Esai

Refleksi Kini: Ayat-ayat Kebaikan dan Balasan Kepada Manusia

25 Mins read

(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam)


KULIAHALISLAM.COM – Pahala yang Allah janjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh itu, bukanlah angan-anganmu yang kosong, wahai kaum musyrik atau kaum muslim yang belum memahami dan menghayati agama dengan benar, dan bukan pula angan-angan Ahli Kitab dari golongan Yahudi dan Nasrani, tetapi dicapai berkat karunia Allah yang dibagi-bagikan karena keberimanan dan amal saleh. Barang siapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu, cepat atau lambat, dan dia tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong yang dapat melindunginya dari azab Allah selain Allah.

Tidak ada keistimewaan bagi seseorang, kecuali dengan amal baktinya dan tidak mungkin ia luput dari azab Allah dan mustahil ia masuk surga semata-mata dengan mengatakan bahwa agama yang dianutnya adalah agama yang paling baik dan sempurna, serta nabi-nabi dan rasul-rasul yang mereka ikuti adalah yang paling tinggi derajatnya dalam pandangan Allah, seperti yang dikatakan Ahli Kitab itu. Hendaklah orang yang beriman mengerjakan amal yang saleh, melaksanakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya karena pahala itu diberikan Allah berdasarkan amal yang dilakukan dengan ikhlas, bukan berdasarkan perkataan dan angan-angan kosong. Allah mendatangkan agama bukan untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga dengan agama itu, tetapi agama didatangkan untuk diamalkan dan dilaksanakan.

Di antara sebab yang menimbulkan salah sangka dan angan-angan yang demikian, ialah karena kesalahan manusia dalam memahami agama atau mereka sengaja berbuat demikian agar dianggap lebih tinggi dari umat atau bangsa yang lain, karena Allah mengangkat nabi-nabi atau rasul-rasul dari bangsa-bangsa mereka. Dengan kemuliaan dan kemaksuman (terpelihara dari dosa) nabi-nabi dan rasul-rasul itu, mereka merasa telah mendapatkan kemuliaan dan terpelihara pula dari azab Allah. Karena itu menurut anggapan mereka, mereka akan masuk surga dan terlepas dari siksa neraka, tanpa melaksanakan perintah-perintah Allah dan menghentikan larangan-larangan-Nya.

Persangkaan dan angan-angan kosong yang demikian telah menjalar pula di kalangan kaum Muslimin, sebagaimana tersebut dalam ayat ini. Sikap yang demikian telah dinyatakan pula oleh Ahli Kitab, sebagaimana tersebut dalam ayat lain: Orang Yahudi dan Nasrani berkata, “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.”(al-Maidah/5:18). Dan mereka berkata, “Neraka tidak akan menyentuh kami, kecuali beberapa hari saja.”(al-Baqarah/2:80).

Setiap kejahatan yang dilakukan manusia, akan dibalas Allah, karena segala macam perbuatan baik atau buruk yang dilakukan oleh seseorang, tanggung jawabnya dipikul oleh orang yang mengerjakannya, tidak dipikul oleh orang lain. Karena itu orang yang benar-benar beriman hendaklah meneliti dan memperhitungkan setiap pekerjaan yang akan dikerjakannya, sehingga sesuai dengan petunjuk-petunjuk Allah.

Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Zuhair, bahwa pada waktu turunnya ayat ini Abu Bakar sangat memperhatikannya dan merasa khawatir. Maka beliau bertanya kepada Rasulullah saw, “Siapakah yang selamat berhubungan dengan ini ya Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab, “Apakah kamu tidak pernah susah, apakah kamu tidak pernah sakit, dan apakah malapetaka tidak pernah menimpamu?” Abu Bakar menjawab, “Pernah ya Rasulullah.” Rasulullah berkata, “Itulah dia (pembalasan dari kesalahanmu).”

Diriwayatkan pula oleh Muslim dari Abu Hurairah, ia berkata, “Tatkala turun ayat ini kaum Muslimin merasa berat dan sampailah kepada mereka apa yang dikehendaki Allah,” maka mereka mengadu kepada Rasulullah saw. Rasulullah menjawab, “Ambillah tempat olehmu dan saling mendekatlah, sesungguhnya setiap musibah yang menimpa manusia itu adalah sebagai tebusan (bagi perbuatannya) sampai kepada duri yang menusuknya dan musibah yang menimpanya.”

Dari hadis ini dapat dipahami bahwa segala musibah yang menimpa manusia baik kecil maupun besar, sedikit atau banyak adalah sebagai balasan dari kelalaian, kesalahan dan perbuatan buruk yang telah dilakukannya, karena mereka tidak lagi berjalan mengikuti sunatullah. Allah berfirman:

Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu). (asy-Syura/42:30).

Sebagian mufasir berpendapat bahwa musibah yang menimpa manusia di dunia ini tidak dapat menghapus azab di akhirat, kecuali bila yang ditimpa musibah itu berusaha menghapus kesalahan dan tindakan buruknya dengan amal yang saleh, dengan menguatkan imannya, dengan meninggalkan perbuatan jahat dan bertobat selama ia hidup di dunia. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

Orang-orang yang mengerjakan kejahatan pasti mendapat azab dari Allah dan ia tidak mempunyai penolong dan pelindung selain Allah untuk menghindarkan diri dari azab itu, dan setan yang menjanjikan perlindungan dan pertolongan itu tidak kuasa menenepati janjinya.

Dan barang siapa mengerjakan amal-amal kebajikan, yakni perbuatanperbuatan baik dan bermanfaat menurut Allah dan Rasul-Nya, baik pelakunya laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman dengan iman yang benar, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga sebagai anugerah Allah atas mereka dan mereka tidak dizalimi atau dikurangi sedikit pun dari amal saleh yang telah mereka lakukan.

Orang yang beramal saleh dan membersihkan dirinya sesuai dengan kesanggupannya, memperbaiki budi pekertinya, memperbaiki hubungannya dengan orang lain dalam pergaulannya di masyarakat dan orang yang tidak mau mengikuti tipu daya setan, Allah berjanji membalas kebaikan mereka dengan balasan yang sempurna dengan menyediakan surga bagi mereka, dan Allah tidak akan mengurangi pahala amalan mereka walau sedikit pun.

Ayat ini merupakan peringatan dan pelajaran bagi kaum Muslimin bahwa manusia tidak dapat menggantungkan harapan dan cita-citanya semata-mata kepada angan-angan dan khayalan belaka, tetapi hendaklah berdasarkan usaha dan perbuatan. Orang yang berbangga-bangga dengan keturunan dan bangsa mereka adalah orang yang sesat, tidak akan mencapai apa yang dicita-citakannya.

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas, tunduk, patuh, dan berserah diri kepada Allah secara total, sedang dia mengerjakan kebaikan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya dan mengikuti agama Ibrahim secara lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya, karena ia berada pada tingkat kecintaan yang paling tinggi dan ketaatan yang luar biasa terhadap Allah.

Tidak ada seorang pun yang lebih baik agamanya dari orang yang melakukan ketaatan dan ketundukannya kepada Allah, ia mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim.

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa ada tiga macam ukuran yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan ketinggian suatu agama dan keadaan pemeluknya, yaitu:

1. Menyerahkan diri hanya kepada Allah,

2. Berbuat kebaikan, dan

3. Mengikuti agama Ibrahim yang hanif.

Ayat-ayat Tentang
Kebaikan

Dan sampaikanlah kabar
gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk
mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap
kali mereka diberi rezeki buah-buahan dari surga, mereka berkata, “Inilah
rezeki yang diberikan kepada kami dahulu.” Mereka telah diberi
(buah-buahan) yang serupa. Dan di sana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan
yang suci. Mereka kekal di dalamnya.
(QS.
Al-Baqarah Ayat 25
)

Sesungguhnya orang-orang
yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Sabi’in,
siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan
melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut
pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.
(QS. Al-Baqarah Ayat 62)

81. Bukan demikian!
Barangsiapa berbuat keburukan, dan dosanya telah menenggelamkannya, maka mereka
itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. 82. Dan orang-orang yang
beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu penghuni surga. Mereka kekal di
dalamnya. 83. Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil,
“Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat-baiklah kepada kedua
orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah
yang baik kepada manusia, laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat.”
Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu,
dan kamu (masih menjadi) pembangkang. 84. Dan (ingatlah) ketika Kami
mengambil janji kamu, “Janganlah kamu menumpahkan darahmu (membunuh
orang), dan mengusir dirimu (saudara sebangsamu) dari kampung halamanmu.”
Kemudian kamu berikrar dan bersaksi. 85. Kemudian kamu (Bani Israil)
membunuh dirimu (sesamamu), dan mengusir segolongan dari kamu dari kampung halamannya.
Kamu saling membantu (menghadapi) mereka dalam kejahatan dan permusuhan. Dan
jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal kamu
dilarang mengusir mereka. Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab (Taurat)
dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas)
bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam
kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang
paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.(Qs.
Al-Baqarah ayat 81-85)

Dan barangsiapa berbuat
kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah,
niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan
barangsiapa berbuat dosa, maka sesungguhnya dia mengerjakannya untuk
(kesulitan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha
bijaksana. Dan barangsiapa berbuat kesalahan atau dosa, kemudian dia
tuduhkan kepada orang yang tidak bersalah, maka sungguh, dia telah memikul
suatu kebohongan dan dosa yang nyata. (QS. An-Nisa Ayat 110-112)

Dan orang yang beriman
dan mengerjakan amal kebajikan, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Dan janji Allah itu benar. Siapakah yang lebih benar perkataannya daripada
Allah?. (Pahala dari Allah) itu bukanlah angan-anganmu dan bukan (pula)
angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibalas
sesuai dengan kejahatan itu, dan dia tidak akan mendapatkan pelindung dan
penolong selain Allah. Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik
laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke
dalam surga dan mereka tidak dizhalimi sedikit pun. Dan siapakah yang
lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada
Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus?
Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya). Dan milik
Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan (pengetahuan)
Allah meliputi segala sesuatu.(QS. An-Nisa Ayat 122-126)

Barangsiapa mengerjakan
kebajikan maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa berbuat jahat
maka (dosanya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. Dan Tuhanmu sama sekali
tidak menzhalimi hamba-hamba(-Nya).
(QS.
Fussilat Ayat 46
)

Kamu akan melihat
orang-orang zhalim itu sangat ketakutan karena (kejahatan-kejahatan) yang telah
mereka lakukan, dan (azab) menimpa mereka. Dan orang-orang yang beriman dan
mengerjakan kebajikan (berada) di dalam taman-taman surga, mereka memperoleh
apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhan. Yang demikian itu adalah karunia yang
besar.(QS. Asy-Syura Ayat 22)

Barangsiapa mengerjakan
kebajikan maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa mengerjakan
kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmu kamu
dikembalikan.
(QS.
Al-Jatsiya Ayat 15
)

Tafsir Ayat dan Balasan Kebaikan Manusia

Dan jika demikian balasan
yang akan diterima oleh orang-orang kafir, maka tidak demikian halnya dengan
orang-orang yang beriman. Surga yang nyaman dan indah adalah tempat bagi
mereka. Sampaikanlah kabar gembira yang menenteramkan jiwa kepada orang-orang
yang beriman kepada Allah, Rasul, dan kitab-Nya tanpa keraguan sedikit pun, dan
berbuat amal-amal kebajikan, bahwa untuk mereka Allah menyediakan di sisi-Nya
surga-surga dengan kebun-kebun yang rindang dan berbuah, serta istana-istana
yang menjulang tinggi, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap kali
mereka diberi rezeki oleh Allah berupa buah-buahan dari surga, mereka berkata,
Inilah rezeki yang serupa dengan yang pernah diberikan kepada kami dahulu.
Mereka telah diberi buah-buahan yang serupa dari segi nama, bentuk, dan
jenisnya, meski rasa dan kelezatannya jauh berbeda. Dan di sana mereka juga
memperoleh pasangan-pasangan yang suci, tanpa cacat dan kekurangan sedikit pun.
Mereka kekal hidup di dalamnya untuk selama-lamanya, tidak akan pernah mati,
dan tidak akan pernah keluar darinya.

Allah swt memerintahkan
Nabi Muhammad saw agar menyampaikan “berita gembira” kepada
orang-orang yang beriman. Sifat-sifat berita gembira itu ialah berita yang
dapat menimbulkan kegembiraan dalam arti yang sebenarnya bagi orang-orang yang
menerima atau mendengar berita itu. “Berita gembira” hanya ditujukan
kepada mereka yang bekerja dan berusaha dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
tujuan yang digariskan oleh agama. Karena itulah Allah menyuruh Nabi Muhammad
menyampaikan berita gembira itu kepada mereka yang beriman dan berbuat baik.

Iman yang dihargai Allah
adalah iman yang hidup, yakni iman yang dibuktikan dengan amal kebajikan.
Sebaliknya, Allah tidak menghargai amal apabila tidak berdasarkan iman yang
benar.
“Amal” (perbuatan) ialah
mewujudkan suatu perbuatan atau pekerjaan, baik berupa perkataan, perbuatan
atau pun ikrar hati, tetapi yang biasa dipahami dari perkataan “amal”
ialah perbuatan anggota badan. Amal baik mewujudkan perbuatan yang baik seperti
yang telah ditentukan oleh agama.

Pada ayat di atas Allah
swt menyebut perkataan “beriman” dan “berbuat baik”, karena
“berbuat baik” itu adalah hasil daripada “iman”. Pada ayat
di atas ini juga disebut balasan yang akan diterima oleh orang-orang yang
beriman, yaitu surga dengan segala kenikmatan yang terdapat di dalamnya.

“Surga” menurut
bahasa berarti “taman” yang indah dengan tanam-tanaman yang beraneka
warna, menarik hati orang yang memandangnya. Yang dimaksud dengan
“surga” di sini tempat yang disediakan bagi orang yang beriman di
akhirat nanti.

Surga termasuk alam gaib,
tidak diketahui hakikatnya oleh manusia, hanya Allah saja yang mengetahuinya.
Yang perlu dipercaya adalah bahwa surga merupakan tempat yang penuh kenikmatan
jasmani dan rohani yang disediakan bagi orang yang beriman. Bentuk kenikmatan
itu tidak dapat dibandingkan dengan kenikmatan duniawi.

Ayat ini menunjukkan
betapa Allah Maha Pengampun lagi Maha Pemberi rahmat bagi semua manusia, karena
sesungguhnya orang-orang yang beriman, yaitu umat Nabi Muhammad, orang-orang
Yahudi yang merupakan umat Nabi Musa, orang-orang Nasrani yang merupakan umat
Nabi Isa, dan orang-orang Sabi’in, yaitu umat sebelum Nabi Muhammad yang
mengetahui adanya Tuhan Yang Maha Esa dan mempercayai adanya pengaruh
bintang-bintang, tentunya siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah
dan hari Akhir dengan sebenarbenar iman sebelum diutusnya Nabi Muhammad , dan
selalu melakukan kebajikan yang memberikan manfaat bagi yang lainnya, mereka
pasti akan mendapat pahala dari Tuhannya berupa surga, selain itu tidak ada
rasa takut pada mereka dalam menghadapi kehidupan di dunia maupun akhirat, dan
mereka tidak pula bersedih hati ketika menghadapi beragam cobaan.

Dalam ayat ini, Allah
menjelaskan bahwa tiap-tiap umat atau bangsa pada masa itu yang benar-benar
berpegang pada ajaran para nabi mereka serta beramal saleh akan memperoleh
ganjaran di sisi Allah, karena rahmat dan magfirah-Nya selalu terbuka untuk
seluruh hamba-hamba-Nya.

“Orang-orang
mukmin” dalam ayat ini ialah orang yang mengaku beriman kepada Muhammad
Rasulullah saw dan menerima segala yang diajarkan olehnya sebagai suatu
kebenaran dari sisi Allah. sabi’in ialah umat sebelum Nabi Muhammad saw yang
mengetahui adanya Tuhan Yang Maha Esa, dan mempercayai adanya pengaruh
bintang-bintang. Pengertian beriman ialah seperti yang dijelaskan Rasul saw
ketika Jibril a.s. menemuinya. Nabi berkata:
Agar
kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, hari Kiamat, dan kamu percaya qadar baik atau buruk. (Riwayat
Muslim dari ‘Umar r.a.).

Orang Yahudi ialah semua
orang yang memeluk agama Yahudi. Mereka dinamakan Yahudi karena kebanyakan
mereka dari keturunan Yahudi, salah seorang keturunan Yakub (Israil).
Orang-orang Nasrani ialah orang-orang yang menganut agama Nasrani. Kata Nasrani
diambil dari nama suatu daerah Nasirah (Nazareth) di Palestina, tempat Nabi Isa
dilahirkan. Siapa saja di antara ketiga golongan di atas yang hidup pada
zamannya, sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw dan benar-benar beragama menurut
agama mereka, membenarkan dengan sepenuh hati akan adanya Allah dan hari Kiamat,
mengamalkan segala tuntutan syariat agamanya, mereka mendapat pahala dari sisi
Allah. Sesudah kedatangan Nabi Muhammad saw, semua umat manusia diwajibkan
beriman kepadanya dan seluruh ajaran yang dibawanya, yakni dengan menganut
lslam
.

Sebenarnya tidak ada
janji dari Allah, bukan juga karena mereka tidak tahu. Sumber masalahnya adalah
sikap mereka yang memutarbalikkan ayat-ayat Allah. Bukan demikian, yang benar
adalah barang siapa berbuat keburukan, yaitu mempersekutukan Allah, dan dosanya
telah menenggelamkannya, yakni ia diliputi oleh dosanya sehingga seluruh
kehidupannya tidak mengandung sedikit pun kebaikan akibat ketiadaan iman kepada
Allah, maka mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. Sedangkan
orang-orang yang beriman dengan benar sebagaimana diajarkan nabi-nabi mereka
dan mengerjakan kebajikan sesuai tuntunan Allah dan Rasul, maka mereka itu
penghuni surga. Mereka juga kekal di dalam nya.

Pada ayat ini dengan
tegas Allah menyatakan tidak benar sama sekali apa yang mereka katakan itu.
Bahkan api akan membakar diri mereka dan orang-orang lain dalam waktu yang lama
sesuai dengan dosa mereka. Dosa di sini ialah dosa mempersekutukan Allah. Maka orang
yang mempersekutukan Allah dan orang-orang kafir kekal di dalam neraka.

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan dosa di sini ialah
kesalahan pada umumnya. Mereka berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kekal di
sini ialah mendekam dalam neraka dalam waktu yang lama sampai batas waktu yang
telah dikehendaki Allah. Orang yang berbuat maksiat dan mengerjakan dosa-dosa
besar, dia mendekam di dalam neraka beberapa lama waktunya, kemudian keluar
dari neraka, kapan Allah menghendakinya. Apabila manusia bertobat dengan jujur
atas segala macam dosa dan meninggalkan dengan sungguh-sungguh dosa-dosanya
itu, maka dirinya tidak akan diliputi oleh kesalahan-kesalahan dan jiwanya
tidak akan berkarat dengan kesalahan-kesalahan itu.

Sebenarnya tidak ada
janji dari Allah, bukan juga karena mereka tidak tahu. Sumber masalahnya adalah
sikap mereka yang memutarbalikkan ayat-ayat Allah. Bukan demikian, yang benar
adalah barang siapa berbuat keburukan, yaitu mempersekutukan Allah, dan dosanya
telah menenggelamkannya, yakni ia diliputi oleh dosanya sehingga seluruh
kehidupannya tidak mengandung sedikit pun kebaikan akibat ketiadaan iman kepada
Allah, maka mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. Sedangkan
orang-orang yang beriman dengan benar sebagaimana diajarkan nabi-nabi mereka
dan mengerjakan kebajikan sesuai tuntunan Allah dan Rasul, maka mereka itu
penghuni surga. Mereka juga kekal di dalam nya.

Ayat ini menjanjikan
kepada orang yang beramal saleh akan mendapat ganjaran berupa surga. Biasanya
ayat ancaman selalu diikuti dengan ayat janji baik (harapan). Faedahnya antara
lain sebagai berikut:

1. Untuk menunjukkan keadilan Ilahi. Bilamana
Allah menetapkan azab yang abadi bagi orang yang terus-menerus dalam kekafiran,
maka Allah juga menetapkan pahala abadi (surga) bagi mereka yang terus-menerus
dalam iman.

2. Bahwa janji baik (harapan) dan janji buruk
(ancaman) dari Allah itu menanamkan rasa harap dan cemas yang seimbang ke dalam
jiwa orang mukmin.

3. Bahwa Allah dengan janji baik-Nya
menunjukkan kesempurnaan rahmat-Nya dan dengan ancaman-Nya Allah menunjukkan
kesempurnaan keadilan-Nya.

Semua orang yang
membenarkan Allah dan Rasul-Nya dan beriman kepada hari akhirat serta
mengerjakan perbuatan baik, menunaikan kewajiban-kewajiban dan menjauhkan diri
dari maksiat, mereka itulah yang pantas masuk surga sebagai balasan yang
setimpal terhadap ketundukan mereka kepada Allah dan keikhlasan mereka
kepada-Nya, baik secara rahasia maupun nyata. Di dalam ayat ini jelas terbukti bahwa
masuk surga itu dikaitkan dengan iman yang benar dan amal saleh seperti
tersebut di dalam hadis:
“Bahwa
Nabi saw bersabda kepada Sufyan bin Abdillah as-saqafi, tatkala Sufyan bertanya
kepada Rasul, “Ya Rasulullah, terangkanlah kepadaku mengenai Islam, suatu
petunjuk yang tidak perlu lagi saya bertanya tentang hal itu kepada orang
lain”. Nabi menjawab, “Katakanlah, saya beriman kepada Allah,
kemudian istiqamahlah kamu”.(Riwayat Muslim dari Sufyan bin ‘Abdillah
as-tsaqafi)

Ingatlah dan renungkanlah
keadaan mereka ketika Kami, melalui rasul Kami, mengambil janji dari Bani
Israil yaitu bahwa, “Janganlah kamu menyembah sesuatu pun dan dalam bentuk
apa pun selain Allah Yang Maha Esa, dan berbuat baiklah dalam kehidupan dunia
ini kepada kedua orang tua dengan kebaikan yang sempurna, walaupun mereka
kafir; demikian juga kepada kerabat, yaitu mereka yang mempunyai hubungan
dengan kedua orang tua, serta kepada anak-anak yatim yakni mereka yang belum
balig sedang ayahnya telah wafat, dan juga kepada orang-orang miskin, yaitu
mereka yang membutuhkan uluran tangan. Dan bertuturkatalah yang baik kepada
manusia seluruhnya tanpa kecuali.” Setelah memerintahkan hal-hal yang
dapat memperkuat hubungan kekeluargaan dan hubungan sosial lainnya, Allah
menyusulinya dengan sesuatu yang terpenting dalam hubungan dengan Allah,”
Laksanakanlah salat sebaik mungkin dan secara istikamah, dan tunaikanlah zakat
dengan sempurna.” Itulah perjanjian yang kamu mereka sepakati dengan
Allah, wahai Bani Israil, tetapi kemudian kamu berpaling dengan meng ingkari
janji itu, kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu masih menjadi
pembangkang.

Betapa objektif Al-Qur’an dalam menilai manusia; salah satu buktinya tampak
pada ayat ini. Di sini dinyatakan bahwa tidak semua individu Bani Israil
mengingkari perjanjian, seperti diisyaratkan dengan kalimat “kecuali
sebagian kecil dari kamu.” Ini menunjukkan bahwa dalam setiap periode
kehidupan Bani Israil atau bangsa-bangsa lain selalu saja ada sekelom pok kecil
yang tetap berjalan lurus dengan mengikuti suara hati nuraninya untuk selalu
berbuat baik, seperti dapat kita baca pada Surah a€li Imr a n/3: 113.

Allah mengingatkan Nabi
Muhammad saw, ketika Dia menetapkan atas Bani Israil akan janji yang harus
mereka penuhi, yaitu bahwa mereka tidak akan menyembah sesuatu selain Allah.
Allah melarang mereka beribadah kepada selain Allah, biarpun berupa manusia
atau berhala dan lain-lain, karena hal itu berarti mempersekutukan Allah dengan
benda-benda tersebut. Menyembah kepada selain Allah adakalanya dengan
perbuatan-perbuatan yang lain yang berupa mengagungkan sesuatu yang disembah
itu.

Kemuliaan Agama Allah swt 

Agama Allah yang dibawa oleh para utusan-Nya semua menekankan untuk menyembah
Allah yang Maha Esa dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apa pun, seperti
firman Allah:
Dan sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
(an-Nisa’/4:36)

Janji dari Bani Israil
ini diawali dengan janji memenuhi hak Allah, hak yang tertinggi dan terbesar
yaitu hanya Dia semata-mata yang berhak disembah, tidak ada sesuatu pun yang
disekutukan dengan Dia. Semua makhluk diperintahkan menyembah-Nya dan untuk
tugas inilah sebenarnya mereka diciptakan.

Sesudah menyebutkan hak
Allah, disusul dengan perintah berbuat kebajikan kepada orang tua, suatu amal
kebajikan yang tertinggi. Karena melalui kedua orang tualah Allah menciptakan
manusia. Allah berfirman:
Dan
berbuatbaiklah kepada kedua orang tua, … (an-Nisa’/4:36)

Berbuat kebajikan kepada orang tua ialah dengan mengasihi, memelihara dan menjaganya
dengan sempurna serta menuruti kemauannya selama tidak menyalahi perintah
Allah. Adapun hikmah berbakti kepada ibu dan bapak ialah karena ibu bapak itu
telah berkorban untuk kepentingan anaknya pada waktu masih kecil dengan
perhatian yang penuh dan belas kasihan. Mereka mendidiknya dan mengurus segala
kepentingan anaknya itu ketika masih lemah, belum dapat mengambil suatu manfaat
dan belum dapat pula menghindar dari suatu bahaya. Selain dari itu, orang tua
memberikan kasih sayang yang tidak ada tandingannya. Apakah tidak wajib bagi
anak memberikan balasan kepada ibu-bapaknya sebagai imbalan atas budi baiknya? Tidak ada balasan untuk kebaikan selain
kebaikan (pula). (ar-Rahman/55:60)

Kecintaan kedua orang tua
kepada anaknya disebabkan:

1. Rasa cinta kasih yang
dianugerahkan Allah kepada keduanya untuk menyempurnakan nikmat-Nya demi
terpeliharanya jenis manusia.

2. Rasa syukur terhadap anak-anaknya.

3. Harapan pada masa depan anaknya untuk
dapat menolongnya baik dengan harta maupun dengan tenaga dalam kehidupan.

4. Dapat melanjutkan misi kedua orang tuanya.

Sesudah Allah menyebutkan
hak kedua orang tua, disebutkan pula hak kerabat (kaum keluarga) yaitu berbuat
kebajikan terhadap mereka, karena berbuat kebajikan kepada karib kerabat adalah
faktor yang memperkuat tali persaudaraan di antara kaum kerabat itu.

Suatu umat ini terdiri atas keluarga dan rumah tangga. Maka kebaikan dan
keburukan umat tergantung kepada kebaikan dan keburukan keluarga dan rumah
tangga. Orang yang tidak membina rumah tangga berarti dia tidak ikut membina
unsur umat. Kemudian setiap rumah tangga itu hendaklah menghubungkan tali
pcrsaudaraan dengan rumah tangga lainnya berdasarkan tali keturunan, keagamaan
atau pun kebangsaan. Dengan demikian akan terbinalah suatu bangsa dan umat yang
kuat.

Mengadakan hubungan erat
sesama keluarga adalah sesuai dengan fitrah manusia. Agama Islam, agama fitrah
memberi jalan yang baik bagi pertumbuhan ikatan kerabat ini. Kemudian Allah
menyebutkan pula hak orang-orang yang memerlukan bantuan, yaitu hak orang
miskin.

Berbuat baik kepada anak
yatim ialah mendidiknya dengan baik dan memelihara segala hak-haknya. Al-Qur’an
dan Sunah sangat menganjurkan agar memperhatikan anak yatim walaupun ia kaya,
karena yang dipandang ialah keyatimannya. Mereka telah kehilangan orang yang
menjadi tempat mereka mengadu. Allah mewasiatkan anak-anak yatim kepada
masyarakat agar menganggap mereka itu sebagai anak sendiri, untuk memberikan
pendidikan. Jika mereka terlantar, mereka dapat menimbulkan kerusakan pada anak-anak
lainnya, dan akibatnya lebih besar pada bangsa dan negara.

Berbuat ihsan kepada
orang miskin ialah memberikan bantuan kepada mereka terutama pada waktu mereka
ditimpa kesulitan. Nabi bersabda:
Orang
yang menolong janda dan orang miskin, seperti orang yang berjuang di jalan
Allah. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah).

Allah mendahulukan
menyebut anak yatim daripada orang miskin karena orang miskin itu dapat
berusaha sendiri untuk mencari makan, sedang anak yatim, dikarenakan masih
kecil, belum sanggup berusaha sendiri.

Sesudah mendapat perintah
berbuat kebaikan kepada kedua orang tua, kaum keluarga, anak-anak yatim dan
orang-orang miskin, kemudian perintah mengucapkan kata-kata yang baik kepada
sesama manusia. Bilamana kebajikan itu telah dikerjakan berarti ketinggian dan
kemajuan masyarakat telah tercapai.

Allah selanjutnya
memerintahkan kepada Bani Israil untuk melaksanakan salat dan zakat seperti
yang digariskan Allah untuk mereka. Salat pada tiap agama bertujuan memperbaiki
jiwa, membersihkannya dari kerendahan budi dan menghiasi jiwa dengan rupa-rupa
keutamaan. Ruh salat ialah ikhlas kepada Allah, tunduk kepada kebesaran dan
kekuasaan-Nya. Apabila salat itu kosong dari ruh tersebut, tidak akan memberi
faedah apa pun. Bani Israil selalu mengabaikan ruh salat itu sejak dahulu
sampai waktu Al-Qur’an diturunkan dan bahkan sampai sekarang.

Zakat juga diperintahkan
kepada mereka, karena zakat mengandung maslahat bagi masyarakat. Orang-orang
Yahudi dahulu mempunyai beberapa macam kewajiban zakat. Tetapi Bani Israil
berpaling dari perintah-perintah itu, tidak menjalankannya, bahkan
menghindarinya.

Termasuk penyelewengan mereka ialah menganggap pendeta-pendeta mereka sebagai
Tuhan yang menetapkan hukum halal dan haram, menambah upacara-upacara agama
menurut keinginan mereka, meninggalkan nafkah terhadap kerabat, melalaikan
zakat, tidak melakukan amar makruf nahi mungkar serta perbuatan lain yang
meruntuhkan agama.

Hanya sebagian kecil dari mereka pada zaman Musa a.s. atau pada tiap zaman yang
taat pada perintah Allah. Pada tiap zaman, pada tiap bangsa atau umat selalu
ada golongan orang yang ikhlas berjuang memelihara kebenaran sesuai dengan
keyakinan dan kemampuan mereka. Namun demikian bila kemungkaran telah menyebar
pada umat itu, kehadiran orang-orang ikhlas itu tidaklah mencegah turunnya azab
Allah. Di akhir ayat ini Allah berfirman, “Dan kamu (hai Bani Israil)
selalu berpaling.” Ayat ini menunjukkan kebiasaan dan kesukaan mereka
tidak menaati petunjuk dan perintah Ilahi, sehingga tersebarlah kemungkaran dan
turunlah azab kepada mereka.

Bila ayat-ayat yang lalu
berkaitan dengan hal-hal yang harus mereka kerjakan, maka ayat ini mengingatkan
isi perjanjian menyangkut hal-hal yang harus mereka tinggalkan. Ayat ini
memerintahkan lagi; dan ingatlah juga ketika Kami, melalui Nabi Musa, mengambil
janji dari leluhur kamu, wahai Bani Israil, “Janganlah kamu menumpahkan
darahmu, yakni mem bunuh orang lain tanpa hak, dan jangan pula kamu mengusir
dirimu, saudara sebangsa mu, dari kampung halamanmu, apalagi kampung halaman
mereka sendiri.” Selanjutnya, mereka juga diingatkan, “Kemudian kamu
berikrar di depan umum akan memenuhinya, wahai yang mendengar ayat Al-Qur’an
ini dan yang hidup pada masa Nabi Muhammad, dan bersaksi bahwa perjanjian itu
memang pernah dilakukan oleh nenek moyang kalian.”

Ayat ini mengingatkan dan
menegaskan pentingnya persatuan dan kesatuan antarmanusia. Isyarat ini
diperoleh dari penggunaan kata “darahmu”, “dirimu sendiri”
dan “kampung halamanmu”, padahal yang dimaksud adalah orang lain. Ini
karena dalam pandang-an Allah seorang manusia pada hakikatnya merupakan saudara
seketu runan manusia yang lain. Dapat juga dikatakan bahwa jika seseorang
berbuat buruk kepada orang lain maka pada hakikatnya ia berbuat buruk kepada diri
sendiri, seperti dinyatakan dalam Surah al-aˆujura t/49: 11).

Dalam ayat ini Allah
telah mengambil janji dari Bani Israil agar mereka benar-benar menjauhi
pertumpahan darah di antara mereka, dan tidak saling mengusir dari negeri
masing-masing. Mereka hendaklah merupakan kesatuan bangsa karena satu agama dan
satu keturunan. Masing-masing hendaklah merasa bahwa diri dan darahnya adalah
diri dan darah kaumnya.

Ayat ini juga mengandung
larangan mengerjakan kejahatan-kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati
(qisas), atau pengusiran dari kampung halaman yang berarti “membunuh diri
sendiri”. Bilamana mengerjakan suatu kesalahan yang dapat dijatuhi hukuman
mati, maka berarti membunuh dirinya sendiri. Pada akhir ayat ini Allah
menyatakan bahwa orang Yahudi pada zaman Rasul saw mengaku menerima janji itu,
bahkan mereka menjadi saksi atas janji itu.

Dan barang siapa berbuat
kejahatan, atau berbuat dosa terhadap orang lain yang menimbulkan dampak buruk
terhadap diri mereka, atau menganiaya dirinya, yaitu melakukan perbuatan dosa
yang berdampak buruk hanya terhadap dirinya sendiri, kemudian dia memohon
ampunan kepada Allah atas perbuatan dosa yang dilakukannya itu disertai
penyesalan atas perbuatannya dan bertekad untuk tidak melakukannya lagi,
niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun atas dosadosanya dan segala
dosa yang dilakukan oleh siapa pun yang bertobat kepada-Nya, Maha Penyayang
dengan mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada mereka yang bertobat.

Ayat ini memberikan dorongan
kepada mereka yang berbuat salah untuk menyadari dirinya dan kembali ke jalan
yang benar, bertobat kepada Allah. Perbuatan mereka menzalimi diri sendiri
dengan jalan berbuat maksiat, seperti sumpah palsu akan diampuni Allah jika
mereka benar-benar minta ampun kepada-Nya. Dalam ayat ini diterangkan bagaimana
jalan keluar dari dosa sesudah terperosok ke dalamnya dan sesudah diturunkan
peringatan kepada musuh-musuh kebenaran, yaitu dengan tobat dan minta ampun.
Orang yang minta ampun akan mendapati Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Dia akan merasakan hasil pengampunan Allah pada dirinya yaitu rasa benci kepada
kemaksiatan dan penyebab-penyebabnya. Dia juga akan merasakan kasih sayang
Allah kepadanya dengan tumbuhnya hasrat dalam hatinya hendak berbuat kebajikan.

Dan barang siapa yang
berbuat dosa, apa pun bentuk dan macam dosa yang dilakukannya, maka
sesungguhnya dia mengerjakannya untuk keburukan dirinya sendiri, karena akibat
dari perbuatan dosanya itu akan kembali kepada dirinya, dan Allah menjatuhkan
sanksi dari perbuatannya itu kepada dirinya, bukan kepada orang lain. Dan
ketahuilah bahwa semua sikap, perilaku, dan perbuatan yang kamu dan siapa pun
lakukan, termasuk segala macam dosa-dosa, pasti diketahui oleh Allah karena
Allah selamanya Maha Mengetahui semua itu, Mahabijaksana memberikan ganjaran,
sanksi dan hukuman kepada siapa pun secara wajar dan benar.

Kemudian ayat ini
memperingatkan bencana perbuatan dosa, yaitu barang siapa mengerjakan dosa lalu
mengira pekerjaan itu akan bermanfaat bagi dirinya niscaya dia mengalami hal
yang sebaliknya. Pekerjaannya itu akan mengakibatkan bencana dan penderitaan
bagi dirinya, sedikitpun tidak ada manfaatnya. Perbuatan yang busuk lambat atau
cepat tercium oleh masyarakat. Pengadilan akan membuka kejelekannya di muka umum
dan menjatuhkan hukuman atas dirinya. Inilah penghinaan atas dirinya dan
penderitaan di dunia. Di akhirat dia akan mengalami lagi hukuman Allah. Allah
dengan ilmu-Nya yang Mahaluas telah menetapkan perbuatan mana yang terlarang,
dan dengan kebijaksanaan-Nya ditetapkan hukuman bagi pelanggaran atas perbuatan
itu. Manusialah yang merusak dirinya sendiri bila ia melanggar batas-batas yang
telah ditetapkan Tuhan.

Dan barang siapa berbuat
kesalahan, yaitu perbuatan atau pelanggaran yang dilakukan tanpa sengaja, atau
perbuatan dosa yang dilakukan dengan sengaja, kemudian dia tuduhkan atau
lemparkan kesalahan dan perbuatan dosa itu kepada orang lain yang tidak
bersalah, maka sungguh, dia telah memikul suatu kebohongan yang besar dan dosa
yang nyata karena dia yang melakukan kesalahan dan perbuatan dosa itu. 
Orang yang melakukan
perbuatan dosa dengan tidak disengaja atau dengan sengaja, kemudian mereka
melemparkan kesalahan itu kepada orang lain dan menuduh orang lain
mengerjakannya, sedang ia mengetahui orang lain itu tidak bersalah, maka dia
sesungguhnya telah membuat kebohongan yang besar dan akan memikul dosanya
seperti yang dilakukan keluarga Banu Ubairiq yang melemparkan kejahatan Tu’mah
kepada Zaid bin Saleh. Orang seperti Tu’mah dan keluarganya tetap melakukan dua
macam kejahatan. Kejahatan melakukan perbuatan dosa itu sendiri dan kejahatan
melemparkan tuduhan yang tidak benar kepada orang lain.

 Allah SWT melarang mengikuti Langkah-langkah Setan

Beberapa ayat sebelumnya
menggambarkan bahwa orang-orang yang mengikuti langkah-langkah setan akan
ditempatkan oleh Allah kelak di neraka Jahanam. Sebaliknya, pada ayat ini Allah
menggambarkan balasan bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Dan
orang yang beriman dengan keimanan yang benar dan mengerjakan amal kebajikan
sesuai dengan tuntunan agama, kelak di hari Akhirat nanti akan Kami masukkan ke
dalam surga sebagai balasan atas kepatuhan dan ketaatan mereka terhadap
tuntunan Allah dan Rasul-Nya, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka
kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan segala hal yang menjadi janji Allah itu
benar dan pasti sesuai dengan kenyataan karena yang menjanjikan itu adalah
Allah Yang Mahabenar perkataan-Nya. Dan siapakah yang lebih benar dan pasti
perkataannya daripada Allah? Tidak ada satu pun.

Orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh, mereka tidak terperdaya dengan godaan setan, mereka
tidak mau menjadi pembantu setan, mereka mengikuti petunjuk-petunjuk Allah,
melaksanakan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Mereka
diberi balasan dengan surga yang penuh nikmat, di bawahnya mengalir
sungai-sungai. Mereka kekal di dalam surga, karena tidak ada sesuatu pun yang
dapat mengeluarkan mereka dari tempat yang penuh kesenangan dan kebahagiaan.

Itulah janji Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, bukan janji palsu,
bukan pula angan-angan kosong yang tidak ada hasilnya yang dibisikkan setan,
tetapi janji yang pasti ditepati, karena yang menjanjikan itu adalah Yang
Mahakuasa, Maha Perkasa, Mahakaya, Pemilik seluruh alam. Janji setan mustahil
ditepati, karena dia sendiri tidak mempunyai kesanggupan untuk menepatinya.
Allah berfirman: Dan
setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, “Sesungguhnya
Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah
menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku
terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku,
oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku
tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku
tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak
dahulu.” Sungguh, orang yang zalim akan mendapat siksaan yang pedih.
(Ibrahim/14:22).

Ciri-ciri Seseorang yang Berbuat Kebaikan

Seseorang dikatakan
menyerahkan diri kepada Allah, jika ia menyerahkan seluruh jiwa dan raganya
serta seluruh kehidupannya hanya kepada Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Karena itu ia hanya berdoa, memohon, meminta pertolongan dan merasa
dirinya terikat hanya kepada Allah saja. Ia langsung berhubungan dengan Allah
tanpa ada sesuatu pun yang menghalanginya. Untuk mencapai yang demikian
seseorang harus mengetahui dan mempelajari sunah Rasul dan sunatullah yang
berlaku di alam ini, kemudian diamalkannya karena semata-mata mencari keridaan
Allah.

Jika seseorang
benar-benar menyerahkan diri kepada Allah, maka ia akan melihat dan merasakan
sesuatu pada waktu melaksanakan ibadahnya, sebagaimana yang dilukiskan
Rasulullah saw:
Jibril
bertanya ya Rasulullah, “Apakah ihsan itu?” Rasulullah saw menjawab,
“Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau.” (Riwayat al-Bukhari
dari Abu Hurairah).

Mengerjakan kebaikan
adalah manifestasi dari pada berserah diri kepada Allah. Makin sempurna
penyerahan diri seseorang, makin baik dan sempurna pula amal yang
dikerjakannya. Di samping mengerjakan yang diwajibkan, seseorang sebaiknya
melengkapi dengan yang sunah dengan sempurna, sesuai dengan kesanggupannya.

Mengikuti agama Ibrahim yang hanif ialah mengikuti agama Ibrahim yang lurus
yang percaya kepada keesaan Allah, yaitu kepercayaan yang benar dan lurus.
Allah berfirman: (26)
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Sesungguhnya
aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah,(27) kecuali (kamu menyembah) Allah
yang menciptakanku; karena sungguh, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”
(28) Dan (Ibrahim) menjadikan (kalimat tauhid) itu kalimat yang kekal pada
keturunannya agar mereka kembali (kepada kalimat tauhid itu).
(az-Zukhruf/43:26-28)
.

Sekalipun ada perintah
agar mengikuti agama Ibrahim, bukanlah berarti bahwa Ibrahim-lah yang pertama
kali membawa kepercayaan tauhid, dan agama yang dibawa oleh para nabi
sebelumnya tidak berasaskan tauhid. Maksud perintah mengikuti agama Nabi
Ibrahim ialah untuk menarik perhatian bangsa Arab, sebagai bangsa yang pertama
kali menerima seruan agama Islam. Ibrahim a.s. dan Ismail adalah nenek moyang
bangsa Arab.

Orang Arab waktu itu amat senang mendengar perkataan yang menjelaskan bahwa
mereka adalah pengikut agama Nabi Ibrahim, sekalipun mereka telah menjadi
penyembah berhala. Dengan menghubungkan agama yang dibawa Nabi Muhammad saw
dengan agama yang dibawa Nabi Ibrahim akan menarik hati dan menyadarkan orang
Arab yang selama ini telah mengikuti jalan yang sesat.

Dia (Allah) telah
mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang
telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa ¦ (asy-Syura/42:13).

Agama yang dibawa Nabi
Muhammad bukan saja sesuai dengan agama yang dibawa Nabi Ibrahim, tetapi juga
berhubungan dan seasas dengan agama yang dibawa oleh Nabi Musa dan Nabi Isa
yang diutus sesudah Nabi Ibrahim. Demikian pula agama Islam berhubungan dan
seasas dengan agama yang dibawa oleh nabi-nabi Allah terdahulu.

Perintah mengikuti agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim di sini adalah karena
kehidupan Ibrahim dan putranya Ismail dapat dijadikan teladan yang baik serta
mengingatkan kepada pengorbanan yang telah dilakukannya dalam menyiarkan agama
Allah. Hal ini dapat pula dijadikan iktibar oleh kaum Muslimin dalam menghadapi
orang-orang kafir yang selalu berusaha menghancurkan Islam dan Muslimin.

Ibrahim telah menjadi kesayangan Allah, karena kekuatan iman, ketinggian budi
pekertinya dan keikhlasan serta pengorbanannya dalam menegakkan agama Allah.
Seakan-akan Allah menyatakan bahwa orang yang mengikuti jejak dan langkah Nabi
Ibrahim dan hal ini tampak dalam tingkah laku dan budi pekertinya, berhak
menamakan dirinya sebagai pengikut Ibrahim. Bukan seperti orang Yahudi, Nasrani
dan orang musyrik Mekah yang mengaku sebagai pengikut Nabi Ibrahim, tetapi
mereka tidak mengikuti agama yang dibawanya dan tidak pula mencontoh budi pekertinya.

Dan milik Allahlah apa
yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, yaitu seluruh wujud yang ada di
alam raya ini, dan Dia Mahakuasa atas segalanya, dan pengetahuan Allah meliputi
segala sesuatu, yang besar maupun yang kecil, yang tampak maupun yang
tersembunyi, dan yang diucapkan maupun yang hanya terlintas di dalam hati dan
pikiran manusia.

Ayat ini menegaskan
tentang kekuasaan Allah atas alam semesta, sebagai Pencipta, Pemilik,
Pemelihara, tidak ada satu pun yang luput dari pengetahuan-Nya. Ayat ini
merupakan penutup dari ayat-ayat yang sebelumnya, dan mengandung beberapa
hikmah:

1. Untuk mengingatkan bahwa Allah Mahakuasa,
pemilik seluruh alam, karena itu Dia pasti menepati janjinya yang tersebut pada
ayat-ayat yang lalu.

2. Untuk menerangkan bahwa hanya
kepada-Nyalah semua makhluk berserah diri, mohon pertolongan, mengemukakan
harapan, bukan kepada yang lain, karena yang selain Allah adalah milik-Nya dan
berada di bawah kekuasaan-Nya.

3. Untuk menjelaskan maksud
perkataan Ibrahim Khalilullah (Ibrahim kesayangan Allah), dengan adanya ayat
ini jelaslah bahwa Ibrahim itu bukanlah teman Allah, seperti anggapan sebagian
Ahli Kitab, tetapi hamba kesayangan-Nya, karena ia tunduk dan berserah diri
kepada Allah, selalu berkorban dan berbuat baik. Ibrahim adalah milik Allah,
seperti makhluk yang lain, bukanlah orang yang berserikat dengan Allah dalam
memiliki alam ini.

Kesimpulan

Oleh sebab itu, sadarilah
apa yang telah diajarkan oleh Al-Qur’an itu bahwa barang siapa mengerjakan
kebajikan maka pahalanya untuk dirinya sendiri, dan barang siapa berbuat jahat
maka dosanya menjadi tanggungan dirinya sendiri, bukan dibebankan kepada orang
lain. Dan Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba-Nya yang durhaka itu.

Pada akhir ayat surah
ini, Allah menerangkan balasan yang akan diberikan terhadap perbuatan-perbuatan
yang dilakukan manusia. Barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dalam
kehidupan dunia ini, melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan menghentikan larangan-larangan-Nya,
berarti ia telah berusaha berbuat kebaikan untuk dirinya sendiri dengan
memperoleh pahala yang besar. Barang siapa yang ingkar kepada Allah berarti ia
telah berusaha berbuat keburukan untuk dirinya dengan memperoleh siksa yang
sangat pedih di akhirat nanti. Seseorang dihukum sesuai dengan perbuatan yang
telah dilakukannya, mustahil Allah mengazab seseorang karena perbuatan orang
lain. 
Allah berfirman: Dan seseorang tidak akan memikul beban
dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan. (al-An’am/6:
164)

Kamu, wahai Nabi Muhammad
dan siapa pun juga, akan melihat orang-orang zalim itu di hari Kiamat kelak
sangat ketakutan atas segala sesuatu, karena perbuatan dosa dan kejahatan, yang
telah mereka lakukan di dunia, dan azab Allah pasti menimpa mereka. Ini adalah
kerugian yang amat besar yang di peroleh oleh orang-orang kafir. Dan engkau
juga dapat melihat orang-orang yang beriman kepada Allah dan keniscayaan Kiamat
itu dan mewujudkan keimanan mereka dengan mengerjakan kebajikan akan berada di
dalam taman-taman surga dengan segala kenikmatannya. Mereka memperoleh apa yang
mereka kehendaki di sisi Tuhan sebagai balasan atas ketaatan mereka. Yang
demikian itu adalah karunia yang besar yang di anugerahkan Allah kepada mereka.

Dalam ayat ini Allah
menerangkan bahwa orang-orang yang zalim itu kelihatan takut, dibayang-bayangi
oleh akibat dari berbagai perbuatan jahat yang pernah dilakukannya di dunia,
dan siksa yang merupakan balasan dari perbuatan jahatnya yang pasti akan
menimpa mereka. Sedangkan orang-orang yang beriman kepada Allah serta taat
kepada apa yang diperintahkan dan dilarang-Nya akan dimasukkan ke dalam surga,
satu tempat yang penuh dengan taman-taman yang indah, menikmati segala
keindahan dan kesenangan yang ada di dalamnya sesuai dengan keinginannya baik
yang berupa makanan, minuman, maupun yang berupa pemandangan yang belum pernah
dilihat mata, didengar telinga, dan terlintas dalam hati seorang manusia.
Semuanya itu adalah suatu kenikmatan besar yang dikaruniakan Allah kepada
mereka, yang jauh lebih besar dari kemewahan yang pernah ada di dunia,
sebagaimana firman Allah: Itulah karunia Allah, yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (al-hadid/57: 21)

Pembalasan yang mereka
dapatkan ialah bahwa barang siapa mengerjakan kebajikan sekecil apa pun, maka
pahala dan ganjarannya itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barang siapa
mengerjakan kejahatan sekecil apa pun juga, maka dosa dan sanksi amalnya itu akan
menimpa dirinya sendiri, kemudian setelah kehidupan dunia ini kepada Tuhanmu
kamu di kembalikan.

Pada ayat ini Allah
menjelaskan bahwa tiap-tiap orang akan mendapat balasan masing-masing sesuai
dengan amal perbuatannya di dunia. Maka barang siapa di antara hamba-Nya
menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan penuh
keikhlasan dan kesadaran, maka hasilnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Ia
akan memperoleh tempat kembali yang penuh kenikmatan. Sebaliknya barang siapa
yang mengingkari perintah-perintah-Nya dan tidak menghentikan
larangan-larangan-Nya, maka akibat buruk sebagai balasan perbuatannya itu akan
menimpa dirinya sendiri. Ia akan mendapat tempat kembali yang buruk, hina, dan
azab yang sangat berat di dalam neraka.

Pada akhir ayat ini Allah menerangkan bahwa hanya kepada Allah dikembalikan
semua makhluk, tidak kepada yang lain. Semuanya akan dikumpulkan di Padang
Mahsyar untuk menerima keputusan yang adil dari Allah. Di antara mereka ada
yang berseri-seri wajahnya kegirangan karena ia akan bertemu dengan Allah yang
selalu diharapkan selama hidup di dunia. Mereka yakin bahwa Allah mengasihi
hamba-Nya yang tabah, sabar dan selalu tunduk dan patuh kepada-Nya. Sebaliknya,
ada pula orang yang muram mukanya karena hatinya penuh ketakutan dan
penyesalan. Mereka takut menemui Allah karena akan menerima kemurkaan-Nya serta
akan merasakan siksaan yang sangat pedih di dalam neraka.

2363 posts

About author
http://kuliahalislam.com
Articles
Related posts
Esai

Maknai Kematian sebagai Ujian dan Nasihat

3 Mins read
Setiap manusia akan merasakan kematian, kapan dan dimanapun kematian itu menjemput hidup manusia, umur manusia juga terbatasSetiap manusia akan merasakan kematian, kapan…
ArtikelEsaiFilsafatKeislaman

Telaah Kritis Gerakan Feminisme Era Kontemporer

12 Mins read
Feminisme merupakan gerakan sosial dan politik yang berfokus pada upaya menghapuskan ketidaksetaraan gender serta memperjuangkan peningkatan posisi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan…
Esai

Ketika Agama Berhenti di Kerudung

2 Mins read
Ketika agama berhenti di kerudung, dalam masyarakat yang kental dengan nilai-nilai agama, sering kali penampilan fisik menjadi ukuran penting dalam menilai tingkat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights