Filsafat

Mengikis Fanatisme dengan Epistemologi Anarkisme Feyerabend

4 Mins read

Pada tulisan ini penulis berupaya untuk mendiskusikan secara sederhana pada sebuah teori filsafat yang digagas oleh Feyerabend yang dikenal dengan istilah Anarkisme. Sepintas saat membaca term anarkisme ini kita berasumsi negatif bahkan ada aksi kekerasan di dalam pikiran kita.

Namun anggapan itu tidak akan pernah kita temukan dalam teori anarkisme Feyerabend. Bahkan cenderung memberikan “tamparan” kepada kita perihal fanatisme terhadap suatu paradigma, validitas kebenaran, kelompok-kelompok tertentu, dan sebagainya.

Adapun pandangan yang selalu menyatakan anarkisme ini merujuk pada tindakan kekerasan adalah adanya pemaksaan politisasi dalam sebuah persoalan. Begitu pun media yang memaksakan wartanya untuk diyakini dan dianggap valid.

Jejak Kehidupan Feyerabend

Sebelum mendiskusikan teorinya, kita ketahui rekam kehidupan Feyerabend terlebih dahulu. Dia bernama lengkap Paul Karl Feyerabend lahir 13 Januari 1924 di Vienna, Austria. Lahir di lingkungan keluarga sederhana, dimana ayahnya seorang pegawai sipil dan ibunya seorang penjahit. Pada abad 19-20, saat itu Austria sedang mengalami kondisi perang dunia pertama.

Di lansir dari Stanford Encyclopedia of philosophy mengisahkan masa kecil Feyerabend ini dapat dikatakan kebingungan untuk melakukan interaksi dengan temannya. Hal ini disebabkan bahwa dia pun anak yang sering mengalami sakit-sakitan (Preston, 2020).

Sekolah pertamanya ketika dirinya berumur 6 tahun. Lingkungan sekolahnya tidak membuat dia bergairah, namun ketika dirinya mulai  membaca buku dirinya menemukan dunia baru dan keindahan dari membaca buku. Dia pun sering menyaksikan drama-drama teater di sekitar lingkungannya.

Tingkat berikutnya adalah Realgymnasium yaitu high school, di sana Feyerabend belajar bahasa Latin, Inggris dan ilmu pengetahuan lainnya. Selama bersekolah dirinya disebut sebagai Vorzugsschüler yang berarti seorang yang memiliki nilai tertinggi di antara teman-temannya. Bahkan pada umur 16 tahun pengetahuan Fisika dan Matematika Feyerabend dianggap lebih luas dibandingkan guru-gurunya. Akan tetapi ada peristiwa unik menurut penulis karena dia malah pernah dikeluarkan dari sekolah pada kasus tertentu (Preston, 2020).

Baca...  Transformasi Pemikiran: Perbandingan Filsafat Islam Abad Pertengahan dan Modern

Pemikiran seseorang tidak akan terlepas dari konteks sosio-historisnya, nampak terlihat dari seorang pemikir bernama Feyerabend yang hidup dalam lingkungan konflik dan banyak masalah sosial yang berhubungaan dengan perang dunia pertama.

Setelah tumbuh dewasa, Feyerabend menekuni bidang kesenian yang diperoleh dari Institute for Productions of Theater, the Metodological Reform of the German Theater di Weimar. Dari ketertarikan dan kedekatannya dengan dunia teater sampai Feyerabend terkenal sebagai filsuf, namun dirinya tidak mau dilabeli filsuf malah lebih ingin dikenal sebagai entertain.

Karya dan Pemikiran Anarkismenya

Adapun Karya utamanya adalah Against Method (diterbitkan pertama kali pada tahun 1975), Science in a Free Society (diterbitkan tahun 1978) dan Farewell to Reason (kumpulan tulisan yang diterbitkan tahun 1987). Buku Against Method merupakan karya monumentalnya mengenai epistemologi anarkisme.

Buku itu juga pada awalnya berjudul “For and Against Method” diperuntukkan untuk mengkritik seorang filsuf bernama Imre Lakatos. Akan tetapi, sebelum menyelesaikan buku tersebut tokoh Lakatos yang ingin ia kritik meninggal dunia. Akhirnya tulisannya hanya mendiskusikan against method, menghilangkan idiom for method.

Ketertarikan mempelajari filsafat dimulai dari pertemuan dan mengikuti perkuliahan seorang filsuf bernama Popper dengan teori falsifikasinya. Bahkan ia mendukung gagasan dari Popper tersebut sebagai satu-satunya alternatif bagi induktivisme.

Tetapi pertemuannya dengan Imre Lakatos, menjadikan pemikiran Feyerabend terhadap Popper berubah drastis, dilandaskan juga dari dinamika sejarah mekanika kuantum. Feyerabend memandang bahwa segala bentuk pencarian hukum universalitas ilmu pengetahuan adalah ilusi belaka.

Secara sederhana anarkisme epistemologi Feyerabend dimaknai dengan tidak ada satupun hukum universal yang menjadi kaidah dasar dalam ilmu pengetahuan. Lanjutnya metode ilmiah bukanlah satu-satunya ukuran kebenaran. Dalam pemikiran anarkismenya Feyerabend membanngun empat prinsip, yaitu Against Method, against science, anything goes, dan proliferation theory.

Against method bermakna tidak ada metodologi yang dapat bertahan sepanjang masa, pasti mengalami perubahan pengetahuan misal teori fisika Newton dianggap tidak lagi relevan yang digantikan oleh fisikawan lain bernama Albert Einsten. Against science mengkritik para ilmuwan yang menggunakan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk merebut kekuasaan (Feyerabend, 1993, p. 20).

Baca...  Filsafat Islam Abad Pertengahan Vs Filsafat Islam Modern

Ada kesalahpahaman terkait konsep against science yang dicetuskan oleh Feyerabend. Konsepsi yang ditawarkannya adalah campur tangan filosofis yang berpikiran sempit dan perluasan yang berpikiran sempit dari mode ilmiah terbaru ke semua bidang usaha manusia. Penolakannya tertuju pada interpretasi dan pembelaan rasionalistik terhadap ilmu pengetahuan (Feyerabend, 1993, p. 122).

Seharusnya peran ilmu pengetahuan dijadikan sebagai propaganda dengan ilmuwan lainnya. Anything goes merupakan prinsip yang menegaskan ilmu pengetahuan apapun boleh berkembang dan siapa pun berhak menentukan pilihannya tanpa tirani ilmu pengetahuan (Feyerabend, 1993, pp. 230–231).

Anarkisme Sebagai Alat Degradasi Fanatisme Islam

Melihat dari pemikiran Feyerabend, kita dapat memahami bahwa fanatisme terhadap ilmu pengetahuan menjadikan seseorang terbelenggu dan bersifat eksklusif. Dalam aplikasinya terhadap khazanah Islam, teori ini dapat menjadi nuansa baru dalam polemik keilmuan Islam.

Kita tahu fanatisme umat muslim sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari lahirnya organisasi atau kelompok-kelompok yang masih saja menganggap pendapatnya paling valid. Bahkan, sampai berani melegitimasi dan melabel kelompok/orang yang berbeda dengan kata “kafir atau sesat”.

Padahal khazanah keislaman sangat luas cakupannya dan dalam prinsip Islam pun menyatakan bahwa perbedaan adalah rahmat (Al-Ikhtilaafu Ummati Rahmah). Oleh karena itu, penting sekali kita memahami berbagai ilmu pengetahuan Islam yang berkembang agar terhindar dari fanatisme.

Justru fanatisme inilah yang mengantar kita kepada perlakuan kekerasan, persekusi, dan berbagai macam tindakan keras lainnya. Beruntung sebetulnya di Indonesia kemenag memiliki misi untuk mengejawantahkan moderasi beragama kepada masyarakat, supaya mereka terhindar dari kefanatikan.

Anarkisme ini tidak menghilangkan eksistensi dan validitas serta fungsi teori atau metode lama dengan yang baru, melainkan semuanya difalsifikasikan untuk terus dijaga seterusnya (Feyerabend, 1993, p. 61).

Baca...  Filsafat Islam Modern dalam Menghadapi Tantangan Zaman

Dengan ini menunjukkan tidak ada satupun teori, pendapat, atau metode apapun yang dianggap salah dalam Islam. Semuanya merupakan hasil buah pikir dari para cendekiawan yang perlu kita pahami dan hormati bersama-sama. Begitupun otoritas dari sebuah lembaga keagamaan yang tidak memiliki hak serta wewenang untuk memecah dan memberikan stigma-stigma negatif kepada mereka yang berbeda sudut pandang.

Namun, dilihat dari pemikiran Feyerabend terkait anarkismenya, dia tidak mencantumkan prinsip kebenaran, artinya semua ilmu pengetahuan dianggap benar. Mungkin sebagian kita meng”iya”kan dan sebagian besarnya bakal “menolak”nya. Hal ini sangat wajar karena dalam Islam otoritas dalam Islam diperlukan ucapnya.

Begitupun orang-orang yang menyetujui teori ini beranggapan bahwa kita hanya tunduk kepada Allah SWT tanpa adanya intervensi otoritas lain terhadap individu kita sendiri. Toh, kalaupun mereka mengaku sebagai otoritas keagamaan dalam suatu wilayah, mereka hanyalah penyampai/pendakwah yang bisa salah dan benar.

Sekali lagi perlu kita ingat bahwa anarkisme yang dibawa oleh Feyerabend tidaklah bertujuan untuk melawan teori atau metode lama dengan yang baru begitupun sebaliknya. Tetapi, epistemologi ini mampu menunjukkan rasa hormat antar pandangan. Hal ini tentu akan juga mengikis sedikit demi sedikit kefanatikan kita terhadap sesuatu, karena sejatinya semua pendapat tidak ada yang mampu membenarkan ataupun menyalahkan.

Referensi

Feyerabend, P. (1993). Against method. In British Library Cataloguing (Edisi ke-3). New Left Books.

Preston, J. (2020). Paul Feyerabend. The Stanford Encyclopedia of Philosophy. https://plato.stanford.edu/archives/fall2020/entries/feyerabend/

13 posts

About author
Dosen STAI Syubbanul Wathon Magelang
Articles
Related posts
Filsafat

Konsep Forgiveness Perspektif Hannah Arendt dan Agama Islam

3 Mins read
Permaafan atau forgiveness merupakan konsep yang sangat krusial dalam kehidupan manusia. Permaafan bukan hanya sebuah kata atau tindakan sederhana, tetapi merupakan proses…
Filsafat

Thomas Aquinas: Integrasi Antara Akal dan Iman dalam Pencarian Kebenaran

2 Mins read
Profil Thomas Aquinas Thomas Aquinas merupakan seorang teolog sekaligus seorang filsuf yang lahir pada abad pertengahan, tepatnya pada tahun 1225 di Roccasecca,…
Filsafat

Tahafut At Tahafut: Respon Atas Kerancuan Berpikir Al Ghazali

3 Mins read
Tahafut At Tahafut: respon atas kerancuan berpikir Al Ghazali. “Kritik atas kritik yang dibangun oleh Ibnu Rusyd merupakan sebuah wahana untuk membentuk…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Esai

Gesekan Awal Para Orientalis Mengenal Ketafsiran

Verified by MonsterInsights