Oleh: Siti Khumairoh*
Dalam pembahasan ulumul Qur’an, kita mengenal adanya istilah muhkam dan mutasyabih. Kita dapat menyebut istilah muhkam pada ayat-ayat Alqur’an yang jelas maknanya dan tidak memerlukan ayat lain untuk keterangan lainnya.
Sedangkan, istilah mutasyabih disebut pada ayat-ayat Alqur’an yang belum jelas maknanya atau maknanya tersirat, banyak ta’wilnya, dan hanya Allah SWT yang tahu makna dari ayat mutasyabih.
Faktor penyebab adanya ayat muhkam mutasyabih sendiri yaitu adanya kesamaran pada lafaz mufrad dan murakkab, kesamaran pada makna ayat, kesamaran pada lafaz dan makna ayat.
Pada kajian ilmu tafsir, persoalan muhkam dan mutasyabih telah memunculkan banyak pendapat serta opini dikalangan para ahli tafsir. Alqur’an telah memuat kedua terminologi tersebut, yaitu pada QS. Ali Imran (3):7,
هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ ۘوَالرّٰسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِهٖۙ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۚ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ
Ayat di atas memuat istilah muhkam dan mutasyabih dalam posisi paradoks. Pada istilah pertama berkonotasi pada sesuatu yang jelas dan terang dalalahnya, sementara yang kedua menunjukkan pada ssesuatu yang samar dalalahnya.
Dalam konteks ini, muncul pertanyaan apakah Alqur’an seluruhnya muhkam atau mutasyabih atau juga mengandung muhkam dan mutasyabih secara bersamaan? Bermula dari munculnya pertanyaan tersebut, para ulama berbeda-beda dalam menyikapinya.
Pertama, ayat dalam Alqur’an mengandung muhkam dan mutasyabih. Asumsi tersebut didasarkan pada QS. Ali Imran (3): 7,
هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ
Ayat diatas secara jelas memuat adanya istilah muhkam dan mutasyabih. Hal tersebut secara jelas juga mengungkapkan pola yang terkandung dalam Alqur’an.
Kedua, ayat dalam Alqur’an seluruhnya bersifat muhkam. Dasar asumsi ini pada QS. Hud (11): 1,
الۤرٰ ۗ كِتٰبٌ اُحْكِمَتْ اٰيٰتُهٗ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَّدُنْ حَكِيْمٍ خَبِيْر
Dasar asumsi tersebut bermakna bahwa Alqur’an seluruhnya muhkam dalam artian kata-katanya tetap fasih, membedakan yang haq dan batil, antara yang benar dan dusta. Menurut Al-Qattan, hal inilah yang dimaksud dengan al-Ihkam al-‘amm atau muhkam dalam pengertian umum.
Ketiga, ayat dalam Alqur’an seluruhnya bersifat mutasyabih. Dasar dari asumsi ini yaitu QS. Az-Zumar (39): 23,
اَللّٰهُ نَزَّلَ اَحْسَنَ الْحَدِيْثِ كِتٰبًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَۙ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُوْدُ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ
Maksud dari asumsi ini adalah Alqur’an sebagiannya serupa dengan sebagian yang lain dalam hal kesempuraan dan keindahan, sebagiannya membenarkan sebagian yang lain, dan sesuai pula maknanya. Hal itulah yang kemudian dinamakan dengan at-tasyabuh al-‘amm atau mutasyabih dalam artian umum.
Dari ketiga pendapat di atas, asumsi atau pendapat pertamalah yang banyak dibahas lebih mendalam dan mendetail oleh para ahli tafsir. Kemudian muncul persoalan dari asumsi tersebut terkait pengertian muhkam dan mutasyabih, bagaimana cara berinteraksi atau berdialektika dengan ayat-ayat muhkam mutasyabih. Dengan adanya persoalan tersebut banyak memunculkan ragam pendapat.
Diantaranya, Ibnu Abbas yang berpendapat bahwa ayat-ayat Alqur’an yang muhkam adalah menjelaskan apa yang dihalalkan dan diharamkan, yang belum dibatalkan dan yang harus diimplementasikan (mubayyinat bil halal wal haram lamm tunsakh yu’malu biha). Contoh ayat Alqur’an dalam kategori ini adalah ayat-ayat Alqur’an yang mengandung prinsip bagi manusia, sepeti anti kemusyrikan, berbakti kepada orang tua, larangan berzina, membunuh, mencuri dan lain sebagainya.
Sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang mengandung huruf terpisah, seperti huruf muqatha’ah, alif-lam-mim-, shad, dan nun yang berada pada awal surah Alqur’an atau yang disebut dengan fawatih al-suwar. Namun, ayat-ayat yang sudah dibatalkan dan yang tidak dilaksanakan juga termasuk dalam kategori mutasyabihat.
Ada juga pendapat yang berbeda, yang dikemukakan oleh Al-Qaradawi dalam kitab Kaifa Nata’amalu ma’a Al-Qur’an al-Adzim, beliau berpendapat bahwa muhkam adalah ayat-ayat yang jelas dengan sendirinya menunjukkan pada maknanya dengan terang, dan juga tidak memperlihatkan kesamaran, baik dari segi lafaz atapun dari segi makna.
Sedangkan yang dimaksud dengan mutasyabihat adalah lafal yang sukar atau sulit dalam penafsirannya karena adanya keserupaan antara ayat satu dengan yang lain, baik dari segi lafal ataupun maknanya.
Menurut Subhi al-Shalih, muhkam adalah ayat-ayat Alqur’an yang maknanya, lafaznya dan susunan lafaznya jelas dan mudah dipahami tanpa membutuhkan penjelas atau bayan. Sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat yang bersifat mujmal (global), muawwal (perlu di ta’wil), dan musykil (sulit dipahami).
Dan menurut Imam Syuyuthi dalam kitanya al-Itqan fi Ulumil Qur’an, bahwa muhkam adalah ayat Alqur’an yang tidak membutuhkan bayan (penjelas), sedangkan mutasyabih adalah ayat Alqur’an yang membutuhkan bayan (penjelas). Wallahu A’lam.
*) Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya.
Editor: Adis Setiawan