Esai

Potret Masyarakat Bima Era Kontemporer (Gejolak, Konflik dan Kronik)

3 Mins read

KULIAHALISLAM.COM – Akhir-akhir ini, kondisi sosial warga masyarakat Bima menjadi sorotan publik, kehebohan yang viralitas di media sosial, sebab maraknya kasus-kasus kejahatan itu seolah-olah menjadi makanan sehari-hari bagi warga masyarakat, konsumsi buruk bagi psikologis manusia, efek samping penyakit yang menjalar ke wilayah. Cerminan retakan bagi pemandangan Daerah. Sebab munculnya kasus kejahatan saling terkait, berhubung, selesai yang satu muncul yang dua, hilang kasus satu datang kasus yang dua. Hilang kasus terorisme ekstremitas muncul kasus sadisme kriminalitas. Hilang kasus pencurian muncul kasus pembantaian. Menjadi siklus lingkaran setan kejahatan yang sangaja terus-menerus dinormalisasi dalam kehidupan. Gayung bersambut, banyak warga yang hanya sibuk mencari kambing hitam pihak yang disalahkan, menyalahkan keadaan, menuduh pihak lembaga terkait dengan nada pesimistis. Lebih-lebih, banyak warga bersikap permisif membolehkan, membiarkan dan bahkan merawatnya sebagai bahan komoditas kapitalisasi kepentingan sosial politik tertentu.

Fenomena munculnya beragam konflik-konflik sosial memiliki beragam motiv dan tindakan. Seperti saling bacok membacok, pemanah misterius, aksi brutalitas premanisme, mengancam atau membunuh karakter seseorang, gesekan tawuran antar desa dan kampung, saling blokir jalan antar kampung.

Belum lagi problematika yang sangat kompleks dan perbuatan kejahatan berskala luar biasa (ekstra dionary crime) seperti kasus maraknya tindakan kelompok terorisme ekstremitas, peredaran barang narkotika psikotropika, pelecahan seksual, tawuran antar gang berusia remaja, antar gang motor jalanan sekaligus berdampak negatif kepada aspek lainnya.

Peristiwa gejolak dan problematika konflik sosial, gesekan tawuran sosial menyebar ke seluruh wilayah, berdampak buruk bagi daerah. Peristiwa kekerasan yang memicu kejahatan meluas di desa-desa atau kampung-kampung tersebut berdampak negatif menyebar dalam lingkaran sosial kepada lingkungan kabupaten Bima, Kab. Dompu, kota Bima, dan sekitarnya.

Baca...  Dewasa dalam Beragama

Misalnya, kasus konflik tawuran antara desa samili dan Risa, desa samili dan godo, desa godo dan kalampa, desa roka dan roi, desa sakuru dan sie. Begitu seterusnya, menjadi semacam siklus kejahatan yang dimunculkan, menjadi lingkaran setan kekerasan antar wilayah. Menjadi Momok trauma kekhawatiran psikologis antar warga desa di sekitarnya.

Warga masyarakat Bima adalah warga yang hidup dalam mayoritas kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan akses inovasi teknologi informasi, Ilmu pengetahuan, interaksi antara sosial, dan wawasan kebangsaan. Lebih-lebih akses terhadap kebutuhan dasar hidup yang sangat sulit, minimnya sumberdaya manusia yang berkualitas dibidang pendidikan dan agama, dan minimnya mendapatkan relasi sosial ekonomi yang layak, rapuhnya ikatan sosial, agama, budaya dan lintas Daerah.

Karena itu, warga masyarakat cenderung bertindak memberontak, melawan dan menuntut kepada pejabat-pejabat pemerintah daerah, beraspirasi audiensi di ruang ruang dewan perwakilan Daerah, atau bersuara lantang di hadapan politisi-politisi partai politik.

Mudah sekali merespon ketika muncul isu-isu sentimen Suku, Ras, budaya dan Agama (SARA) disekitarnya, mudah sekali bertindak brutalitas sadisme ketika muncul aksi kriminal, pencurian, dan kejahatan seksual, korupsi, narkotika, dan tindakan semena-mena, main hakim sendiri dan sangksi sosial antarsesama. Mudah sekali tersulut emosi ketika muncul seperti daun-daun kering yang mudah terbakar.

Dengan demikian, mengamati kondisi kekinian yang berkembang dalam aktivitas masyarakat yang terus memicu gejolak problematika yang sudah semakin kompleks, berdampak meluas, dan lintas wilayah di daerah. Oleh karena itu, maka ada beberapa point untuk menawarkan gagasan kritis, kreatif inovatif dan solutif bagi penyadaran, pengetahuan dan pemahaman antara warga masyarakat, kaum remaja muda, lembaga masyarakat sipil, dan pihak terkait.

Pertama, Status Pribadi dan Sosial.

Baca...  Inilah Jawaban Gus Musta'in Mengenai Moderasi Beragama

Warga masyarakat Bima adalah masyarakat yang hidup dalam kondisi sosial heterogen, berkarakter majemuk, beragam profesi, pekerjaan dan status sosial yang kompleks. Mayoritas warga hidup di daerah pinggiran gunung-gunung, ada yang di atas pegunungan, tepian jalanan dan kampung-kampung di desa. Mayoritas warga bekerja sebagai petani padi, bawang, jagung, kemiri, jambu jambu, dan pohon lainnya. Juga, sebagai peternak sapi dan kerbau, kuda liar, ayam-ayam kampung, ikan-ikan dan lainnya.

Kedua, Harkat dan Martabat Pribadi.

Warga masyarakat Bima adalah terbilang warga yang masih sangat kuat menjunjung tinggi nilai harkat dan martabat diri, merawat ajaran suku budaya desa/kampung setempat, memegang ajaran falsafah hidup sesepuh/tetua adat, dan menjaga norma etika agama.

Sehingga, ketika ada sesuatu perkataan sesuatu yang tidak elok menyinggung harkat martabat desa kampung tertentu, maka seseorang warga akan merespon dengan menepis isu-isu buruk itu, bahkan akan mengajak konflik tawuran secara psikis maupun fisik. Juga perbuatan tingkah laku yang mengolok-olok, menindas dan merendahkan suku budaya tertentu, maka orang atau warga yang merasa dirugikan atau dihinakan martabat suku, ras, budaya tersebut akan merespon dengan cara melawannya. Melalui sangksi etika sosial tertentu. Bahkan, bisa juga melalui proses hukum positif yang berlaku di Daerah setempat. Wilayah Bima.

Ketika, Falsafah dan Karakter.

Warga masyarakat Bima umumnya adalah dikenal sebagai manusia-manusia yang berkarakter kuat, cerdas, toleran, tangguh, agamis religius, pekerja keras, gesit ulet, kreatif, adaptif, dan kolektif paguyuban. Watak buruk yang dihindari adalah, watak tidak boleh nangis, cengeng, manja, lemah, dan lainnya. Apalagi banyak labelisasi positif dan negatif terkait dengan falsafah karakter orang Bima. Meskipun demikian, munculnya pembudayaan falsafah karakter tersebut adalah bagian dari internalisasi nilai-nilai luhur yang terus hidup, tumbuh dan berkembang menjadi suatu norma keyakinan, persepsi, dan pandangan, sehingga berdampak pada perbuatan karakter perilaku aktivitas keseharian dalam aspek kehidupan.

Baca...  Imajinasi Tanpa Sains

Falsafah karakter budaya, “Maja Labo Dahu”, “Nggahi Rawi Pahu”, “Katedi Rawi Ma Tada, Katada Rawi Ma Tedi”, “Kacoi Angi Kasama Weki”, “Taho Mpara Nahu Sura Dou Labo Dana”, “Taho Mpara Nahu Sura Dou Ma Rinpa”, dan karakter lainnya. Karena itu, setiap manusia mana Bima dan warga masyarakat umumnya penting untuk mendalami, menghayati dan mengimplementasi Falsafah Karakter luhur tersebut dalam lingkungan keluarga, relasi tetangga dan khalayak ramai agar terhubung interaksi yang baik damai, harmoni beradab antar sesama manusia dimanapun berada. Meskipun, masih banyak juga kaum muda, orang-orang dewasa dan pihak-pihak tertentu yang menaruh pesimistis, apatis, persetan mengabaikan karakter budaya luhur tersebut.

47 posts

About author
Alumni Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang. Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kuliah Al-Islam
Articles
Related posts
Esai

Relevansi Hadis Tentang Memelihara Jenggot dengan Konteks Kekinian

7 Mins read
Hadis mengenai anjuran memelihara jenggot merupakan salah satu aspek dalam kajian Islam yang sering menjadi perbincangan, baik dari segi hukum, historis, maupun…
Esai

Gagasan Sukidi PhD, Tentang Keislaman dan Keindonesiaan

6 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Sukidi Mulyadi PhD adalah seorang tokoh Intelektual Muslim, kader Muhammadiyah. Beliau seorang Pemikir Kebinekaan dan Cendekiawan kebangsaan, yang selalu tampil…
Esai

Sosok Sukidi PhD, Seorang Cendekiawan Publik

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Sukidi Mulyadi atau yang dikenal dengan sebutan Sukidi PhD, adalah seorang cendekiawan Kebangsaan dan Pemikir Kebinekaan. Beliau Tokoh intelektual Muslim,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights