Coba bayangkan kita hidup dalam dunia di mana setiap orang merasa aman dan dihargai. Di mana rasa takut digantikan dengan rasa penuh kepercayaan dan bayangan akan terjadinya pelecehan seolah lenyap nyaris tak berjejak.
Dunia dimana setiap individu memiliki hak untuk hidup bebas dari belenggu kekerasan, eksploitasi dan berbagai perlakuan tidak manusiawi. Dibalik gemerlapnya kehidupan saat ini, ternyata terdapat sisi kelam yang menggerogoti fondasi nilai kemanusiaan. Apa itu? Pelecehan.
Pelecehan, dalam berbagai bentuknya baik secara fisik, seksual, emosional dan verbal bagaikan entitas yang menghantui kehidupan banyak orang. Luka mendalam yang ditimbulkannya tak hanya menyisakan rasa sakit, tetapi juga merenggut rasa aman, harga diri, hingga yang paling tragis adalah nyawa yang melayang.
Ketakutan, rasa malu dan stigma seolah membungkam suara korban, memenjarakan mereka dalam lingkaran penderitaan yang tak berujung. Ketakutan akan dihakimi, disalahkan, atau bahkan menerima berbagai ancaman membuat mereka semakin bungkam dan terisolasi.
Sampai kapan penderitaan ini berlangsung? Bisakah kita menghentikan semua penderitaan ini? Terdengar seperti utopia memang, tapi mimpi menghentikan penderitaan ini bukanlah sesuatu yang mustahil untuk digapai.
Kita sebagai manusia memiliki power untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik. Bahu-membahu untuk bisa menerangi sisi gelap pelecehan, melepaskan belenggu rasa takut dan menyalakan api harapan untuk masa depan bebas pelecehan.
Namun, perjalanan ini tidaklah mudah. Pelecehan dalam berbagai bentuknya masih menjadi kenyataan pahit bagi banyak orang di seluruh penjuru dunia. Perjalanan pemulihan bagi korban melalui proses yang tidak mudah.
Luka fisik dan emosional yang diderita membutuhkan penanganan yang tepat dengan sentuhan kasih sayang. Berbagai dukungan diperlukan baik dari keluarga, teman dan professional menjadi kunci penting dalam membantu mereka melangkah maju dan menata kembali kehidupan.
Berbagai organisasi dan komunitas pun bermunculan, mereka sebagai penyedia ruang aman bagi korban untuk saling menguatkan, berbagi pengalaman dan mendapat bantuan berupa dukungan. Berbagai upaya dilakukan seperti terapi, konseling, serta edukasi tentang bagaimana cara menghadapi trauma juga menjadi bagian penting dalam proses pemulihan, membantu korban menemukan kembali semangat yang telah hilang untuk menjalani sisa kehidupan.
Kondisi Pelecehan Seksual di Indonesia
Pelecehan seksual di Indonesia memiliki beragam bentuk, mulai dari catcalling, pelecehan fisik, hingga yang paling memprihatinkan dan mencederai nilai kemanusiaan adalah pelecehan seksual. Menurut data Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat signifikan di setiap tahunnya.
Pada tahun 2023 dilansir dari detiknews, Komnas Perempuan mencatat ada peningkatan tipis jumlah pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke Komnas Perempuan sepanjang 2023.
Total pengaduan hingga 4.374 kasus, meningkat 3 kasus dibanding tahun sebelumnya 4.371 kasus. Angka ini bagaikan gunung es yang terus memuncak mengingat banyaknya kasus yang tidak dilaporkan akibat stigma dan rasa takut korban.
Pelecehan seksual tidak hanya terjadi di ruang publik, tetapi juga di lingkungan kerja, Pendidikan, dan bahkan terjadi di rumah. Dikutip dalam Lembar Fakta Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2023, kasus yang terjadi di ranah publik ada di angka 1.634 kasus, diantaranya kekerasan di tempat umum sebanyak 498 kasus, kekerasan di dunia Pendidikan 355 kasus.
Kekerasan di tempat tinggal 353 kasus, kekerasan di tempat kerja 93 kasus, kekerasan di ranah siber 79 kasus dan kekerasan di tempat medis 1 kasus dan kekerasan lainnya sebanyak 255 kasus.
Bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan fisik. Di lingkungan Pendidikan, kasus-kasus yang dilakukan oleh para tenaga pendidik terhadap siswa juga sering muncul ke permukaan namun banyak yang tidak ditindaklanjuti secara serius.
Bayang Kelam di Era Digital
Di dunia maya, pelecehan digital juga semakin mengkhawatirkan. Kemudahan dalam mengakses internet dan media sosial membuka peluang bagi para pelaku untuk melakukan tindakan pelecehan.
Dunia maya yang seharusnya menjadi ladang berkarya, seringkali berubah menjadi ladang pembantaian psikologis. Berbagai bentuk pelecehan seperti cyberbullying, revenge porn, dan pelecehan melalui pesan singkat menyebar bak virus yang menginfeksi di segala penjuru kehidupan digital.
Dampak dari pelecehan di dunia maya bisa sangat mendalam dan berkepanjangan. Korban seringkali mengalami stes dan berbagai gangguan kecemasan bahkan dalam beberapa kasus menyebabkan tindakan nekat seperti bunuh diri. Pelecehan di dunia maya tidak hanya mempengaruhi korban secara emosional, tetapi juga bisa berdampak pada kehidupan profesional dan akademis mereka.
Setitik Harapan Untuk Melawan
Meski tantangan yang dihadapi sangatlah besar, harapan untuk Indonesia bebas pelecehan tetap ada. Perubahan positif mulai terlihat dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan keberanian korban untuk berbicara. Dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, maupun komunitas semakin memperkuat upaya melawan pelecehan.
Kerjasama yang erat antara semua elemen masyarakat sangatlah penting. Dengan terus meningkatkan edukasi, memperkuat penegakan hukum dan menyediakan dukungan yang memadai bagi korban, Indonesia dapat bergerak menuju masa depan yang lebih aman dan bebas dari pelecehan. Peran media juga sangat penting dalam membangun opini publik yang mendukung upaya pemberantasan pelecehan.
Media dapat menjadi alat efektif dalam menyebarkan informasi positif dan sebagai wadah kampanye anti pelecehan. Setiap langkah maju, sekecil apapun, adalah bukti bahwa kita tidak menyerah dalam perjuangan ini. Masa depan yang lebih cerah dan aman bagi semua generasi Indonesia ada di depan mata. Dengan tekad kuat dan kerjasama dari semua pihak, kita dapat menembus harapan menuju Indonesia bebas pelecehan.