Oleh: Malihatul Fauziah*
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan Tuhan. Kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain di bumi ini, karena Sang Pencipta memberi mereka akal dan pengertian. Sehingga manusia dapat memikirkan segala sesuatu yang terjadi di muka bumi.
Sebagai ciptaan Tuhan, manusia harus menaati apa yang Dia perintahkan. Perilaku dan segala sesuatu yang dilakukan manusia harus sesuai dengan segala perintah Allah SWT. Karena sesungguhnya segala sesuatu yang dilakukan manusia dipertanggung jawabkan kepada Tuhan.
Dan Alqur’an juga menggambarkan manusia sebagai makhluk pilihan yang dilantik sebagai khalifah di muka ini. Sebagai makhluk yang bentuk dan penampilannya sempurna dibandingkan dengan makhluk lain, maka seseorang harus mempertimbangkan asal usul kemunculannya. Orang yang berpikir selalu mengingat kekuasaan dan ciptaan Tuhan.
Mengenai proses penciptaan manusia, Alqur’an menyebutkan (QS. Al-Hijr [15]:28-29) menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah dalam bentuk yang paling baik kemudian ditiupkan kepadanya sampai ia hidup kembali.
Perjalanan manusia tidak lepas dari dimensi immaterial. Pengalaman spiritual dan kondisi mental adalah bentuk dimensi lain di dalam diri kita yang tidak dapat kita lepaskan. Mereka semua menjalani proses pertumbuhan dengan tujuan yang jelas.
Proses Penciptaan Nabi Adam AS
Nabi Adam adalah orang pertama yang memperkenalkan kita semua di dunia sekarang ini. Ia adalah sosok manusia yang diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi. Kehadiran dan kisah penciptaannya membawa banyak pelajaran bagi kita, keturunannya. Nabi Adam adalah manusia ciptaan Tuhan pertama di dunia yang berasal dari bumi atau bumi dan penciptaan Nabi Adam terjadi pada hari Jum’at.
Dalam proses Nabi Adam, ketika Allah ingin menciptakannya untuk mendirikan kekhalifahan di bumi ini, para malaikat mengajukan protes dan mengajukan berbagai pertanyaan tentang penciptaan Nabi Adam seperti yang dijelaskan dalam Surat al-Baqarah ayat 30.
Hal ini menyebabkan sesuatu yang jelas dinyatakan dalam kitab Alqur’an dan ada diskusi antara Allah dan para malaikat. Mengucapkan “Kun Fayakûn” memang tidak semudah yang kita bayangkan.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِّنْ حَمَاٍ مَّسْنُوْنٍ
Artinya :
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” (QS. Al-Hijr: 26)
Kata “tanah kering” mungkin mengisyaratkan terjadinya proses polimerasasi atau reaksi perpanjangan rantai molekul dari asam-asam amino menjadi protein atau dari nukleotida menjadi polinukleotida, termasuk molekul Desoxyribonucleic Acid (DNA), suatu materi penyusun struktur gen makhluk hidup. Karena itu, pada QS. Ar-Rahman: 14, Allah berfirman:
خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ
Artinya :
“Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar,”
Dalam QS. Al-Hijr: 26, kata (hama) adalah tanah yang bercampur air lagi berbau, sedangkan kata (masnun) berarti dituangkan sehingga siap dan dengan mudah dibentuk dengan berbagai bentuk yang dikehendaki.
Proses Penciptaan Ibu Hawa
Hawa yang berarti keinginan, merupakan nama yang patut mendapat perhatian karena memang Allah menciptakan manusia ini berdasarkan keinginan-Nya untuk menciptakan banyak orang yang akan berhasil di muka bumi dan menjadi khalifah di muka bumi.
Penciptaan Hawa tidak diceritakan dengan jelas di dalam Alqur’an dan namanya tidak disebutkan secara khusus. Namun ayat Alqur’an yang menyatakan bahwa manusia “diciptakan dari dirinya sendiri dan Allah menciptakan pendampingnya darinya” ditafsirkan sebagai penciptaan Hawa dari sisi Adam.
Disebutkan pula dalam hadis bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk. Ia tidak diciptakan dari kepala Adam, bukan dari pandangan, bukan dari telinga karena, bukan dari mulut, bukan dari hati karena, bukan dari tangan, bukan dari kaki karena. Dan Hawa diciptakan dari anggota tubuh yang tersembunyi, yaitu tulang rusuk, yang bahkan tidak terlihat pada orang telanjang.
QS. An-Nisa: 1;
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Pernyataannya bahwa (khalaqa minha zaujaha) Allah dari dia yaitu. H. Wahidas Nafsin, yang menciptakan pendamping, mengisyaratkan bahwa laki-laki dan perempuan harus bersatu menjadi satu, yaitu bersatu dalam perasaan dan pikiran dalam cinta dan harapan dalam gerak dan langkah, bahkan tarik dan lemparan pikiran mereka. Oleh karena itu, nikah disebut juga (zawaj), artinya berpasangan, selain disebut (nikah), artinya penyatuan lahir dan batin.
Proses Penciptaan Nabi Isa AS
Nabi Adam AS. lahir tanpa ayah dan ibu. Bukankah itu lebih aneh dari kelahiran Isa AS. Maka, apakah Adam juga tuhan atau anak tuhan. Tidak Allah Yang Maha Kuasa yang menciptakan, bahkan menciptakan semua manusia.
Ada yang diciptakannya tanpa ayah dan ibu yaitu Adam AS, ada yang tanpa ayah, yaitu Isa AS, ada yang lahir setelah di sampingnya ada lelaki, yaitu istri Adam AS.
Nabi Isa AS sama dengan Nabi Adam. Unsur kejadian Adam pun dari tanah, dan hembusan ruh Illahi, selanjutnya anak cucunya memiliki unsur “ruh illahi” dan debuh tanah yang sama. Kalau pada diri Nabi Adam tidak ada unsur keutuhan, demikian pula pada diri Isa AS. Kalau dalam diri Adam ada unsur keutuhan seharusnya ada pula unsur keutuhan pada anak cucunya.
Kata (kun) dalam ayat ini, sebagaimana pada ayat 47 di atas dan ayat ayat lain, digunakan sekedar untuk mengambarkan betapa mudah Allah mencipta sesuatu dan betapa cepat terciptanya sesuatu bila dia menghendaki cepat dan mudahnya itu diibaratkan dengan mengucapkan kata kun.
Sekali lagi, kata kun hanya melukiskan buat manusia betapa Allah tidak membutuhkan sesuatu untuk mewujudkan kehendaknya dan betapa cepat sesuatu dapat wujud sama.
فَاَتَتْ بِهٖ قَوْمَهَا تَحْمِلُهٗ ۗقَالُوْا يٰمَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْـًٔا فَرِيًّا يٰٓاُخْتَ هٰرُوْنَ مَا كَانَ اَبُوْكِ امْرَاَ سَوْءٍ وَّمَا كَانَتْ اُمُّكِ بَغِيًّا
Proses Penciptaan Manusia Biasa
Pembentukannya terjadi melalui proses dan tahapan tertentu, dari sperma menjadi gumpalan darah, kemudian menjadi sepotong daging dan akhirnya menjadi tulang. Tulang tersebut kemudian dibungkus dengan daging dan kemudian diikat dengan saraf dan urat.
Tuhan juga menciptakan anggota tubuh yang nantinya dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dia menciptakan kepala dengan telinga, mata, hidung, mulut dan bagian lainnya.
ثُمَّ جَعَلْنٰهُ نُطْفَةً فِيْ قَرَارٍ مَّكِيْنٍ ۖ
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظٰمًا فَكَسَوْنَا الْعِظٰمَ لَحْمًا ثُمَّ اَنْشَأْنٰهُ خَلْقًا اٰخَرَۗ فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَحْسَنُ الْخٰلِقِيْنَۗ
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dari ratusan juta sel sperma pria, hanya ada satu sel sperma yang bisa masuk ke dalam sel telur untuk pembuahan. Ini menunjukkan bahwa setiap sel yang berhasil adalah yang terbaik di antara ratusan juta sel lainnya.
Setelah menentukan jenis kelamin janin dan mentransmisikan sifat-sifat keturunan dari orang tua melalui kromosom, maka selanjutnya adalah periode Al-Alaqah atau periode pembekuan darah.
Dan ini terbukti ketika gambar janin pada periode ini dibuat dalam bentuk darah beku, yang anggota tubuhnya belum terbentuk. Setelah pengambilan gambar periode berikutnya, ditemukan bahwa janin telah menjadi segumpal daging (mudh-ghoh), memperlihatkan bentuk tubuh yang lengkap dan tidak sempurna. Seperti yang dikatakan Alqur’an:
“Yaitu, sepotong daging yang sempurna dan tidak sempurna.”
Daging ini kemudian ditempelkan pada dinding rahim pada waktu yang telah ditentukan, yaitu sampai kelahiran. Rahim janin itu seperti tempat tinggal di mana ia tinggal selama beberapa waktu sampai tiba waktunya untuk pergi ke kerajaan dunia.
Secara rinci penciptaan manusia biasa dapat diatur sebagai berikut:
- Sperma dan telur
- Rahim
- Pembentukan Alaqah
- Pembentukan Mudgha
- Pembentukan tulang
- Pembentukan otot
- Perkembangan janin
- Perkembangan metafisik
*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Editor: Adis Setiawan