Biografi Muhammad Abduh
KULIAHALISLAM.COM – Kelahiran Muhammad Abduh tidak diketahui secara pasti. Dalam tulisan-tulisan tentang biografi Muhammad Abduh, tahun 1894 merupakan tahun yang popular dan dikaitkan dengan kelahirannya.
Ketidakjelasan waktu dan tempat kelahiran Muhammad Abduh disebabkan kurangnya kepedulian orang tua beliau akan penulisan waktu dan tempat kelahiran anak-anaknya, selain itu pada saat kelahiran Muhammad Abduh, keadaan Mesir yang berada dibawah kekuasaan Muhammad Ali (1805-1849) dalam keadaan kacau.
Dan beban pajak yang ditanggung rakyat sangat berat, sehingga para rakyat banyak yang beralih profesi dan berpindah-pindah tempat dari desa satu ke desa yang lain untuk menghindari pungutan pajak, termasuk orang tua Muhammad Abduh.
Keluarga Muhammad Abduh adalah keluarga sederhana, bukan dari keluarga bangsawan yang terdidik, tetapi taat dalam beragama. Sehingga jika dilihat dari nash keluarganya, Muhammad Abduh sangat terpandang dan dihormati.
Pendidikan formal yang diperoleh pertama kali bertempat di masjid Al Ahmadi Thantha yang berlangsug selama 2 tahun, tetapi sebelum itu ia mempelajari dan menghafal Alqur’an. Sistem pembelajaran di Thantha yang tidak sesuai membuat Muhammad Abduh kembali ke desanya.
Pada usia ke-16 Ia dinikahkan oleh orang tuanya, tetapi meskipun telah menikah Muhammad Abduh dipaksa untuk belajar, tetapi kabur ke Syibral Khit, desa yang di diami oleh beberapa pamannya. Di Syibral Khit barulah Muhammad Abduh mengalami perubahan di bawah bimbingan Syekh Darwisy Khidr.
Perubahan orientasi yang terjadi pada Muhammad Abduh mendorongnya kembali ke Thantha untuk belajar. Selesai dari Thantha, Muhammad Abduh melanjutkan studi ke Al Azhar (1866 M). Sesampainya di Al Azhar Muhammad Abduh merasakan kejenuhan karena sistem pembelajaran yang membosankan. Tetapi disela-sela kekecewaannya ada beberapa syekh yang sangat dikagumi.
Selanjutnya Muhammad Abduh mengabdikan diri dengan mengajar di Al Azhar, Darul Ulum dan di rumahnya, dengan mengajarkan kitab Akhlak Ibnu Miskawaih, Mukaddimahnya Ibnu Khaldun, dan sejarah kebudayaan Eropa oleh Ghizot.
Pada saat masih belajar di Al Azhar Muhammad Abduh bertemu dengan Jamaluddin Al Afghani, orang yang sangat mempengaruhi kepribadiannya. Pertemuan dengan Jamaluddin Al Afghani membuat dirinya merasa bertanggung jawab terhadap kondisi Islam.
Bersama dengan Jamaluddin Al Afghani beliau melakukan advokasi untuk menyandarkan bangsa Mesir dan umat Islam pada umumnya agar tidak diam saja ketika terjadi kezaliman dan dirampasnya hak-hak yang seharusnya dimiliki.
Atas kegiatannya tersebut Muhammad Abduh diberhentikan dari tugasnya di dua lembaga, tetapi ditahun selanjutnya terjadi perombakan kabinet, Muhammad Abduh diberi tugas kembali untuk memimpin surat kabar dalam pemerintah Al Waqa’id Al Misriyah.
Muhammad Abduh memanfaatkan surat kabar untuk mempropagandakan perjuangannya bagi kepentingan nasional Mesir. Selang dua tahun dari pembebasannya pada tahun 1882 terjadi Revolusi Urabi yang menyebabkan kekalahan kaum nasionalis Mesir dari Inggris.
Dan peristiwa tersebut mengakibatkan Muhammad Abduh ditangkap karena dianggap terlibat dalam revolusi tersebut. Tetapi setelah enam tahun pada tahun 1894 Muhammad Abduh diangkat menjadi anggota Majlis A’la Al Azhar.
Beberapa Ide Pembaharuan
Sikap dan pembaharuan yang bersumber dari pengakuan Muhammad Abduh sendiri meliputi dua hal:
Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taklid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagai Salaf Al Ummah.
Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi kantor-kantor pemerintah, maupun dalam tulisan-tulisan media massa, penerjemahan maupun korespondensi.
Para akademisi yang mengamati gerakan pembaharuan Muhammad Abduh mengidentifikasikan ide dan tujuan pembaharuannya dalam empat hal:
- Pemurnian Islam dari berbgai pengaruh dan pengalaman yang tidak benar
- Pembaharuan pendidikan tinggi Islam
- Perumusan kembali ajaran Islam dengan pemikiran modern
- Pembelaan Islam terhadap pengaruh-pengaruh Eropa
Musthafa Abdul Raziq juga berpendapat mengenai ide dan pembaharuan Muhammad Abduh, meliputi tiga hal:
- Pembebasan pikiran dan penentangan terhadap taqlid
- Kesatuan antara agama dan ilmu harus saling mendukung
- Pemahaman agama secara salafi
Secara umum ide pembaharuan Muhammad Abduh pararel dengan ide pembaharuan-pembaharuan pra-modern, yang bertujuan untuk membersihkan umat dari pengaruh bid’ah, khufarat, dan tahayul, serta mengembalikan kepada Alqur’an dan Hadis.
Ide pembaharuannya juga sejalan dengan pembaharuan-pembaharuan modern yang tidak hanya mengembalikan urusan sosial dan keagamaan kepada Alqur’an tetapi mentafsiri ayat Alqur’an dengan pengetahuan modern.
Ide pembaharuan Muhammad Abduh secara komprehensif dan integral bedasarkan aspek dan bidang yang dibahasnya adalah:
Masalah Sosial Keagamaan
Muhammad Abduh berpandangan bahwa penyakit yang melanda negara-negara Islam adalah adanya keracunan pemikiran agama di kalangan umat Islam sebagai konsekuensi datangnya beradaban Barat dan adanya tuntunan dunia Islam modern.
Sebab membawa kemunduran umat Islam bukan karena ajaran Islam itu sendiri, melainkan adanya sikap jumud di tubuh umat Islam. Seperti yang telah dikemukakan olehnya dalam buku Al Islam baina Al ‘Ilm wa Al Mahdaniyyah.
Dijelaskan bahwa sikap jumud dibawa oleh tubuh Islam oleh orang-orang bukan Arab, yang merampas puncak kekuasaan politik dunia Islam yang membawa paham animisme tanpa mementingkan akal.
Masalah Ijtihad
Pemikiran Muhammad Abduh menonjol pada pemikiran Ibnu Taimiyyah tentang ibadah dan muamalah. Bahwa ajaran-ajaran yang terdapat dalam Alqur’an dan Hadis bersifat tegas, jelas, dan terperinci.
Penyesuaian dasar-dasar itu dengan situasi modern dilakukan dengan mengadakan interpretasi baru dengan melakukan ijtihad.
Melakukan ijtihad berarti menjalankan jalan yang telah ada dalam syariat Islam sebagai sarana untuk menghubungkan hal-hal baru kedalam kehidupan manusia dengan ilmu-ilmu Islam, meskipun ilmu-ilmu Islam telah dibahas seluruhnya oleh ulama terdahulu.
Masalah Kedudukan Wanita
Persoalan lain yang disinggung oleh Muhammad Abduh adalah masalah peran dan kedudukan wanita. Pendapatnya mengenai hal ini merupakan respon terhadap tuduhan orientalis yang menganngap Islam merendahkan kedudukan wanita.
Walaupun pada dasarnya pria memiliki derajat diatas wanita, tetapi wanita memiliki hak dan kewajiban terhadap Tuhan, agama, keilmuan, yang sama dengan pria.
Pembaharuan Pendidikan
Pembaharuan pendidikan menjadi prioritas dalam gerakan pembaharuan Abduh, sehingga sampai hayatnya ia konsisten dalam modernisasi sistem dan lembaga pendidikan. Tujuan utama pembaharuan pendidikan Muhammad Abduh adalah menciptakan sarjana-sarjana Muslim yang menguasai ilmu-ilmu agama.
Langkah awal yang dilakukan Muhammad Abduh adalah memodernkan Al Azhar dengan melakukan pembatasan kurikulum, ujian tahunan dengan memberikan beasiswa bagi yang lulus, penyeleksian buku yang baik dan bermanfaat, tempo pembelajaran primer lebih lama dari pembelajaran sekunder, dan menambahkan ilmu-ilmu modern.
Usaha Muhammad Abduh untuk memodernkan Al Azhar mengalami kegagalan, karena banyak ditentang oleh syekh-syekh Al Azhar yang konservatif, tetapi kegagalannya ini tidak menyurutkan niatnya untuk mewujudkan lembaga pendidikan Islam yang sistemnya disesuaikan dengan kondisi masyarakat.
Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut pada tahun 1905 ia mencetuskan ide pembentukan Universitas Mesir, walaupun baru terwujud sepulang beliau ke Rahmatullah (11 Juli 1905) dengan nama Universitas Ciro.
Daftar Pustaka
- Ahmad Faqihuddin, Modernisasi Keagamaan dan Pendidikan (https://uia.e-journal.id/Tahdzib/article/view/1598)
- Buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah kelas IX (2019)