Penulis: Siti Nafisatul Qurba*
Di era digital ini, media sosial telah menjadi ruang publik yang ramai dengan berbagai interaksi. Tak hanya untuk hiburan dan bersosialisasi, media sosial juga menjadi platform untuk diskusi dan perdebatan. Topik yang dibahaspun sangat beragam, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan agama.
Namun, kemudahan berdiskusi di media sosial terkadang diwarnai dengan perdebatan yang kurang sehat. Bahkan, tak jarang terjadi adu argumentasi yang justru menjauhkan dari tujuan awal, yaitu mencari kebenaran
Lantas, bagaimana seharusnya jadal Alqur’an dilakukan di era digital yang serba terbuka ini? Artikel berikut akan membahas tentang pentingnya menerapkan etika jadal Alqur’an dalam berdiskusi di media sosial.
Pengertian Jadal Alqur’an
Jadal, dalam konteks Alqur’an, merupakan suatu konsep yang menggambarkan perdebatan atau diskusi yang menggunakan argumentasi untuk menetapkan kebenaran. Istilah ini berasal dari kata “جدل” yang berarti “memintal, melilin” dalam bahasa Arab.
Jadal dalam Alqur’an adalah suatu bentuk berdebat atau bertukar pikiran dengan tujuan untuk mengungkapkan kebenaran dan memperkuat hujjah (argumentasi) atas keyakinan yang benar.
Jadi, jadal dalam Alqur’an adalah suatu bentuk diskusi atau perdebatan yang menggunakan argumen dan pembuktian untuk menegaskan kebenaran, serta mematahkan argumentasi orang yang menantangnya.
Ini merupakan bagian dari tabiat manusia yang cenderung berdebat dan menyanggah, namun Allah mengingatkan agar berdebat dengan cara yang baik dan bijaksana, serta menggunakan jadal untuk menguatkan hujjah atas kebenaran yang diterangkan.
Landasan Jadal dalam Alqur’an
Islam menganjurkan umatnya untuk senantiasa mencari ilmu dan kebenaran. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui diskusi dan perdebatan. Namun, dalam Islam, berdebat atau beradu argumen (jadal) tidak boleh dilakukan sembarangan.
Ada etika dan adab yang perlu diperhatikan agar jadal tersebut menjadi sarana yang efektif dan bermanfaat. Adapun ayat Al-Qur’an yang dijadikan landasan mengenai pentingnya berdiskusi dan berdebat dengan cara yang baik. Beberapa di antaranya:
QS. Al-Nahl [16]: 125
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Artinya: “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah) dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.”
Ayat ini memerintahkan untuk berdakwah dengan hikmah dan berdebat dengan cara yang baik.
QS. Al-Kahfi [18]: 54
وَكَانَ الْاِنْسَانُ اَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا …
Artinya: “Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak bantahannya.”
Allah SWT menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memang suka berdebat. Namun, potensi ini perlu diarahkan dengan baik agar berbuah positif.
Pendekatan Jadal Alqur’an
Metode jadal Alqur’an menawarkan pendekatan yang mudah dipahami dan efektif untuk berdebat. Berikut adalah ciri-cirinya:
- Menggunakan dalil dan bukti kuat: Jadal Alqur’an menggunakan dalil dari Alqur’an, hadis, dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mendukung argumen.
- Mudah dipahami: Bahasa yang digunakan dalam jadal Alqur’an sederhana dan mudah dipahami oleh semua orang, tanpa perlu menggunakan istilah-istilah rumit.
- Mengikuti fitrah jiwa manusia: Metode jadal Alqur’an sesuai dengan naluri manusia untuk mencari kebenaran dan keadilan.
- Menghindari bahasa rumit: Argumen disampaikan dengan cara yang lugas dan to the point, tanpa perlu penjelasan yang panjang dan berbelit-belit.
- Etika Jadal Alqur’an: Dalam berdebat, penting untuk menerapkan etika jadal Alqur’an agar tercipta diskusi yang konstruktif dan bermanfaat.
Berikut adalah beberapa etika penting:
Pertama, jadal harus dilakukan dengan niat yang baik, yaitu mencari kebenaran dan membantu orang lain memahami Islam, bukan untuk kepentingan pribadi atau menjatuhkan lawan bicara.
Kedua, penting untuk mempersiapkan diri dengan ilmu yang cukup sebelum berdebat, agar argumen yang disampaikan bisa didukung dengan dalil dan fakta yang kuat.
Ketiga, gunakan argumen yang logis dan berdasarkan pada Alqur’an, hadis, dan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan.
Keempat, dalam berdebat, tetaplah santun dan menghargai lawan bicara. Hindari kata-kata kasar, cemoohan, atau penghinaan dalam diskusi.
Kelima, fokuslah pada isi permasalahan yang dibahas, bukan menyerang pribadi lawan bicara.
Keenam, jika ternyata argumen lawan lebih kuat dan benar, bersikaplah lapang dada untuk mengakui kesalahan dan belajar dari hal tersebut.
Penerapan Etika Jadal Alqur’an di Media Sosial
Etika jadal Alqur’an juga penting untuk diterapkan dalam berdebat di media sosial. Berikut adalah beberapa prinsip yang perlu diperhatikan:
- Berbicara dengan bahasa yang sopan: Gunakan bahasa yang sopan dan santun dalam berkomunikasi di media sosial, hindari kata-kata kasar dan provokatif.
- Menghormati perbedaan pendapat: Hargai perbedaan pendapat dan hindari menyerang orang lain hanya karena mereka memiliki pendapat yang berbeda.
- Menggunakan argumentasi yang logis dan rasional: Gunakan argumen yang logis dan berdasarkan fakta dalam diskusi, hindari menyebarkan informasi yang tidak benar atau menyesatkan.
- Memilih topik yang bermanfaat: Pilihlah topik yang bermanfaat dan edukatif untuk dibahas di media sosial.
- Menjaga privasi orang lain: Jangan menyebarkan informasi pribadi orang lain tanpa izin.
- Melaporkan konten yang tidak pantas: Laporkan konten yang mengandung ujaran kebencian, SARA, atau konten yang tidak pantas lainnya.
Kesimpulan
Jadal atau berdebat tidak dilarang dalam Islam, namun harus dilakukan dengan etika yang baik untuk mencapai tujuan mencari kebenaran dan menyebarkan kebaikan. Dengan berdebat secara benar, umat Islam dapat lebih memahami ajaran agamanya dan ikut berkontribusi dalam menegakkan kebenaran di tengah masyarakat.
Selain itu, Jadal Alqur’an merupakan alat yang bermanfaat untuk memperkuat iman dan pengetahuan di era modern. Dengan memahami relevansi dan etika jadal Alqur’an, kita dapat berdialog dengan orang lain secara santun dan efektif, serta mempertahankan keyakinan dan menyebarkan kebenaran.
Pentingnya berdebat dengan cara yang santun dan berakhlak juga disorot, karena hal ini membuat diskusi lebih efektif dan bermanfaat. Dengan menerapkan etika jadal Alqur’an di media sosial, kita dapat membantu membangun citra Islam yang positif dan menarik orang lain untuk mempelajari Islam lebih lanjut.
Terakhir, Jadal Alqur’an bisa menjadi pedoman dalam berdebat di media sosial agar ruang digital menjadi lebih kondusif dan bermanfaat bagi semua orang. Dengan mengikuti prinsip-prinsip jadal Alqur’an, kita dapat menciptakan lingkungan online yang lebih baik.
*) Mahasiswa program studi Ilmu Alqur’an dan Tafsir di UIN Sunan Ampel Surabaya.
Editor: Adis Setiawan