Keislaman

Qurais Shihab: Sudah Benarkah Dalam Mencintai Allah SWT?

4 Mins read

Anda tahu bahwa tujuan utama perjalanan menuju Allah SWT adalah untuk semakin mengenalnya. Sering kita mengaku bahwa sudah mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya melalui pengamalan saleh yang kita laksanakan. Pertanyaannya adalah benarkah cara kita dalam mencintai-Nya? Lalu apa hakikat dan makna sebenarnya dalam mencintai Allah SWT ?

Betapapun semua kita akan bertemu dengan Allah SWT. Orang-orang tasawuf berkata bahwa tujuan dari perjalanan ini adalah ma’rifatullah. Orang-orang tasawuf itu terbuka baginya “tabir ilahi”; memperkenalkan Allah SWT.

Ada seorang sufi perempuan Rabiah Al-Adawiyah berpendapat bahwa proses dari taubat menuju sabar, tawakkal, syukur, ridha hingga makrifat adalah cerminan dari cinta. Syaikh Mutawalli As-Syakrawi mengatakan bahwa cinta itu ada dua macam yaitu cinta emosi dan akal. Kita dituntut mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya. Akan tetapi, di sisi lain, cinta bertingkat-tngkat, baik yang emosi maupun dengan akal.

Ada tanda-tanda orang yang mencintai. Cinta adalah dialog antara dua aku. Itu artinya, jika ada suami berkata, “Oh kamu begini dan begitu,” lalu istrinya nurut saja maka itu bukanlah cinta. Harus ada dialog dan musyawarah antara dua aku; dua orang yang berbeda yaitu suami dan istri. Sekali lagi, jika diantara keduanya memaksa, maka itu bukanlah cinta.

Kalau Anda mencintai anaknya, betapapun jeleknya, maka Anda akan mencintainya. Anda tidak lagi melihat keburukannya. Dalam hal ini, cinta selalu mengajaka Anda untuk menutupi kekurangan yang dicintainya. Karena dialog, maka cinta ingin selalu berdialog dan bercakap-cakap.

Tak hanya itu, ia selalu ingin curhat. Dengan demikian, jika Anda cinta dengan Allah SWT., pernakah Anda berdialog dengan Allah SWT.? Dikatakan, jika Anda ingin berdialog dengan Allah SWT., maka berdoalah dan bacalah Al-Qur’an. Lalu pernakah Anda baca Al-Qur’an?

Baca...  Sejarah Singkat Perang Bani Lahyan Pada Tahun 627 Masehi

Prof Quraish Shihab mengatakan, paling tidak ada waktu untuk membaca Al-Qur’an walaupun tidak satu juz dalam sekali baca. Misalnya saat mau tidur membaca ayat kursi, maka kita sudah berdialog. Itulah cinta.

Syahdan. Kalau ada dua pilihan dihadapan Anda dan harus memilih salah satuya saja, maka yang Anda pilih adalah yang lebih Anda cintai daripada Anda tidak pilih. Demikian juga ada dua anak dan meminta sesuatu yang tidak bisa dibagi, lalu Anda mau memberikan kepada siapa? Maka pasti Anda akan memberikannya kepada yang dicintai.

Tak kalah menariknya, bagaimana jika ada panggilan bisnis dan shalat? Manakah panggilan yang Anda penuhi? Terserah Anda siapa yang dicintai. Itulah ukurannya. Di zaman nabi pun orang seperti ini banyak, salah satunya orang munafik. Boleh jadi ia shalat, puasa dan sebagainya, akan tetapi ada satu situasi yang mengharuskan ia memilih, maka ia memilih apa yang disukainya.

Sejarah menyatakan, suatu waktu saat perang uhud apakah banyak sahabat yang lari atau tidak? Jawabannya sangat banyak. Hanya segilintir sahabat yang berada dikeliling nabi. Kenapa hanya orang mukimin yang ada di sekeliling nabi? Karena cintanya orang mukmin terukur.

Kita tidak dilarang untuk mencintai dunia. Kita tidak dilarang untuk mencintai lawan seks. Begitu juga tidak ada larangan untuk mencintai anak. Akan tetapi, kalau anakmu dan keluargamu lebih kamu cintai, maka berhati-hatilah kata Quraish Shihab. Jika ada kepentingan Allah SWT. maka ukurlah cintanya.

Yang mencintai itu selalu berusaha menyenangkan siapa yang dicintainya. Oleh karena itu, kalau Anda ingin dikatakan mencintai Allah SWT. dan Rasul-Nya, maka carilah apa yang disukai Allah SWT. lalu kerjakan. Dalam hal ini, jangan cari apa yang Anda sukai.

Baca...  Misteri Kepemimpinan dalam Surah Al Maidah: Tafsir Al Qummi dan Tafsir Mafatih Al Ghaib

Dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 195, Ali Imran ayat 134 dan 148, Al-Maidah ayat 13 dan 93 Allah SWT. berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: “Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

Muhsin adalah memberi lebih banyak dari kewajibannya, menuntut lebih sedikit dari haknya, berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat salah kepadanya. Itulah yang Allah SWT. suka.

Dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 76, At-Taubah ayat 4 dan 7 Allah SWT. berfirman:

فَاِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ

Artinya: “Maka sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran [3]: 76).

Dalam konteks ini kita artikan bahwa Allah SWT. suka kepada orang yang menghindari apa yang bisa mencelakan dia. Anda tahu! Takwa adalah menghindari dari siksa Allah SWT. baik di dunia maupun di akhirat.

Itu artinya, kata Quraish Shihab, jika Anda selalu menghindar dari apa yang bisa mencelakakan Anda, maka Allah SWT. akan suka Anda. Bahwa semua yang bisa mengundang Anda untuk mengakibatkan melanggar terhadapa ketentuan Allah SWT., maka itu sama sekali tidak disukai Allah SWT.

Itu sebabnya, sesuatu yang syubhat dianjurkan untuk dihindari walaupun masih abu-abu bahwa ini halal dan haram. Kalau Anda mau berhati-hati lebih baiknya jangan dilakukan. Anda harus sabar terhadap gejolak nafsu agar mendapatkan yang terbaik. Pendek kata, untuk mendapatkan sesuatu yang baik, maka Anda harus bersabar.

Kalau kita buka Al-Qur’an dikatakan bahwa “Tidak ada perintah bertawakkal atau pujian terhadap yang bertawakkal, kecuali orang itu sudah berusaha lebih dulu baru tawakkal.” Orang tasawuf mengatakan bahwa tawakkal ada tiga macam yaitu, seperti keadaan orang tertuduh dan tersangka di hadapan pembelanya.

Baca...  Kebijakan Nabi Muhammad Terhadap Yahudi Khaibar (1)

Pertanyaannya adalah bisakah dia tarik pembelaannya? Bisa menganggap pembelaannya salah? Setelah berusaha, maka yakinlah bahwa Anda pembela itu lebih pintai dari Anda. Yakinlah bahwa putusan yang dibelanya itulah yang terbaik untuk Anda.

Kedua, ada juga yang tawakkal seperti halnya bayi di hadapan ibunya yang memandikan dia. Apakah masih ada usaha atau tidak? Dia bisa menghindar tetapi tidak berhasil, akan tetapi ini bukan tawakkal kepada Allah SWT. Bahwa tawakkal adalah seperti seorang mayat yang dimandikan oleh pemandinya. Tentu saja ia tidak bisa menghindar.

Nabi mengatakan, “Laksanakan kewajiban Anda, maka Allah akan suka pada Anda. Tidak harus melaksanakan yang sunnah jika wajib belum terlaksana.” Sama, tidak harus melaksana tahajjud jika kewajiban mencari nafkah merasa terganggu. Tentu lebih wajib mencari nafkah. Akan tetapi, jika berhasil menggabung keduanya, maka itu lebih bagus.

Akhirnya, untuk membuktikan bahwa kita cinta terhadap Allah SWT. maka berdialoglah. Jika ada paksaan dalam relasi apa pun termasuk dalam hubungan suami istri, itu bukan cinta. Demikian mengaku cinta Allah SWT., berdialoglah dengan berdoa-doa pada-Nya. Carilah kerjaan apa yang disukai Allah SWT. dan Rasul-Nya, bukan apa yang Anda sukai. Wallahu a’lam bisshawab.

129 posts

About author
Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.
Articles
Related posts
Keislaman

Membedah Perbedaan Ilmu yang Berkah dan Tidak Berkah

3 Mins read
Di tengah lautan informasi dan kemudahan akses pendidikan, kita menyaksikan sebuah fenomena yang menggelisahkan. Banyak orang yang menyandang gelar akademik tinggi, memiliki…
FilsafatKeislaman

Hakikat Ujian dan Cobaan Bagi Orang beriman

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM-Ujian dan cobaan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Bagi orang yang beriman, ujian dan cobaan dapat menjadi kesempatan untuk meningkatkan…
EsaiFilsafatKeislaman

Jalan Hidup Seorang Muslim: Tahan Atas Cobaan, Kuat Akan Ujian

2 Mins read
Sebagai seorang muslim, kita harus memahami bahwa kehidupan ini tidaklah mudah. Kita akan dihadapkan dengan berbagai cobaan dan ujian yang dapat membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
BeritaPendidikan

ICMI Jaksel Dorong Literasi Fintech Syariah sebagai Solusi Ekonomi Umat di Era Digital

Verified by MonsterInsights