Sudah mafhum bahwa manusia untuk meraih kesuksesan dalam hidupnya terlebih dahulu harus mengenal dirinya sendiri, mengenal potensi di dalam dirinya dan juga mengenal siapa musuh yang dapat menghalanginya untuk mencapai kebaikan.
Prof Quraish Shihab mengatakan bahwa musuh manusia yang terbesar adalah nafsu dan setan. Keduanya saling dapat bekerjasama untuk menggagalkan manusia menuju ketaatan. Pertanyaannya adalah bagaimana sebenarnya cara untuk mengalahkannya? Apakah semua nafsu di dalam diri manusia selalu menjadi musuh?
Nafsu Kawan atau Lawan
Ulama dan para cendekiawan berkata bahwa jika Anda ingin mencapai sukses, maka Anda harus tau apa potensi dalam dirinya sendiri, harus tau kelemahan dirinya sendiri, harus tau tantangan dirinya sendiri, tak terkecuali mengetahui di mana peluang berada. Jika Anda tidak mengetahui semuanya, maka Anda tidak akan pernah berhasil.
Allah SWT. dalam Al-Qur’an surah Asy-Syams ayat 7-10 berfirman:
وَنَفْسٍ وَّمَا سَوّٰٮهَا. فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰٮهَا. قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰٮهَا. وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰٮهَا
Artinya: “Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya. Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams [91]: 7-10).
Pertama, kata nafs dalam Al-Qur’an mempunyai banyak makna. Bisa berarti nyawa. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an bahwa semua yang bernyawa akan mati. Dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 185 dinyatakan:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَـنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَاۤ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ
Artinya: “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran [3]: 185).
Kedua, nafs juga berarti totalitas manusia. Ia bukan cuma nyawa dan badan saja. Maka, berjalanlah di jalan Allah SWT. dengan hartamu dan dengan seluruh totalitasnya. Totalitas dalam hal ini adalah badan (berjihad dengan tenaga), berjihad dengan waktu, berjihad dengan tempat. Tinggal menyesuaikan apa yang dibutuhkan. Karena itu, jika Anda mengartikan “jaahidu bi amwaalikum wa anfusikum” dengan jiwa kamu, maka itu mempersempit ruang jihad.
Ketiga, nafs juga bisa berarti dorongan atau potensi yang mendorong seseorang melakukan sesuatu. Nah, pontensi yang bisa melakukan sesuatu itu ada tiga menurut Al-Qur’an. Pertama nafs al-mutmainnah adalah nafsu yang mendorong Anda tenang sehingga menerima apapun yang terjadi pada diri Anda, baik menyenangkan atau tidak. Jiwanya sudah tenang.
Kedua nafs al-lawwamah adalah potensi di dalam diri Anda yang mengecam setelah melakukan sesuatu yang buruk. Misalnya saya memaki si A, “Kamu ini dasar hitam.” Tentu dalam hati ada dorongan berkata, “Kenapa saya maki dia! Mestinya saya tidak memakinya dan harus bersikap baik padanya.”
Ketiga, nafs al-ammarah. Dalam Al-Qur’an surah Yusuf ayat 53 Allah SWT. berfirman:
وَمَاۤ اُبَرِّئُ نَفْسِيْ ۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ بِۢالسُّوْٓءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْ ۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: “Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Yusuf [12]: 53).
Ia menyuruh kepada keburukan. Itulah nafsu jelek. Lalu bagaimana cara Allah SWT. menyempurnakan nafs? Atau apa yang terjadi ketika Allah sudah menyempurnakan nafs? Allah SWT. berfirman:
فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰٮهَا
Artinya: “Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya,” (QS. Asy-Syams [91]: 8).
Inilah yang mendorong. Misalnya, saya mau berbuat baik, siapa yang suruh? Jawabannya adalah nafs. Saya mau berbuat jahat, siapa yang suruh? Adalah nafs. Di ayat yang lain dinyatakan:
وَهَدَيْنٰهُ النَّجْدَيْنِ
Artinya: “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan).” (QS. Al-Balad [90]: 10).
Dalam Al-Qur’an surah Al-Kahf ayat 29 juga dinyatakan:
وَقُلِ الْحَـقُّ مِنْ رَّبِّكُمْ ۗ فَمَنْ شَآءَ فَلْيُؤْمِنْ وَّمَنْ شَآءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ اِنَّاۤ اَعْتَدْنَا لِلظّٰلِمِيْنَ نَارًا ۙ اَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۗ وَاِنْ يَّسْتَغِيْثُوْا يُغَاثُوْا بِمَآءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِى الْوُجُوْهَ ۗ بِئْسَ الشَّرَابُ ۗ وَسَآءَتْ مُرْتَفَقًا
Artinya: “Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Al-Kahf [18]: 29).
Allah SWT. dalam Al-Qur’an surah Al-Infitar ayat 6-7 berfirman:
يٰۤاَيُّهَا الْاِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيْمِ. الَّذِيْ خَلَقَكَ فَسَوّٰٮكَ فَعَدَلَـكَ
Artinya: “Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pengasih. Yang telah menciptakanmu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang.” (QS. Al-Infitar [82]: 6-7).
Kenapa kamu durhakai Dia? Apakah itu anugerah Tuhan? Bukankah Dia yang menciptakan kamu dan menyempurnakannya? Bahkan menjadikan kamu cenderung kepada keadilan.
Apakah manusia pada dasarnya baik atau buruk?
Quraish Shihab mengatakan bahwa manusia pada dasarnya baik. Lalu apa yang merusaknya? Secara singkat bisa berkata bahwa kita terpengaruh oleh sesuatu sehingga nafs menjadi ammarah.
Seorang filsuf muslim Ibnu Thufail mempunyai kisah simbolik bernama Hayy ibn Yaqazhan. Dia berkata bahwa ada satu pulau yang dikuasai oleh seorang raja yang punya penduduk dan punya anak perempuan.
Dihadapan jazirah tempat raja ini bermukim ada sebuah pulau tidak berpenduduk. Tiba-tiba anak raja jatuh cinta pada pemuda rakyat biasa hingga akhirnya kawin dan mempunyai anak. Setelah melahirkan ia memasukkan anaknya ke dalam peti untuk dihanyutkan ke sungai seraya berdoa kepada Allah SWT. “Ya Allah Engkau menganugerahkan saya anak dan sekarang saya kembalikan, tolong pelihara.”
Akhrinya peti yang berisi bayi itu di bawa arus ke pulau terpencil. Sesampainya di sana ada seokor kijang yang sedang mencari anaknya yang hilang. Sang kijang menemukan ada suara anak menangis. Entah bagaimana akhirnya anak itu menyusu pada kijang. Hari-harinya hanya melihat alam semesta.
Setelah besar sang anak mulai menggunakan akalnya. Ia menemukan bahwa semuanya indah, semuanya serasi dan benar. Katanya, “Ini pasti ada Tuhan,” ucapnya. Ia selalu terdorong untuk melakukan kebaikan.
Setelah semakin dewasa ia melihat pulau di seberang sana dan menghampirinya. Lalu berkata, “Oh ini orang jahat semua. Ada yang menipu, curang, berkelahi dan lainnya.” Karena tidak tahan melihatnya, ia memutuskan untuk kembali ke tempat semula.
Apa yang ingin dikatakan oleh Ibnu Thufail? Pertama, bahwa manusia kalau ditinggal tanpa campur tangan dari luar, maka ia akan jadi baik. Kedua, yang merusak manusia adalah lingkungannya.
Oleh karena itu, kata Quraish Shihab, jika Anda ingin menjadi baik, maka pilihlah lingkungan yang baik, teman yang baik dan bacaan-bacaan yang baik juga. Demikian juga sebaliknya. Wallahu a’lam bisshawab.