptakan sistem pejalan kaki yang komprehensif yang
terpisah dari pergerakan kendaraan, serta meningkatkan stasiun transportasi
umum di ujung jalur pejalan kaki.
China Railway 18th Bureau Group
memenangkan kontrak proyek Rua Al-Madinah senilai $970 juta untuk membangun
terowongan sepanjang lima kilometer dalam kota dalam kurun waktu 42 bulan.
Kontraktor China akan bertanggung jawab utamanya untuk pembangunan jembatan
penyeberangan serta jaringan jalur bawah tanah.Didirikan pada Desember 2016,
Rua Al-Madinah Holding Company adalah perusahaan saham gabungan tertutup Arab
Saudi dengan satu pemegang saham yang diatur oleh undang-undang Kementerian
Perdagangan Arab Saudi dan dimiliki sepenuhnya oleh PIF, dana investasi milik
Kerajaan Arab Saudi. Peluasan Masjid Nabawi sayangnya banyak menghancurkan
situs sejarah peninggalan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan
sahabatnya.
Dari berbagai sumber