Gedung Biru SMAN 3 Jombang, yang kini menjadi tempat menimba ilmu generasi muda, menyimpan jejak sejarah panjang yang melintasi masa penjajahan Belanda, pendudukan Jepang hingga era kemerdekaan Indonesia. Gedung biru ini terletak di Jl. Dokter Sutomo No.27 Jombatan Kecamatan Jombang.
Gedung ini menjadi saksi bisu perkembangan zaman sekaligus dinamika pendidikan dan perjuangan bangsa. Bangunan ini dijuluki dengan gedung biru dan mempunyai slogan BASTYASAKA (Bareksa Satya Basari Jatmika) yang mencerminkan nilai-nilai luhur yang ingin dipegang oleh siswa dan guru di sana. Bangunan ini resmi berdiri resmi di era kolonial Belanda, namun diperkirakan didirikan sekitar tahun 1918 sebagai sekolah HIS (HollandschInlandsche School). HIS merupakan sekolah rendah setingkat dengan SD, pada waktu itu menggunakan bahasa lokal Hindia-Belanda sejak 1870 – 1918.
Bangunan ini dibangun cukup luas termasuk sebidang tanah lapang yang luasnya mendekati alun-alun yang berbentuk bundar sehingga sampai saat ini dikenal dengan sebutan lapangan bundar. Sekolah HIS ini diperuntukkan bagi golongan-golongan tertentu yaitu bagi golongan penduduk keturunan Indonesia asli, sehingga waktu itu disebut dengan sekolah Bumiputera Belanda.
Sekolah ini disediakan untuk anak-anak golongan bangsawan dan tokoh – tokoh terkemuka atau pegawai negeri saja. Tetapi sekolah ini bertahan selama 7 tahun hingga tahun 1942 menjelang invasi jepang ke Indonesia. Pasca invasi Jepang ke Indonesia bangunan tersebut dipergunakan untuk keperluan perang dan keperluan militer (tangsi, barak, militer ataupun rumah sakit).
Di masa penjajahan Jepang bangunan ini digunakan untuk keperluan rumah sakit militer Jepang, yang dibangun lorong – lorong yang menghubungkan bangunan sebagaimana seperti rumah sakit pada umumnya.
Bagungan ini bisa diselamatkan oleh tentara republik dan berhasil di perbaiki kembali ketika perang dunia ke II Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu maupun sipil pendudukan jepang yang dikuasai oleh Pemerintahan RI yang baru berdiri setelah 17 Agustus 1945.
Sebelum menyerah balatentara jepang sempat membumi menghanguskan rumah sakit militer yang menempati gedung bekas HIS Jombang tersebut. Setelah kemerdekaan, gedung ini perlahan diperbaiki dan kembali digunakan untuk keperluan pendidikan. Setelah mengalami perbaikan yang memadai, fasilitas bekas rumah sakit militer Jepang ini akhirnya difungsikan oleh Pemerintah RI sebagai gedung SGB ( Sekolah Guru Besar ) Jombang sampai pengakuan kedaulatan pada tahun 1949.
Dikarenakan suatu hal, menjelang tahun 1950-an, SGB Jombang dipindahkan ke Kota Nganjuk. Perubahan fungsi ini menandai dimulainya era baru bagi bangunan bersejarah ini. Kini, gedung yang dikenal dengan sebutan “Gedung Biru” menjadi bagian dari SMAN 3 Jombang. Gedung Biru SMAN 3 Jombang menunjukkan bahwa bangunan ini bukan sekadar fasilitas pendidikan, melainkan simbol perjuangan dan transformasi masyarakat Jombang dari masa kolonial hingga kemerdekaan.
Dengan mempertahankan bangunan bersejarah ini, kita tidak hanya melestarikan nilai-nilai arsitektur zaman dulu, tetapi juga menghormati perjuangan generasi terdahulu yang berjuang untuk pendidikan dan kemerdekaan bangsa. Gedung Biru tetap menjadi bagian penting dari wajah pendidikan Jombang, mencerminkan perpaduan antara sejarah, tradisi, dan semangat pembaharuan. Sebagai saksi bisu perjalanan panjang bangsa, gedung ini diharapkan terus menjadi tempat yang melahirkan generasi berprestasi, berkarakter, dan mampu membawa nilai-nilai luhur bangsa ke masa depan.
Transformasi fungsi gedung ini dari sekolah kolonial, rumah sakit militer Jepang Belanda, hingga menjadi tempat pendidikan modern membawa cerita sejarah yang erat kaitannya dengan kisah-kisah mistis yang hingga kini masih beredar. Ada salah satu pohon sawo dibelakang bangunan TU yang sampai sekarang tidak bisa diganggu dan tidak ada yang berani untuk menebangnya meskipun pohon sawo tersebut sudah mati, konon jika pohon itu ditebang penunggu pohon tersebut akan mengganggu kenyamanan warga sekolah saat ini.
Dan menurut Pak Dwi Sunanto yang biasa dipanggil Pak Totok salah satu guru yang sudah cukup lama mengajar disekolah tersebut, jika ada pohon yang ditebang akan ada siswa yang kesurupan bahkan ketika upacara hari senin pernah ada kesurupan masal sampai ruang UKS penuh anak kesurupan semua. Secara tidak terduka, siswa yang kesurupan itu dirasuki dengan berbagai macam jenis makhluk, ada yang berbahasa Jawa, bahasa Inggris bahkan berbahasa Belanda.
Padahal siswa-siswa tersebut sebelumnya tidak mengerti bahasa-bahasa itu sebelumnya, namun saat mereka kerasukan tiba-tiba mereka berbicara menggunakan bahasa Belanda. Tidak hanya menurut pak Totok saja, saya sendiri sebagai alumni sekolah SMAN 3 Jombang juga pernah melihat langsung kejadian tersebut dan dialami sendiri oleh teman saya ketika pelajaran dikelas tiba-tiba dia terdiam dan lari ke salah satu sumur sebelah barat dan hampir masuk ke sumur itu, sumur itu seperti magnet bagi siswa yang kesurupan. Sumur itu sendiri diyakini sebagai salah satu tempat yang menyimpan energi gaib, berkaitan dengan sejarah masa lampau gedung tersebut.
Dengan pengalaman tersebut warga sekolah sebelum menebang pohon sebagai bentuk penghormatan terhadap alam dan mencegah hal yang tidak di inginkan, warga sekolah melakukan sebuah ritual tumpengan. Dengan ritual tumpengan tersebut diharapkan tidak ada hal yang mengganggu siswa, karena berpengaruh pada pembelajaran di SMAN 3 Jombang dan belajar dengan lancer tanpa adanya gangguan.
Meskipun banyak cerita mistis yang beredar, gedung ini tetap menjadi bagian penting dari sejarah Jombang. Fungsi utamanya sebagai tempat pendidikan membawa semangat untuk melahirkan generasi yang cerdas dan berkarakter. Sampai sekarang gedung tersebut berfungsi dengan semestinya dan ada beberapa bangunan yang direnovasi.