Esai

Muhammadiyah Adalah Manhaj Paling Plural, Paling Toleran, Paling Adaptif, dan Paling Terbuka

2 Mins read
Manhaj Muhammadiyah Paling Toleran dan Paling Plural – Saya berani katakan demikian, sebab itu realitas yang tak terbantah — 109 tahun Muhammadiyah bukan kurun yang pendek, untuk bukan hanya tetap survive, tapi juga terus tumbuh mengembang — Carl Whyterington seorang peneliti senior Amerika menyebut bahwa Muhammadiyah adalah ‘organisasi yang diberkati’—- sebab itu usahlah baper jika aset Muhammadiyah ribuan triliun. 

Saya katakan sekali lagi — puritanisme etik yang diperankan Muhammadiyah bukan puritan ofensif, yang menyerang, yang mengambil alih, yang merebut tempat ibadah, yang membubarkan pengajian, yasinan, tahlilan, manakiban karena dianggap tidak sehaluan, yang takbir keras dengan menutup restoran, depot atau bar di bulan ramadan dengan pentungan atas nama nahi munkar atau lainnya — tapi puritan produktif, yang santun dan solutif. 

Kesantunan Muhammadiyah sudahlah teruji — purifikasi atau pemurnian yang dilakukan tetap menjaga adab, teguh memegang prinsip kembali kepada Alquran dan as sunnah, tapi tetap santun dan adaptif dalam aplikasi, 

Bukan dengan revolusi apalagi ofensif menyerang status quo, tapi mengedepankan uswah atau keteladanan, Muhammadiyah adalah contoh baik, meski kerap menjadi antitesis terhadap kemapanan atau statusquo, Muhammadiyah bukan hanya sekadar beda, tapi memberi solusi yang efisien lagi efektif. Muhammadiyah terbuka terhadap pluralitas dan adaptif terhadap perubahan dan bukan sekadar kata.

Muhammadiyah berpendapat bahwa merayakan Hari Raya Natal atau ikutan memperingati perayaan agama lain bagi umat Islam hukumnya haram, tapi tidak harus menjaga gereja, sebab warga Muhammadiyah tak ada yang mengganggu ritual agama lain, 

Muhammadiyah melakukan purifikasi dengan jargon kembali kepada Alquran dan as sunnah, memberantas bid’ah, tahayul atau khurafat, tapi tidak dilakukan dengan cara merebut mushala, atau masjid atau mengganti imam shalat atau menyerobot menjadi khatib. 

Muhammadiyah berpendapat bahwa perdukunan atau ramalan nasib dan semacamnya atau lainnya adalah salah satu bentuk kemusyrikan, tapi tidak di lakukan dengan cara mengusir dukun atau sweeping mengusir pergi.

Bagi Muhammadiyah membangun masjid mushala adalah jihad melawan bid’ah, mendirikan klinik hingga rumah sakit bertaraf internasional adalah jihad melawan perdukunan, membangun sekolah dari PAUD hingga perguruan tinggi terbaik di dunia adalah jihad melawan kebodohan dan jumud pikir. Panti asuhan, MDMC LAZISMU adalah jihad menolong Kesengsaraan Oemoem, inilah nahi munkar dan jihad yang dipahami Muhammadiyah secara kolektif hingga akar rumput.

Diksi-diksi teologis (kalam Allah) dijadikan sandaran etik : 

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. 

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”

Tidak dinafikan, KH. Ahmad Dahlan merupakan sosok yang berpikiran maju, terbuka dan toleran. Hal tersebut membuat Dokter Soetomo, seorang elite priyayi Jawa dan salah seorang pemimpin Budi Utomo kepincut dengan Muhammadiyah dan bersedia menjadi advisor Hooft Bestuur Muhammadiyah masa itu. Beliau juga sering berdialog pemuka agama Kristen. 

Diantaranya ialah; Pastur van Lith, Pastur van Driesse dan Domine Bekker. Keterbukaan beliau memang luar biasa, namun perlu dicatat secara adil sikap tegas KH. Ahmad Dahlan dalam berakidah.

Pada 1969, tokoh Muhammadiyah KH. Ahmad Azhar Basyir, M.A menyampaikan kuliah tentang Muhammadiyah di Akademi Kateketik Katolik Yogyakarta. Secara tulus Kiai Azhar Basyir menyampaikan ucapan terima kasih, bahkan merasa mendapat kehormatan dengan undangan dari Institusi Katolik tersebut. 

Ketika itu, Kiai Azhar Basyir menyampaikan ceramah dengan judul: “Mengapa Muhammadiyah berjuang menegakkan tauhid yang murni?”. Kata Sang Kiai, “Karena Muhammadiyah yakin benar-benar, dan ini adalah keyakinan seluruh umat Islam, bahwa tauhid yang murni adalah ajaran Allah sendiri”. 

Muhammadiyah tidak pernah mencela, memaki atau nahi munkar dengan cara sweeping dengan pentungan kepada yang tidak sepemahaman, sebab itu bukan karakter Islam maju— yang teguh memegang prinsip akidah tapi toleran, lapang hati dan terbuka berpikir dalam aplikasi. Pendek kata bisa dibilang : eksklusif dalam iman inklusif dalam mu’amalah —

Oleh: Ustaz Nurbani Yusuf
Komunitas Padhang Makhsyar
Baca...  Khitabah, Jadal, Burhan, dan Masyarakat yang Tak Sadar Menjadi Korban
2364 posts

About author
Merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Esai

Persepsi Warga Dalam Pemilukada 2024

4 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia 2024 (Pemilukada) digelar secara serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada…
Esai

Memaknai Kekuasaan Memberdayakan Warga

6 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai ciri khas tersendiri yang berbeda dengan negara hukum yang diterapkan di berbagai negara. Hanya…
Esai

Pilkada 2024; Gejolak Demokratis Era Digital

5 Mins read
KULIAHALISLAM.COM- Pemilihan Umum kepemimpinan Daerah (Pemilukada) adalah sebagai proses mekanisme secara demokratis dalam menelaah memilah dan memilih seorang Paslon pemimpin dan kepemimpinan…

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights