Pemikiran Intelektual Islam Prof. Fazlur Rahman, Ph.D
Prof.
Dr. Fazlur Rahman dijuluki sebagai Bapak neo-modernisme Islam. Fazlur Rahman lahir
tahun 1919 di daerah barat laut Pakistan dan wafat di Chicago 26 Juli 1988.
Seorang pemikir Muslim, sarjana muslim kaliber dunia, Guru Besar pada
University of Chicago dalam bidang pemikiran Islam.
Fazlur Rahman merupakan
guru dari Prof. Amien Rais, Prof. Nurcholis Madjid, dan Prof. Dr Buya Ahmad
Syafii Ma’rif. Fazlur Rahman dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang
memiliki tradisi Mazhab Hanafi di daerah Barat Laut Pakistan.
Meskipun dibesarkan dalam sebuah keluarga
dengan tradisi Mazhab Hanafi yang bercorak rasionalitas, Fazlur rahman telah
melepaskan diri dari pemikiran yang sempit dalam batas-batas Mazhab Sunni.
Pada
awalnya, Fazlur Rahman walau berlatar belakang Sunni, namun ia menyetujui
praktik-praktik ibadah kaum Syiah, tetapi belakangan Fazlur Rahman memiliki
pemikiran yang sangat kritis terhadap Syiah dan Suni.
Fazlur Rahman bahkan menyerukan
suatu perumusan ulang yang bersifat total dan tuntas terhadap warisan-warisan
kesejarahaan baik teologi maupun hukum. Ia memperoleh pendidikan secara formal
di Madrasah tradisional paling bergengsi di yang didirikan oleh Muhammad Qasim
Nanotawi.
Namun pengajaran Islam di Madrasah terdisional yang ia peroleh tidak
mempengaruhi pemikiran Fazlur Rahman. Ia memiliki sikap skeptis terhadap Hadis
dan sikap ini merupakan warisan Sir Sayyid. Karena mutu pendidikan di anak benua
India-Pakistan sangat rendah, ia memutuskan melanjutkan studinya ke Inggris.
Keputusan ini alangkah yang berani karena ada anggapan umum bahwa merupakan
suatu hal yang aneh jika seorang Muslim belajar Islam ke Barat. Ketika Pendeta
Hindu Sir S. Radhakrishann bertanya padanya mengapa tidak melanjutkan ke
Universitas Al Azhar, Mesir ?
Fazlur Rahman mengemukakan bahwa lembaga pendidikan Islam itu dalam
kenyataannya mewakili sosok akhir pemikiran Islam abad pertengahan dengan
beberapa modifikasi baru kecil-kecilan.
Fazlur Rahman di Sarang
Orientalis
Fazlur
Rahman memiliki pendidikan Akademis di Punjab University dan memperoleh gelar
Magister dalam bidang Sastra Arab pada tahun 1942.
Tahun 1946, Fazlur Rahman
melanjutkan studi Doktoralnya ke Oxford University di Inggris dan meraih gelar
Doktor pada tahun 1951 dalam bidang Filsafat.
Setelah menyelesaikan studinya di
Oxford University. Ia merampungkan studi Doktoralnya di Oxford dengan Desertasi
tentang Ibnu Sina.
Dua tahun kemudian, Oxford University Press menerbitkan
desertasi Fazlur Rahman dengan judul Avicenna’s Psychology. Fazlur rahman
sangat menguasai konsep pemikiran dan psikologi Ibnu Sina.
Setelah itu, Fazlur Rahman mengajar di Durham
University, Inggris kemudian di Institute of Islamic Studies, McGill
University, Montreal (Canada). Ia menjabat sebagai Associate Professor of
Philosophy.
Di Kanada inilah, Fazlur Rahman menjalin persahabatan yang erat
dengan Orientalismen kenamaan W.C Smith. Meskipun banyak menimba dari
sarjana-sarjana Barat, namun ia sangat kritis terhadap pandangan-pandangan
mereka yang bertalian dengan Islam dan umatnya.
Ketika mengajar di Durham
University, Rahman berhasil merampungkan karya Prophecy in Islam :
Philosophy and Ortodoxy.
Penulisan
karya ini, dilatar belakangi oleh kenyatannya selama ini sarjana-sarjana modern
yang mengkaji pemikiran keagamaan kaum
Muslim kurang menaruh perhatian terhadap masalah doktrin kenabian.
Itulah
sebabnya karya Fazlur Rahman ini bertujuan memfokuskan perhatian pada area
pemikiran religio-filosofis Islam tersebut.
Di
samping kajian-kajian yang bertalian dengan sejarah pemikiran religio-filosofis
Islam, Rahman juga memberikan perhatian terhadap modernisme Islam,
tradisionalis dan fundamentalis.
Kontroversi-Kontroversi
di Pakistan
Setelah
berkelana di Barat, Fazlur Rahman akhirnya kembai ke Pakistan di awal tahun
60-an. Dengan mengidentifikasi dirinya sebagai Modernisme.
Rahman tampaknya
telah siap untuk menerjukan dirinya ke dalam kancah pertarungan antara kubu
modernisme dengan kubu tradisionalis dan fundamentalis dalam rangka memberikan
definisi ideologis bagi Pakistan sebagai sebuah negara Islam.
Pada Agustus
1962, Fazlur Rahman ditunjuk sebagai Direktur Lembaga Riset Islam di Pakistan
dan tahun 1964, ia ditunjuk sebagai Dewan Penasihat Ideologi Islam
pemerintahan Pakistan.
Penunjukan
Fazlur Rahman sebagai Dewan Penasihat Ideologi Islam oleh Presiden Ayub Khan membuat
sebagian Ulama kalangan tradisionalis keberatan karena Fazlur Rahman berlatar
belakang pendidikan di sarang Orientalis.
Selain itu kedekatannya dengan Sir
Sayyid membuat ia banyak dikecam Ulama Pakistan. Sir Sayyid memiliki pandangan
bahwa Hadis bukan sumber Islam yang sumber Islam hanya Alqur’an.
Sir Sayyid
menyatakan bahwa Hadis mengandung hal yang tidak masuk akal, terlalu
antropomorfis dan bahkan memalukan secara moral.
Fazlur
Rahman walau mengagumi Sir Sayyid tetapi ia mengkritik pemikiran Sir Sayyid.
Fazlur Rahman berpamndangan:
“Hadis merupakan interpertasi yang kreatif dan
dinamis terhadap Sunnah Nabi SAW dan karenanya harus dipandang sebagai indeks
terhadap Sunnah Nabi.”
Fazlur Rahman memandang Sunnah Nabi sebagai konsep
pengayom yang dinamis dan tidak statis, Sunnah Nabi SAW harus ditafsirkan
secara situasional dan diadaptasikan ke dalam situasi dewasa ini.
Ketika
artikel fazlur Rahman dipublikasikan dalam Islamic Studies, reaksi kalangan
Ulama belum muncul tetapi ketika artikelnya diterjemahkan ke dalam bahasa Urdu’ maka kontroversi pun meledak.
Kritisme utama
yang diajukan pada Fazlur Rahman adalah bahwa penolakan terhadap Hadis akan membahayakan keseluruhan kompleks pranata
religio-sosial Islam.
Menyatakan sebuah hadis tidak sahih secara historis
tetapi tetap otoritatif secara religius adalah ungkapan kosong yang tak
bermakna dan bahwa konsep Sunnah yang diajukan Rahman tidak begitu berfaedah
jika skeptisme diperbolehkan menggangu-gugat setiap rincian kandungan hadis.
Meskipun
para Uama kalangan tradisionalis mengajukan keberatan atas pemikiran Fazlur
Rahman namun para Ulama tidak memvonis “Kafir” Fazlur Rahman. Fazlur Rahman
hanya dipersalahkan sebagai seorang Westrenis atau Orientalis.
Ketika Majelis
Nasional Pakistan mengesahkan amandemen konstitusi yang menjadikan Alqur’an
dan Sunnah sebagai konstitusi, Fazlur Rahman melayangkan protes kepada Presiden
Ayyub Khan karena Fazlur Rahman menganggap tidak benar jika membatasi
sumber-sumber otoritatif Islam pada hanya Alqur’an dan Sunnah sementara di
pihak lain berbagai Mazhab hukum klasik diabaikan.
Kontroversi Fazlur Rahman
Tentang Keluarga Berencana
Seperti
negara-negara berkembang lainnya, Pakistan juga membutuhkan kontrol yang
efektif terhadap pertumbuhan penduduknya. Lembaga Riset Islam yang dipimpin
Fazlur Rahman, telah berupaya mengagas ide tentang Keluarga Berencana di
Pakistan.
Rahman misalnya, telah menerjemahkan fatwa Syekh Mahmmud Syaltut
(Rektor Universitas Al Azhar, Mesir) ke dalam bahasa Urdu.
Dalam Fatwa Syekh
Mahmmud Syatut mendukung ide kontrol penduduk dan mengemukakan bahwa menurut
ajaran sosial Islam, orang tua tidak dapat dipandang sebagai satu-satunya
individu yang bertanggung jawab terhadap anak-anak tetapi masyarakat juga turut
bertanggung jawab terhadapnya.
Fazlur
Rahman mengkritik argumen kalangan tradisionalis dan fundamentalis mendukung
gagasan antikontrol penduduk. Fazlur Rahman menilai bahwa gagasan klasik
tentang masyarakat yang kuat itu dewasa ini terancam oleh pertumbuhan populasi
yang sembrono.
Menurut Fazlur Rahman, gagasannya itu dapat diimplementasikan
dengan baik lewat perbaikan kualitatif umat Islam. Kalangan
Ulama tradisonalis keberatan terhadap ide fazlur Rahman karena ide tentang
keluarga berencana berasal dari Barat.
Fazlur Rahman menyatakan bahwa, terlepas
apakah ide itu dari Barat atau bukan, masyarakat dunia harus mengaca diri
apakah ia memiliki alasan-alasan untuk melaksanakan kontrol populasi atau
tidak.
Meskipun Fazlur Rahman didukung pemerintah Presiden Ayyub Khan
namun pemerintah Pakistan secara terus
menerus mendapat tekanan dari Ulama kalangan tradisionalis untuk mengenyahkan
Fazlur Rahman.
Al-Mawdudi beserta partainya mengumumkan manifesto politik bahwa
apabila mereka berkuasa maka akan mengeyahkan program keluarga berencana. Kalangan
Islam Fundamentaisme Pakistan yakni Al-Mawdudi dan Partai Jama’at Islami-nya
tidak melibatkan dalam kontoversi Fazlur Rahman.
Kontroversi Tentang Riba
dan Bunga Bank
Taufik
Adnan Amal menyatakan bahwa salah satu masalah yang paling mengganggu perkembangan
ekonomi Islam adalah nasib sistem perbankan dalam kaitannya dengan larangan
Alqur’an terhadap Riba.
Konstitusi Pakistan menjanjikan menghapus Riba. Dalam
formula konstitusi Pakistan mendefinisikan riba sebagai usury (rente) bukan
interest (bunga bank).
Kalangan ulama tradisionalis menyepakati bahwa riba
adalah haram. Pada tahun 1962, pemerintah mengajukan rancangan anggaran belanja
ke hadapan Majelis Nasional tetapi rancangan itu ditolak karena dianggap tidak Islami sebab didasarkan pada bunga bank.
Pemerintah
Pakistan memohon pada Majelis untuk mengesahkan rancangan tersebut demi
kepentingan negara. Menghadapi maslah ini, Fazlur Rahman memutuskan untuk
meneliti hakikat riba yang dilarang Alqur’an beserta alasan pelarangannya.
Fazlur Rahman menyimpulkan bahwa suatu sistem ekonomi dapat disusun dimana
bunga bank dapat dihapus akan tetapi keadaan Pakistan saat itu tidak
memungkinkan bagi konstruksi idealis tersebut.
Fazlur Rahman melihat selama
masyarakat Pakistan belum direkontruksi berdasarkan pola Islam maka akan
merupakan langkah bunuh diri bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan sistem
finansial negara Pakistan.
Di
surat kabar Pakistan telah mengemukakan opini bahwa Fazlur Rahman menyatakan
bunga bank yang ringan adalah halal dan bunga bank yang berlipat ganda adalah
haram.
Ulama kangan tradisionalis menuduh Fazlur Rahman sebagai pembuat
konspirasi kotor untuk menghancurkan Islam dan Pakistan.
Fazlur Rahman menyatakan bahwa para ulama
kalangan tradisionalis hanya mengutip tulisan dan pemikirannya tanpa melihat
secara keseluruhan.
Kontoversi Fazlur Rahman
Tentang Zakat dan Pajak
Fazlur
Rahman menyarankan pemerintah Pakistan agar struktur perpajakan sebaiknya dirasionalkan
dan diefisiensikan dengan minerapkan kembali zakat, membenahi kembali tarif
zakat dan memperluas cakupannya kepada sektor investasi kekayaan sehingga dapat
memperbaiki motivasi Islami para pembayar pajak dan meminimalkan pengelakannya
pembayar pajak.
Saran Fazlur Rahman ini didasarkan pada penafsirannya terhadap
rincian distribusi zakat daam QS. At-Taubah ayat 60 yang menurutnya mencakup
seluruh aktivitas negara.
Formulasi
zakat yang ditawarkan Fazlur Rahman tidak hanya mendapat kritikan dari kalangan
ulama tradisionalis tetapi juga kalangan modernis yang selama ini mendukung
pemikiran Fazlur Rahman.
Mereka menilai Fazlur Rahman terlalu terburu-buru jika
menghendaki adanya perubahan seketika praktik zakat, seharusnya dilakukan
secara bertahap yaitu yang pertama pemerintah mengumpulkan zakat secara
sukarela.
Kemudian zakat diubah menjadi pajak formal dan setelah itu barulah
seluruh sistem perpajakan dimasukan ke dalam naungan zakat dengan mengubah
strukturnya seperti yang disarankan Fazlur Rahman.
Kontroversi Tentang Wahyu
Al-Qur’an
Puncak
dari segala kontroversi Fazlur Rahman selama menetap di Pakistan pecah
sehubungan dengan pandangannya yang ditulis dalam karyanya “Islam” tahun 1966.
Masalah
yang paling krusial dalam bukunya itu adalah Fazlur Rahman memang
mempertahankan keyakinan ortodoksi Islam tentang pewahyuan verbal Alquran.
Namun ia tidak sependapat dengan formula standar ortodoksi tentang pewahyuan
yang menampilkan suatu gambaran mekanis dan eksternalistis mengenai hubungan
antara Nabi Muhammad SAW dengan Alquran.
Fazlur
Rahman menilai bahwa gambaran penyampaian wahyu Tuhan oleh Jibril kepada Nabi
Muhammad SAW itu hampir-hampir laksana seorang tukang pos yang menyampaikan
surat-surat.
Bagi Fazlur Rahman, ortodoksi Islam bahkan seluruh pemikiran abad
pertengahan tidak memiliki peralatan intelektual yang memadai untuk
menggabungkan dalam formulasinya antara dogma “kelainan” karakter verbal wahyu
di suatu pihak dan kaitan eratnya dengan karya serta keperibadian religius Nabi
di pihak lain.
Dengan kata lain, ortodoksi Islam tidak memiliki kemampuan
intelektual untuk sekaligus mengatakan bahwa Alqur’an secara keseluruhannya
adalah “Kalam Allah”.
Pada
bulan April 1968, Fazlur Rahman mendapat serangan jantung karena ia tidak
sanggup menanggapi banyak sekali serangan yang dilacarkan terhadap buku dan
pemikirannya.
Seluruh masyarakat Pakistan melakukan protes besar-besaran
terhadap pemikiran Fazlur Rahman dalam bukunya “Islam”.
Kasus aksi masa ini
memperlihatkan sebuah dilema nyata yang harus dihadapi seorang sarjana Muslim
modern dalam situasi dimana isu-isu keagamaan bercampur aduk dengan isu-isu
politis.
Pada akhirnya Prof. Fazlur Rahman meninggalkan Pakistan untuk
selamanya dan hijrah ke Chicago. Fazlur
Rahman hijrah ke Amerika dan sejak tahun 1970, ia menjabat sebagai Guru Besar
Kajian Islam dalam Berbagai Aspeknya di Depertement of Near Eastren Languages
and Civilization, University of Chicago.
Prof. Dr Buya Syafii Ma’arif menyakan: Kepindahan Fazlur Rahman ke Chicago
membuat Fazlur Rahman menjadi salah seorang Guru Besar yang dihormati. Bahkan
ketenaran Universitas ini sebagai salah satu pusat studi Islam terkemuka di
Barat juga antara lain disebabkan oleh penunjukan Rahman sebagai Guru Besarnya.
Mata kuliah yang diberikan Falur Rahman disana meliputi pemahaman Alqur’an,
Filsafat Islam, Tasawuf, Hukum Islam, Pemikiran Politik Islam, Modernisme
Islam, Kajian tentang Imam Al Ghazali, Ibnu Taimiyah, Syah Wali Allah, Muhammad
Iqbal dan alinnya.
Dari berbagai sumber.