KeislamanTokoh

Metode Ijtihad Imam Asy-Syatibi

4 Mins read

Kuliahalislam-Imam Asy-Syatibi merupakan ulama ahli Ushul Fiqih dan ahli bahasa Arab pada abad ke-8 H/14 Masehi. Ia adalah ulama terkemuka mazhab Maliki. Nama lengkapnya adalah Abu Ishaq Ibrahim bin Musa al-Garnati. Tidak diketahui tanggal dan tahun kelahirannya demikian juga latar belakang keluarganya.

Yang pasti ia berasal dari keluarga Arab dari suku Lukhmi. Nama “Asy-Syatibi” diambil dari negeri asal keluarganya yaitu Syatibah (Xativa atau Jativa, terletak di Spanyol bagian timur). Meskipun namanya dinisbatkan ke daerah tersebut, diduga ia tidak lahir di sana karena menurut catatan sejarah, kota Jativa berada di bawah kekuasaan Kristen.

Penganut Islam telah diusir dari kota itu sejak tahun 645 H/1247 M, sekitar 1 abad sebelum kelahiran Asy-Syatibi. Kemungkinan besar keluarganya pergi meninggalkan negeri itu dan menetap di Granada. Dengan demikian dapat diduga bahwa ia lahir ketika Sultan Yusuf I (Yusuf Abu al-Hajjaj, 1334-1354) memerintah Granada.

Seperti tanggal kelahirannya, masa pendidikannya juga tidak diketahui dengan jelas. Namun perlu dicatat bahwa pada masa hidupnya, Granada dikenal sebagai pusat pendidikan Islam di Spanyol. Di kota itu terdapat Universitas Granada yang didirikan pada masa pemerintahan Sultan Yusuf I. Karena itu ia diduga mendapatkan pendidikan di Universitas tersebut.

Ada beberapa nama yang tercatat sebagai gurunya antara lain Ibnu al-Fakhkhar al-Ilbiri (wafat 754 H/1353 M), Abu Abdullah al-Balinsi dan Abu al-Qasim as-Sabti (wafat 760 H/1358 M) dalam bidang bahasa Arab, Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Maliki at-Tilimsani (wafat 771 H/1369 M), Imam al-Maqarri (datang ke Granada pada tahun 757 H/1356 M) dan al-Khatib bin Marzuq al-Masyzali (wafat 770 H/1369 M, berkunjung ke Granada pada tahun 753 H/1352M) dalam bidang filsafat dan ilmu kalam, dan Abu al-Abbas al-Qabab dan Abu Abdullah al-Hiftar dalam bidang ilmu kalam dan teologi. Salah satu rekan seangkatannya adalah Ibnu Khaldun (1332-1406), yang hijrah ke Granada dari Fez, Maroko tahun 1352 M.

Dia menulis beberapa buku dalam bidang sastra Arab dan Ushul Fiqih. Buku-bukunya yang dapat dilacak sampai saat ini ada 6 yaitu Syarh al-Jalil ‘ala al-Khulasah fi ‘Ilm an-Nahw (Tentang Bahasa Arab), al-Muwafaqat fi Ushul asy-Syariah (Tentang Ushul Fiqih), al-I’tisam (membahas maslahah al mursalah dan istihsan serta perbedaannya dengan bid’ah), al-Ifadat wa al-Insyadat ( tentang syair-syair bahasa Arab), ‘Unwan al-Ittifaq fi ‘Ilm al-Istiqaq ( mengenai bahasa Arab), dan Ushul an-Nahw (mengenai bahasa Arab).

Buku al-Muwafaqat fi Ushul asy-Syari’ah dan al-I’tisam merupakan karya monumental Imam Asy-Syatibi dan beda luas serta dijadikan rujukan di berbagai perguruan tinggi Islam sampai saat ini. Al-Muwafaqat fi Ushul asy-Syari’ah diterbitkan pertama kali di Tunisia pada tahun 1302 H/1884 M dan diedit oleh Salih al-Qa’iji, Ali asy-Syanufi dan Ahmad al-Wartatani.

Kemudian buku ini dicetak ulang pada tahun 1327 H/1909 M. Buku ini juga diedit oleh Hasanain Muhammad Makhluf dan Abdullah Darraz (wafat 1932 M). Sedangkan buku al-I’tisam diterbitkan pertama kali oleh penerbit Mustafa Muhammad di Mesir. Pada tahun 1915 buku ini diterbitkan kembali setelah diedit oleh Muhammad Rasyid Ridha.

Dalam dunia keilmuan, Imam Asy-Syatibi lebih dikenal sebagai seorang ahli Ushul Fiqih yang memiliki analisis dan ketajaman pandangan. Jika Ushul Fiqih sebelumnya lebih banyak menguraikan aspek bahasa dengan kaidah-kaidahnya dan sedikit sekali membahas persoalan Maqasid asy-Syari’ah ( tujuan yang hendak dicapai dalam mensyariatkan hukum) maka Imam Asy-Syatibi muncul dengan membahas lebih luas dan tajam mengenai aspek Maqasid asy-Syari’ah.

Sekalipun dia berbicara tentang aspek bahasa, pembahasan dan analisisnya senantiasa terkait dengan persoalan Maqasid asy-Syari’ah. Menurutnya, setiap agama yang diturunkan Allah senantiasa bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia baik dunia maupun akhirat. Kemaslahatan dunia itu sendiri bertujuan untuk kemaslahatan di akhirat.

Oleh sebab itu, setiap mukallaf harus senantiasa mempertimbangkan setiap perbuatannya dari sisi maslahat dan mudaratnya serta harus senantiasa mengambil yang bersifat manfaat. Dalam kaitannya dengan tema sentral kedua buku besarnya itu, yaitu persoalan maslahat, dia membagi ijtihad menjadi dua bentuk yaitu ijtihad Istibanti dan Ijtihad tatbiqi.

Ijtihad Istinbati adalah usaha seorang mujtahid mengarahkan kemampuan nalarnya untuk memahami kandungan ayat ataupun Hadis Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sehingga dia dengan tepat dapat menangkap ide yang dikandung oleh teks tersebut. Dalam ijtihad bentuk pertama ini, seorang belum berhadapan dengan objek hukum.

Setelah seorang mujtahid berhasil menangkap ide yang dikandung oleh teks wahyu atau hadis, maka dia akan berhadapan dengan persoalan bagaimana menetapkan ide/ hukum ini kepada objek hukum yang dihadapi. Jika hukum yang dihasilkan seorang mujtahid tersebut dengan mulus dapat diterapkan pada objek hukum, tidak muncul persoalan.

Artinya, hukum diterapkan dengan baik. Persoalan akan muncul jika ide hukum yang dihasilkan melalui ijtihad tersebut, ketika diterapkan kepada objek hukum ternyata menimbulkan persoalan hukum lainnya yang kadang-kadang dapat lebih berat dari sekedar menerapkan ide hukum hasil ijtihadnya tersebut.

Umpamanya dalam surat at-Talaq ayat 2, Allah berfirman ; “persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu ( dalam kasus perceraian)”, Dari ayat ini seorang mujtahid mengetahui bahwa saksi tersebut harus orang yang adil. Sifat adil inilah yang akan diterapkan pada seseorang.Dalam kenyataannya sifat keadilan ini tidak dapat diletakan kepada setiap orang karena kualitas keadilan seorang amat relatif. Oleh sebab itu ide adil yang dikandung oleh ayat tersebut bisa tidak sejalan tak kaladiterapkan dalam kenyataan.

Contoh lain, sesuai dengan kaidah umum yang berlaku dalam hal gugatan perkara, pihak penggugat harus dapat mendatangkan alat bukti dan pihak tergugat harus disumpah jika Ia mengingkari gugatan.

Pernyataan ini sesuai dengan hadis rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari Abdullah bin Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hanbal, dan Ibnu Majah.

Dalam kaitannya dengan kandungan hadis atau kaidah di atas, Jika antara seorang pembeli dan seorang penjual barang terjadi perbedaan pendapat tentang harga barang yang akan dijual/dibeli, maka pembeli mengatakan akan membayar harga barang tersebut menurut kehendaknya, bila barang sudah diserahkan, dan penjual demikian juga menuntut harga yang diinginkannya dari pembeli sehingga dia mau menyerahkan barang tersebut.

Dalam kasus ini seorang mujtahid sulit untuk menentukan siapa yang menggugat, yang harus mengemukakan alat bukti dan siapa tergugat yang dikenakan sumpah apabila Ia mengingkari. Oleh sebab itu kandungan hadis atau kaidah umum tersebut tidak dapat diterapkan dan harus dicarikan jalan keluarnya sehingga sesuai dengan tujuan syariat.

Dalam kaitan dengan inilah ulama mazhab Hanafi melihat bahwa dalam kasus tersebut keduanya ( penjual dan pembeli) sama-sama penggugat dan tergugat dalam waktu yang bersamaan. Karenanya kedua belah pihak harus mengemukakan alat bukti dan sekaligus dikenakan sumpah.

Kedua kasus yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa tidak selamanya hasil ijtihad yang diperoleh seorang mujtahid dalam penerapannya harus diberlakukan sebagaimana adanya, karena dalam loyalitasnya akan ditemui kendala-kendala lain yang mesti dipertimbangkan dalam menerapkan hukum. Dalam kaitan inilah Imam Asy-Syatibi secara panjang lebar membahas Ijtihad Tatbiqi.

Ijtihad Tatbiqi mengandung pengertian bahwa dalam penerapan ide hukum, seorang mujtahid harus melakukan ijtihad lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam Ijtihad Istinbati yang disebutkan di atas. Dalam Ijtihad Tatbiqi dalam persoalan Maqasid asy-Syar’iah menjadi acuan utama dalam menerapkan suatu hukum. Dalam Ijtihad Tatbiqi ini dia kelihatan sangat memperhatikan kondisi sosial kultural dan politik dalam menerapkan suatu hukum. Di sinilah letak kelebihan Imam Asy-Syatibi dibandingkan dengan ahli ulama Ushul fiqih lainnya sehingga ada ungkapan bahwa jika Imam Syafi’i telah meletakkan dasar yang kokoh bagi Ushul fiqih maka Imam Asy- Asyatibi adalah pengembangnya.

 

116 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
KeislamanTafsir

Takwil Menurut Para Ulama

4 Mins read
Kuliahalislam. Takwil berarti menerangkan, menafsirkan secara alegoris (kiasan), simbolik, maupun rasional. Secera terminologis, kata takwil diambil dari kata Awwala yang bisa berarti…
KeislamanSejarah

Sejarah Perang Sabil Di Aceh

4 Mins read
Kuliahalislam Perang Sabil (Jihad fi Sabil Allah) merupakan perang antara masyarakat Aceh dan penjajah Belanda (1873-1912), yang bagi masyarakat Aceh merupakan perang…
Keislaman

Cahaya Bintang, Cahaya Kenabian: Tafsir Ayat 1-2 Surat An-Najm

6 Mins read
Pembukaaan surah ini diawali dengan sumpah Allah yang sangat memukau. Surah An-Najm sebagaimana surah Aqsam Makiyyah pada umumnya, menekankan sumpah-sumpah Allah SWT…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights