Refleksi selama mengikuti mata kuliah pendidikan karakter, membuat ketertarikan untuk membahas topik yang erat kaitannya dengan pendidikan karakter sebagai perisai perlindungan bagi anak broken home.
Broken home dapat diartikan sebagai istilah yang menggambarkan rusaknya hubungan suatu keluarga yang tidak harmonis diantara ibu dan ayah sehingga muncul lah perceraian ( Nurul Wahida, 2021:767).
Penyebab terjadinya kerenggangan hubungan suatu keluarga yaitu pasangan yang tidak kondusif dari segi fikiran, ekonomi, finansial, lahir dan batin serta gangguan eksternal lainnya, membuat hubungan antar suami istri menjadi hancur. Sering kali di temukan rumah tangga yang baru menikah, atau dijalani tidak terlalu lama mengakibatkan perselisihan perbedaan pendapat dari kedua pasangan.
Titik utama pemicu terjadinya renggang hubungan keluarga ketika sikap egoisme antara kedua pasangan yang menguasai diri sendiri, sehingga susah untuk di kontrol.
Umumnya alasan terjadinya renggangnya hubungan keluarga adalah kurangnya komunikasi yang baik antara kedua pasangan seperti prasangka dan praduga yang memicu terjadinya perdebatan dalam rumah tangga.
Tidak hanya itu kurangnya tanggung jawab sebagai suami dan sebaliknya seorang istri yang baik dalam menjalankan peran masing-masing dalam rumah tangga menjadi permasalahan pendukung.
Dengan adanya problematika pada keluarga, yang jadi sasaran utamanya adalah anak. Anak yang ada di dalam rumah tangga akan mengalami gangguan dalam pertumbuhan dari kecil hingga dewasa.
Seorang anak hanya bisa mengharapkan untuk menjadikan keluarga sebagai wadah untuk berkembang dengan baik secara psikologis atau mentalnya, yang dimana lingkungan keluarga merupakan unit sosial yang mendasar di dalam masyarakat.
Akibat dari permasalahan rumah tangga, anak tidak banyak mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya, dan harapan untuk tumbuh bersama dengan keluarga yang harmonis hanyalah khayalan.
Tentunya peristiwa ini sangat berpengaruh terhadap mental anak. Anak akan cenderung merasa kesedihan yang mendalam, dan kesepian yang berkepanjangan sehingga membuatnya sulit untuk menerima keadaan.
Tidak hanya itu saja, anak akan mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam bekomunikasi dengan orang lain, kondisi mental yang terdistract akan lebih posesif ketika menghadapi suatu hal, kekecewaan yang berat kepada orangtuanya, menjadi faktor anak menjadi murung, pendiam dan tidak memiliki tingkat kepercayaan diri untuk bersosialisasi di lingkungan sekolah.
Mengapa hal demikian bisa terjadi? Karena akibat dari orangtua yang selalu marah-marah dan cekcok di depan seorang anak, membuat ketakutan yang menguasai diri pada anak. Cekcok yang berulang membuat gangguan fokus dan ketakutan bahkan kepada orangtuanya dan di bawa sampai mereka menginjak usia dewasa, sehingga bisa menimbulkan traumatik tersendiri.
Pendidikan karakter hadir untuk menjadi perisai pelindung bagi anak-anak yang mengalami broken home. Anwar (2021:908) mengatakan bahwa pendidikan karakter sebagai kunci utama dalam membentuk peradaban yang berkelanjutan/ lebih baik. Yang akan menjadi fokus utama pada pendidikan karakter adalah pembentukan akhlak yang baik.
Akhlak baik berupa prilaku yang etis seperti keadilan, kesederhanaan, keberanian, belas kasihan. Kasih sayang, empati, sopan, santun, ramah dll. Pendidikan karakter banyak mengajarkan mengenai intergritas, kejujuran, tanggung jawab, disiplin dan saling menghormati antara satu dan lainnya.
Pendidikan karakter bukan hanya tugas dari sekolah atau Lembaga pendidikan formal, namun, pendidikan karakter harus di implementasikan di dalam kehidupan sehari-hari, melalui interaksi pada orang banyak.
Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Khaldun yang mengatakan pendidikan karakter harus membentuk kesadaran moral dan kepatuhan terhadap nilai-nilai yang positif (Ramdan, 2020:908).
Anak broken home membutuhkan perlindungan untuk mereka bisa bertahan dengan trauma yang dialami. Pembahasan akan lebih mendalam mengenai bagaimana pendidikan karakter dapat menjadi banteng perlindungan pada akan broken home.
Dampak broken home terhadap perkembangan anak dialami dengan cara yang berbeda dalam hidupnya dan ada banyak penyebab, salah satunya mulai dari pola asuh tunggal, perpisahan orang tua yang membuat anak diasuh orangtua tunggal, diasuh oleh nenek dan kakek, bahkan tak jarang paman dan bibi akan membantu. Hal inilah yang membuat pengaruh dari segi emosional, sosial dan pendidikan.
Anak selalu menganggap bahwa orang tua adalah segalanya. Yang paling penting dalam hidupnya hanya orangtua. Dari itulah anak belajar tentang kebersamaan, berbagi dan tolong menolong. Namun, semuanya akan hancur ketika orangtua bercerai, kepercayaan yang sudah dibangun selama ini hancur begitu saja dengan sendirinya.
Anak yang kondisi orangtua bercerai sulit untuk membangun kepercayaan, ia sudah kehilangan sesuatu yang sangat berharga bagi dirinya, maka jangan heran apabila ia tumbuh menjadi pribadi yang sensitif dan muncul sikap perlawanan dan durhaka kepada orangtuanya (Baiquni, 2016:114). Mayowa (2021).
Mengungkapkan broken home menjadi pengaruh besar bagi pendidikan anak, riset menunjukkan ada hubungan yang erat antara anak dari keluarga broken home dan presetasi akademik di jenjang sekolah dasar hingga menengah atas. Salah satunya yaitu kehadiran siswa disekolah atau tidak melanjutkan pendidikan.
Tidak hanya itu saja, orangtua yang sibuk dengan urusan masing-masing, melupakan kewajibannya sebagai orangtua untuk memberikan kasih sayang dan dukungan kepada anak, mengajarkan, membimbing, sebagai tempat untuk berkeluh kesah. Hal itu yang membuat pengaruh besar bagi pendidikannya.
Akibat seorang anak yang sering mendengar pertengkaran kedua orangtua sampai mengalami kekerasan, menyebabkan anak mengalami tekanan jiwa, pola prilaku anak kurang terstruktur dengan baik, emosi yang tidak stabil dan lebih senang menyendiri, menyukai kesepian dari pada keramaian.
Akibat yang paling menonjol yaitu kepribadian yang menyimpang, fenomen ini membuat anak sulit untuk bersosialisasi dalam memilih teman di masyarakat. Kecemasan dan ketakutan yang tinggi menjadi alasan ia untuk lebih menyukai kesendirian, Mistiani( 2018).
Dari pemabahasan diatas maka, pendidikan karakter sangat diperlukan untuk membangkit semangat dari keterpurukan akibat tekanan yang dialami, dalam dirinya.
Pendidikan karakter memberikan dorongan yang kuat dan membentuk kepribadian yang berintegritas, akhlak yang baik, serta menanamkan nilai moral, etika, dan sikap positif melalui pendekatan yang dapat membantu anak untuk merasa dirinya dapat bangkit dari keterpurukan itu. Pendidikan karakter tidak hanya didapatkan dari lingkungan sekolah, di lingkungan keluarga, masyarakat dan lain-lain.
Sebagai contoh pendidikan karakter yang religius akan membawa anak untuk membangun dan menguatkan katahanan mentalnya dengan cara mendekatkan diri dengan Allah SWT menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim/ beragama.
Mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan, rutin bersedekah, membantu orang lain, aktif dalam kegiatan sosial masyarakat, maka secara perlahan akan membantu memulihkan trauma pada anak, bahkan membangun tingkat kepercayaan diri pada anak, karena ia merasa nyaman di tempat dimana ia dihargai dan di butuhkan.
Selalu berfikir positif, melakukan hal-hal positif dengan fokus pada apa yang dicita-citakan, menanamkan motivasi belajar dalam diri sendiri dan mencari tempat berbagi curhat untuk meluapkan semua fikiran yang sudah di pendam.
Tanpa sengaja dengan hal-hal positif yang dijalani akan menanamkan sikap tanggung jawab, kejujuran, empati, toleransi dan lain sebagainya. Bahkan dengan berbagai rintangan yang dialami, mendorong anak broken home untuk berusaha merubah nasib untuk semangat dalam belajar disekolah bisa lebih berprestasi di bidang akademik maupun nonakademik, dan tidak pernah takut untuk gagal karena sudah terbiasa dengan kegagalan dari pengalaman yang dialami, membuat ia memiliki tekat yang kuat untuk berubah dan berkembang.
Percaya kepada diri sendiri, tegar dan kuat menghadapi permasalahan yang ada, dengan segudang pengalaman yang dialami di dalam kehidupan anak broken home, membuat ia semakin mendiri, tangguh, optimis dan tegar, dari hal itu terbentuklah kepribadian yang kuat pada mereka.
Dapat dipahami bahwa semua solusi dan usaha yang dilakukan, selalu membutuhkan peran orangtua, guru, dan lingkungan sekitar tempat tinggal. Dengan suport orang tua yang, selalu merasa bersalah dan gagal dalam mendidik anaknya, pastinya tidak ada orangtua yang tidak menginginkan anaknya memiliki masa depan yang jauh lebih baik, orangtua boleh saja gagal dalam membina rumah tangga, namun seorang anak tetaplah anak yang masih membutuhkan nasihat, suport dan bimbingan dari mereka.
Sebagai guru memiliki peran yang penting dalam memperhatikan kesulitan yang dialami oleh para siswa, tidak boleh bersikap apatisme, harus bisa mengetahui kesulitan apa yang sedang dialami oleh siswa, sehingga dengan pantauan guru, maka akan menemukan solusi yang dapat di musyawarahkan demi tumbuh kembang anak yang baik di masa mendatang. Dengan adanya pendidikan karakter akan membuat perisai yang kuat untuk melindungi anak broken home yang mengancam dirinya sendiri atau orang terdekatnya.
Referensi:
Nafsaka, Z., Kambali, K., Sayudin, S., & Astuti, A. W. (2023). Dinamika Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ibnu Khaldun: Menjawab Tantangan Pendidikan Islam Modern. Jurnal Impresi Indonesia, 2(9), 903-914.
Sigiro, J. S., Alexander, F., & Al-Ghifari, M. A. (2022). Dampak Keluarga Broken Home pada Kondisi Mental Anak. In Prosiding Seminar Nasional Ilmu Ilmu Sosial (SNIIS) (Vol. 1, pp. 766-775).
Ariyanto, K. (2023). Dampak Keluarga Broken Home Terhadap Anak. Metta: Jurnal Ilmu Multidisiplin, 3(1), 15-23.
Rusni, I., Karnilawati, K., Desyandri, D., & Murni, I. (2022). Dampak Keluarga Broken Home terhadap Motivasi Belajar Siswa. Jurnal pendidikan tambusai, 6(2), 10896-10899.
Sari, L. S. P., Oktavianti, I., & Kironoratri, L. (2023). Dampak Keluarga Broken Home Terhadap Motivasi Belajar Anak. Jurnal Educatio FKIP UNMA, 9(2), 1153-1159.