Artikel

Perjalanan Hidup Sayidah Aminah dan Abdullah dari Kecil Hingga Dewasa

6 Mins read

KULIAHALISLAM.COM – Abdullah bin Abdul Muthalib
merupakan ayah paling mulia dalam sejarah karena menjadi ayahanda Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wasallam dan Aminah menjadi ibu termulia selain Maryam binti
Imran sepanjang sejarah umat manusia. Pada saat itu di kota Mekah terkenal
seorang pemuda tampan dan menarik. Menarik perhatian gadis-gadis di Mekah.
Sedangkan Aminah merupakan gadis tercantik di Mekah yang tekenal dengan
kecantikannya dan ahlaknya yang mulia. 



Aminah dikenal sebagai anak yang
sangat memikat, membuat siapapun jatuh hati kepadanya. Orang-orang hampir tidak
mengerti rahasia dibalik pesona Aminah. Aminah adalah seorang anak yatim yang
hidup dalam asuhan pamannya bernama Wuhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah. Pamannya
berasal dari Bani Zaharah yang merupakan kabilah (suku) yang sangat dihormati
kaum Quraisy Mekah. Halah adalah putri Wuhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah. Halah
menjadi orang paling dekat dan paling sayang kepada Aminah.

Keduanya menjadi sepasang kupu-kupu
dalam taman yang menghijau, terbang bersama,turun bersama juga melewati masa
kanak-kanak bersama. Halah telah berusia 14 tahun dan Aminah berusia 12 tahun.
Halah dan Aminah merupakan dua gadis yang berasal dari keluarga terhormat dan
memiliki kedudukan tinggi di Mekah. Halah menikah dengan Abdul Muthalib bin
Hasyim, seorang pembesar kota Mekah.

Kehidupan yang beru ini memisahkan
Aminah dan Halah karena Halah harus tinggal bersama suaminya. Jika Halah
mempunyai waktu luang maka ia akan mengunjungi ayahnya dan Aminah dan berbicara
masalah penduduk kota Mekah. Walaupun Halah telah menikah namun Halah dan
Aminah semakin dekat.

Kecantikan Aminah semakin sempurna.
Aminah menjadi permata kota Mekah dan dambaan para pemuda dan pembesar kota
Mekah. Aminah menjadi buah bibir penduduk kota Mekah, kecentikan, kesopanan,
kecerdasan dan kesederhannya dibicarakan dimana-mana.Pada saat yang sama kota
Mekah juga ramai membicarakan seorang pemuda cerdas, dermawan dan pemberani.
Tuhan juga menganugerahkan karunia ketampanan yang memikat semua gadis-gadis
penduduk Mekah. Semua ayah berharap menjadi mertuanya dan semua ibu berharap
menjadikannya suami dari putrinya. Pemuda tampan itu adalah Abdullah bin Abdul
Muthalib.

Halah merasa yang tepat bagi
Abdullah adalah Aminah. Keinginan Halah menjodohkan Abdullah dengan Aminah,
langsung dibicarakannya dengan suaminya yaitu Abdul Muthalib. Dan ternyata
Abdul Muthalib juga menginginkan agar putranya Abdulah menikah dengan Aminah.
Mendengar respon suaminya, Halah sangat gembira. Halah juga membicarakan
perihal pernikhan Abdullah dan Aminah dengan ayahnya, Wuhaib.

Walau Wuhaib dan Abdul Muthalib
setuju untuk menikahkan Abdullah dengan Aminah tetapi rencana pernikahan itu
terunda dan Aminah ataupun Abdullah belum mengetahui bahwa mereka akan
dijodohkan. Abdul Muthalib menginginkan putranya itu segera menikah dengan
Aminah tetapi ia masih memiliki janji dengan Tuhan (Nazar) yang harus ia
tunaikan. Ia sempat bernazar kepada Allah, jika ia berhasil menemukan sumur
Zamzam maka ia akan menyembelih  anaknya
untuk dikorbankan kepada Tuhan.

Baca...  Karakteristik Sufi Falsafi dan Sufi Sunni

Gunung-gunung kota Mekah
mengeluarkan nafas panasnya saat tengah hari. Di tengah terik matahari yang
menyengat, Abdul Muthalib menemui Wuhaib bin Zurah. Ia mengutarakan akan
memenuhi janjinya kepada Tuhan untuk menyembelih anaknya. Wuhaib berkata : “ Masihkah
engkau memikirkan hal itu wahai Abdul Muthalib ?
”.

Abdul Muthalib berkata : “ Benar,
wahai sahabatku. Akan kusembelih salah seorang dari putraku sebagai kurbanku
kepada Tuhanku. Apakah engkau menduga bahwa nazarku hanya sendagurau semata ?
Engkau tahu bahwa situasi saat itu sulit dan menegangkan. Ingatkah engkau
Wuhaib ketika orang-orang  Quraisy
mengerumuniku ? saat itu, aku sedang mengangkat cangkul dan memukulnya di tanah
untuk mencari sumber air zamzam sebagaimana yang diisyaratkan oleh Tuhanku.
Mereka semua memusuhiku padahal aku tidak berbuat jahat kepada mereka dan tidak
pernah kucelakai seorangpun. Hanya putraku Al-Harits satu-satunya orang yang
ada dibelakangku. Hatiku hancur berkeping-keping. Hanya satu putra yang
kumiliki saat itu. Sedangkan di sekitar masyarkat Quraisy terdapat anak-anak
mereka yang banyak, ikut memusuhiku dan turut menzalimiku”.

Emosi Abdul Muthalib mulai memuncak,
suaranya gemetar terputus-putus. Air mata mata berlinang membasahi pipinya. Ia
terdiam. Setelah kembali tenang, ia pun melanjutkan ceritanya. : “ Saat itu,
aku benar-benar membutuhkan banyak anak laki-laki, wahai Wuhaib, anak laki-laki
yang menjadi tumpuan kebanggaan dan kesombongan orang-orang Quraisy. Aku pun
bernazar kepada Tuhan, jika Dia menganugerahiku 10 anak laki-laki, maka akan
kusembelih salah satu diantara mereka sebagai kurban kepada-Nya. Dan sekarang
Tuhan mengabulkan doaku dan mewujudkan harapanku. Pantaskan jika kemudian aku
bersikap kikir dan mengorbankan satu putraku demi Dia ?
”.

Aminah berada dekat dengan kedua
orangtua tersebut dan mendengar semua percakapan mereka. Hatinya terasa sesak,
merasa ngeri membayangkan Abdul Muthalib akan melaksanakan nazarnya menyembelih
putranya. Aminah diam dalam sedih. Ia takut Abdul Muthalib benar-benar
menyembelih salah satu putranya.

   Malam
yang panjang, rumah Abdul Muthalib dipenuhi orang-orang Quraisy dan non
Quraisy. Mereka datang untuk meyakinkan Abdul Muthalib agar membatalkan
nazarnya. Bangsa Arab kawatir akan lahirnya tradisi yang menakutkan.
Putra-putra Abdul Muthalib berkerumun di sekeliling Abdul Muthalib dan berkata
: “ Wahai ayahanda, laksanakanlah kehendakmu dan gapai rida Tuhan-mu. Jangan
kau langgar janji yang telah kau ucapkan. Engkau adalah orang yang bertakwa dan
memenuhi janji. Jiwaku tunduk kepada kehendakmu dan kepalaku ditanganmu
”.

Baca...  Alquran Sebagai Solusi Menghadapi Problematika Antar Umat Beragama

Orang-orang merasa kagum menyaksikan
putra-putra Abdul Muthalib yang berani dan sanggup tersenyum menghadapi
kematian di depan mata. Air mata para ibu bercucuran dan mencela para suami
mereka yang tidak mampu membatalkan nazar Abdul Muthalib. Kelopak  mata gadis Mekah pun tidak mampu terpejam,
mereka mendambakan Abdullah sepanjang malam. Masing-masing berharap Tuhan
memilih orang lain dan menyelamatkan Abdullah dari tragedi ini. Aminah terus
berdoa dan mengharapkan kasih sayang Allah serta rahmat-Nya yang luas. Ia
percaya bahwa Tuhan tidak akan meminta seorang ayah memotong leher anaknya.
Aminah teringat pada kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.

Jalan Keluar

Hari berhanti, matahari pun terbit
menyapa rombongan kafilah para pembesar Quraisy yang sedang menempuh perjalanan
ke arah utara. Mereka menuju Khaibar, sebuah desa dekat Yatsrib (Madinah)
tempat tinggal seorang Dukun perempuan Hijaz yang dipercaya oleh bangsa Arab.
Dalam kondisi-kondisi tertentu ketika sebuah masalah menjadi runyam dan
jalan-jalan kebenaran seakan tertutup, orang-orang Arab akan mendatangi sang
dukun. Mereka berunding meminta pendapatnya, kemudian menjalankan apa yang
telah disepakati bersama. Keahlian sang dukun dalam menyingkap tabir persoalan
serta pengetahuannya telah banyak hal yang tidak dapat diketahui oleh orang
banyak tersohor dimana-mana.

Dua puluh hari lamanya rombongan ini
melakukan perjalanan pulang dan pergi. Kini, rombongan kafilah telah kembali ke
kota Mekah membawa sebuah solusi dari sang dukun untuk menyelamatkan Abdullah
dari keputusan yang telah menentukan kematiannya. Hati Bani Muthalib
berdebar-debar. Harapan bercampur ketakutan. Keputusan sang dukun perempuan
ternyata tidak secara langsung menjauhkan pisau besar Abdul Mutahlib dari leher
putranya. Ia justru menggantungkan hidup Abdullah kepada tempurung undian.

Ia bertanya kepada rombongan kafilah
yang mendatanginya tentang tebusan orang yang dibunuh dalam tradisi mereka.
Ketika mereka menjawab tebusannya adalah 10 ekor unta, sang dukun mengeluarkan
perintah untuk kembali kepada Tuhan, lalu mengundi 10 ekor unta dengan
Abdullah. Jika Tuhan memilih dan merestui 10 ekor unta maka permasalahan
berakhir dan sang pemuda pun selamat. Jika tidak, maka mereka harus menambah 10
ekor unta lagi dan mengulang undian. Penambahan 10 ekor unta akan terus
dilakukan hingga Tuhan merestui dan memafkan Abdullah dan memilih tebusan unta.

Baca...  Pemikiran Hadis Mustafa Al-Siba’I

Diselimuti oleh rasa takut serta
khawatir, orang-orang Quraisy dan Bani Abdul Muthalib bertekad akan
menghentikan tangan Abdul Muthalib dan menghalanginya menyembelih putranya,
baik Tuhan merestui maupun tidak. Hari berganti, siang datang menebarkan hawa
panas. Orang-orang berangkat menuju Ka’bah dan melihat sekumpulan unta yang
gemuk. Mereka berharap Tuhan akan membuka mata-Nya lebar-lebar dan melihat
jamuan besar ini, memilih jumlah unta yang dikehendaki-Nya, lalu memafkan
Abdullah.

Air liur fakir miskin dan
orang-orang lapar menetes tak terbendung. Mereka membayangkan betapa lezat
daging-daging unta dengan bongkolnya yang padat. Mereka menatap
berhala-berhala, berharap Tuhan akan memilih hewan  yang penuh daging dan lemak daripada
menyetujui penyembelihan manusia yang hanya akan mendatangkan kesengsaraan
serta kepedihan. Mereka menyaksikan Abdul Muthalib datang dengan piasu besar
dan unta-unta berada disebelahnya.

Abdul Muthalib mengangkat kedua
tangannya ke langit dan berdoa agar Tuhan menerima tebusan unta dan membebaskan
Abdullah. Undian pun dimulai, dan keluar nama ‘Abdullah’. Orang-orang berteriak
“ mengapa engkau diam saja, tambahkanlah 10 ekor unta !”. Tempurung pun kembali
diaduk dan keluar nama ‘Abdullah’ lagi. Undian terus dilanjutkan hingga jumlah
unta tebusan yang harus diberikan Abdul Muthalib berjumlah 90 unta. Orang-orang
Quraisy memandang Abdullah yang malang dengan penuh rasa iba yang mendalam.

Para fakir miskin dan orang-orang
yang lapar gembira setiap kali jumlah unta ditambahkan. Abdul Muthalib selalu
memberi isyarat menambahkan unta setiap kali nama ‘Abdullah’ yang keluar dari
tempurung undian. Aminah tidak berada disana untuk menyaksikan semua itu. Sejak
pagi, ia sebetulnya ingin ikut bersama orang-orang namun ia kehilangan
kekuatannya karena keseduhan yang mendalam. Aminah tetap tidak hilang
harapannya akan kasih sayang Tuhan.

Di hadapan Ka’bah peroses pengundian
terus berlangsung hingga unta berjumlah 100 ekor unta. Pada akhirnya yang
keluar dari tempurung undian adalah nama ‘unta’ bukan ‘Abdullah’. Orang-orang
merasa gembira akhirnya Abdullah tidak jadi disembelih Abdul Muthalib dan
mereka juga akan segera menyembelih 100 ekor unta hasil undian sebelumnya.
Daging-daging unta itu disembelih atas nama Tuhan dan seluruh dagingnya
dibagikan bahkan hewan-hewan pun dipersilahkan menikmatinya. Wajah fakir dan
miskin sangat gembira menikmati hidangan daging unta yang melimpah ruah.Setelah
peristiwa itu, Abdul Muthalib dan Wuhaib mengumumkan akan menikahkan Abdullah
dan Aminah. Pernikahan Aminah dan Abdullah mungkin insyAllah akan diulas pada
waktu selanjutnya.

Sumber : Aminah The Greates Love
karya Abdul Salam Al-Asyri, Pena.

 

 

 

 

 

2366 posts

About author
Merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Artikel

Tidak Bisa Mengetik di Word karena "Selection is Locked", Ini Solusinya!

2 Mins read
Kompak – Salah satu masalah yang sering ditemui pengguna Microsoft Word adalah pesan “Selection is Locked” yang muncul saat mencoba mengetik atau…
Artikel

Ingin Rumah Lebih Sejuk? Coba Roster Jogja dari AM Roster

4 Mins read
Mendapatkan rumah yang sejuk merupakan impian bagi setiap orang, terutama di negara tropis seperti Indonesia. Salah satu cara untuk menciptakan suhu udara…
Artikel

Sekolah Bisnis Online dan Konsultan Feasibility Study: Meningkatkan Kualitas Bisnis di Era Digital

4 Mins read
Pendahuluan Di era digital yang terus berkembang, memulai dan mengelola bisnis bukan lagi hal yang sulit. Teknologi internet memberikan akses ke berbagai…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights