Sumber gambar : detik.com |
KULIAHALISLAM.COM – Prof. Ahmad Shalaby merupakan lulusan Cambridge University London, ia merupakan pakar sejarah yang terkenal di dunia. Dalam karyanya berjudul Muqaranatul Adyan : Al Yahudiyah ia membahas tentang Baha’i. Dalam pembahasan ini, Prof. Ahmad Shalaby mengambil dari referensi yang ditulis Abdul Fadhal al-Jarfadaqani, Farid Wajdi dan Sulaiman Mazhar.
Berdasarkan analisa Prof. Ahmad Shalaby, di negeri Persia telah muncul dua sekte atau dua agama yaitu sekte Babisme dan sekte Baha’i. Sekte Baha’i merupakan kelanjutan dari agama Baby. Ia muncul sejak zaman dahulu, disebabkan adanya ikatan kerjasama antara kaum Yahudi yang telah memilih tinggal di Persia setelah Cyrus memberikan izin kepada tawanan-tawanan Babylonia untuk kembali ke Palestina.
Sekte Baby dan Baha’i didirikan oleh Mirza Ali Muhammad as-Syirazi pada tahun 1824 Masehi, ia lahir dari keluarga muslim. Setelah ia dewasa, ia mempelajari berbagai macam dari pengkajian Islam. Dia seorang yang tampan, cerdas, dan fasih bertutur kata. Mirza naik Haji di Karbala dan menziarahi beberapa makam yang disucikan oleh kaum Syiah di Irak. Ketika ia kembali, ia terlihat berlebih-lebihan dalam masalah-masalah agama.
Kemudian ia ditemui dua lelaki yang meyakinkan kepadanya bahwa ia mempunyai masa depan yang gemilang, penyelamat, serta menjadi pemimpin utama dari para ahli agama. Pujian itu telah memperdaya Mirza.
Mirza kemudian mempropagandakan Widhatul Wujud (kesatuan wujud). Mirza mempercayai bahwa Allah itu Esa artinya tidak ada sekutu baginya dalam kekuatan dan kekuasaan. Dia telah menciptakan alam ini, sedang para Nabi di alam ini adalah sesuatu bentuk yang menyempurnakan bagi Allah.
Mengenai Allah, sekte ini mengingkari adanya hari kiamat, surga, neraka. Ketika Mirza telah merasakan mendapat dukungan, ia menyatakan dirinya sebagai Al-Bab (pintu) yang menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Oleh karena itu sekte ini dinamakan Babiyah . Mirza kemudian menyatakan bahwa dirinya An-Nuqtah yaitu sebagai tempat bersumbernya hak dan ruh Allah serta lambang kekuasaan dan kebesaran-Nya. Dia mempunyai murid yang setia kepadanya yaitu Hussain Baswurih dari penduduk Khurasan.
Kerajaan Persia melakukan penyerangan terhadap sekte ini dan terjadilah pertempuran. Akhirnya semua pemimpin sekte Babiyah lenyap sedangkan Mirza dijatuhi hukuman mati oleh kerajaan Persia.
Namun, sekte ini lahir lagi di Akka, Palestina, dengan nama baru Baha’i, dihubungkan dengan nama ketuanya yang baru yaitu Rabullah. Dasar-dasar Baha’i itu adalah penyatuan seluruh agama-agama langit ke dalam satu agama saja.
Menurutnya, dialah yang akan menyempurnakan semua agama. Bahullah mati di Akka lalu kuburannya dijadikan tempat berziarah bagi pengikutnya. Ia mengangkat puteranya bernama Abbas Affandi sebagai penggantinya.
Kerajaan Inggris menganugerahkan gelar Knight dengan gelar Sir kepada Abbas Affandi karena pengabdiannya saat Perang Dunia Pertama. Sebelum meninggal, ia mengangkat putera saudara perempuannya bernama Sayuqi Rabbani untuk menggantikannya. Ia telah meninggal dunia tanpa melahirkan seorang anak.
Agama Baha’i didukung oleh negara Zionisme. Majelis Tertinggi sekte Baha’i yang melantik seorang Zionisme bernama Mason Ramey sebagai Ketua Spritual kaum Baha’i diseluruh dunia.
Menurut Prof. Ahmad Shalaby, sangat disayangkan dunia Arab masih memandang belas kasih pada sekte ini, mudah-mudahan pembahasan ini sampai ke tangan mereka agar mereka dapat mengembalikannya ke jalan yang benar. Amin.
Penulis: Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia STH-YNI Pematangsiantar, Sumatera Utara.)
Editor : Adis