Ummul Mukmin (umm al-Mukmin) merupakan sebutan yang diberikan kepada istri-istri nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam semula berjumlah 11 orang. Istilah ini berasal dari Arab yaitu “Ummu” artinya ibu dan “al-Mu’minin” yang artinya orang-orang beriman, jadi “Ummu al-Mu’mimin” berarti “Ibu dari orang-orang beriman”, bentuk jamaknya “Ummahatul al-Mu’minin”.
Sebutan tersebut menunjukkan bahwa para istri Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah wanita-wanita yang terpilih dan dimuliakan Allah. Allah sendiri yang menetapkan sebutan tersebut dalam surah al-Ahzab ayat 6 yang artinya : ” Nabi itu hendaknya lebih utama bagi orang-orang Mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka”.
Selanjutnya, dalam surah yang sama Ayat 53 Allah menetapkan bahwa para istri Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tidak boleh dinikahi oleh siapapun setelah Nabi wafat. Arti ayat tersebut ialah : ” Dan tidak boleh kamu menyakiti hati Rasulullah dan tidak pula mengawini istri-istrinya sudah dia wafat selama-lamanya. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar dosa di sisi Allah”.
Para Ummul Mukmin tersebut adalah ; Pertama, Khadijah binti Khuailid (Mekah, 556-619). Dia adalah seorang wanita dari kabilah Quraisy yang mempunyai kedudukan tinggi di kalangan kaumnya dan juga kaya. Pada masa sebelum Islam ( zaman Jahiliyah) dia mempunyai gelar “at-Tahirah” (Yang Bersih).
Sebelum menjadi istri Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dia pernah dua kali menikah dan ditinggal mati suaminya. Pertama dia menikah dengan Abu Halal Annabbasy bin Zurarah dan kemudian dengan Atiq bin Abid al-Makhzumi. Setelah menjanda, dia berdagang dengan cara mempercayakan modal kepada orang yang dapat dipercaya untuk menjalankannya. Dia memilih Muhammad yang telah dikenal sebagai orang yang dapat dipercaya untuk berdagang menjalankan modalnya.
Setelah Khadijah menyaksikan kejujuran dan kebaikan Muhammad, dia meminangnya untuk menjadi suaminya. Muhammad yang pada waktu itu berusia 25 tahun menikahi Khadijah yang berusia 40 tahun. Dari perkawinan Khadijah dengan Muhammad bin Abdullah yang 15 tahun kemudian diangkat menjadi Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, lahirlah 6 orang putra dan putri yaitu al-Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum, Fatimah dan Abdullah. Setelah mendampingi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai istri dan membantu perjuangannya menegakkan Islam dengan harta benda selama 25 tahun, Khadijah wafat dalam usia 65 tahun.
Kedua, Saudah binti Zam’ah. Sebelum menjadi istri Rasulullah masih salam, dia pernah menikah dengan Sakran bin Umar al-Amiri. Pasangan ini termasuk orang-orang yang pertama beriman kepada risalah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dan ikut hijrah ke Habasyah.
Sekembalinya dari Habasyah, Sakran meninggal dunia dan Saudah yang hidup sebagai janda tua yang tidak mempunyai pekerjaan dan keluarga yang dapat melindungi dari tekanan kaum musyrik, termasuk ayahnya yang belum masuk Islam. Pada waktu itu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah seorang duda dengan Fatimah, putrinya yang masih kecil, memerlukan seorang yang dapat merawatnya.
Atas anjuran dari Khaulan binti Hakim, Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam menikahi Saudah binti Zam’ah. Setelah itu Saudah sebagai Ummul mukminin tinggal di rumah nabi. Dia banyak beribadah dan bersedekah.
Tiga, Aisyah binti Abu Bakar As Siddiq (Mekah,614-Madinah, 678). Sebelum menikah dengan Rasulullah, Dalam usia yang masih sangat muda, dia pernah dilamar oleh al-Mut’im bin Adi untuk dijodohkan dengan anaknya bernama Jubair yang kala itu masih musyrik. Abu Bakar Siddiq menolak lamaran tersebut.
Pada saat itu, Khaulah binti Hakim yang melihat bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam masih dalam keadaan sedih karena wafatnya Khadijah, mengusulkan agar nabi menikahi Aisyah binti Abu Bakar, dengan harapan akan timbul suasana baru dalam rumah tangga Rasulullah sekaligus memberikan perlindungan kepada Aisyah.
Rasulullah menerima usulan tersebut dan Abu Bakar juga menyetujui untuk menikahkan Aisyah dengan Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Dengan pernikahan ini maka Aisyah berstatus sebagai Ummul mukminin yang sangat dicintai, banyak mendapatkan bimbingan dari nabi dan banyak meriwayatkan hadis.
(4). Zainab binti Huzaimah bin Abdullah bin Umar. Sebelum menikah dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pada tahun 3 H, menurut riwayat dia pernah menikah dengan Abdullah bin Jahsy yang Syahid dalam Perang Uhud. Pernikahannya dengan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam tidak berlangsung lama sebab ia wafat sekitar 2 bulan setelah berstatus sebagai Ummul Mukminin. Sebagai istri Rasulullah, Zainab juga terkenal dengan sebutan Ummul al-Masakin karena dia senang memberi makan dan bersedekah kepada fakir miskin.
(5). Juwairiyah binti Haris. Sebelum menjadi istri Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, dia adalah salah seorang pemimpin kabilah Bani Mustaliq. Ketika pada tahun 6 H, Bani Mustaliq menyerang kaum muslimin namun akhirnya dapat dikalahkan.
Juwairiyah termasuk orang yang menjadi tawanan perang dan menjadi milik Qais bin Sabit. Sebagai tawanan dia akan dibebaskan bila dapat membayar tebusan. Tetapi, karena dia gagal mendapatkan uang tembusan, dia langsung menghadap nabi dan mengadukan nasibnya. Rasulullah berkata kepadanya : ” Apakah engkau menginginkan aku membayar tebusan untuk kebebasanmu kemudian aku menikahimu?”. Juwairiyah segera mengiyakan dan Rasulullah menikahinya. Juwairiyah memiliki status sebagai Ummul Mukminin, sehingga tercipta hubungan baik antara kabilah Bani Mustaliq dengan kaum muslimin di Madinah.
(6). Sofiyah binti Hay bin Akhtab, seorang anak raja dan juga istri Raja Khaibar yang bernama Kinanah ar-Rabi bin Abi Huqaiq, pemilik benteng Yahudi “Qumus” yang terkenal amat kuat. Kemuliaan dan kekuasaan Sofiyah hilang setelah tentara Khaibar dapat dikalahkan oleh pasukan kaum muslimin.
Akibatnya dia mengalami kesengsaraan, Nabi menikahinya, dengan demikian Sofiyah masuk ke dalam Ummul Mukminin dan kaum Khaibar masuk Islam.
(7). Hindun binti Abi Umaiyah bin Mugirah bin Abdullah bin Amr bin Mahzum atau Ummu Salamah (wafat 62 H). Sebelum dia menikah dengan Rasulullah, dia telah menikah dengan Abdullah bin Asad bin Mugirah atau Abu Salamah, seorang sahabat nabi dan punya anak bernama Salamah. Suaminya meninggal setelah Perang Uhud dan beberapa tahun kemudian nabi menikahinya, sehingga dia termasuk kepada Ummul Mukminin.
(8). Ramlah binti Abu Sufyan atau Ummu Habibah. Dia telah menikah dengan Ubaidillah bin Yahsy al-Asadi, anak paman Rasulullah semenjak zaman Jahiliyah. Bersama suaminya dia masuk islam dan ikut hijrah ke Habasyah. Dalam perjalanan ke Habasyah ini dia telah melahirkan anak pertamanya dan suaminya murtad, kemudian meninggalkannya. Walaupun salah menderita di tempat pengungsian dia tetap teguh sebagai muslimah. Rasulullah mengetahui penderitaan Ramlah, nabi pun menikahinya.
(9). Hafsah binti Umar bin Khattab. Sebelum menikah dengan Rasulullah, Hafsah pernah menikah dengan Khunais bin Huzafah bin Qais bin Adi as-Sahmi al-Quraisy, salah seorang yang ikut hijrah ke Habasyah dan berjasa dalam Perang Uhud. Setelah Khunais meninggal dalam Perang Uhud, dan Hafsah menjanda beberapa tahun, Rasulullah menikahinya. Hafsah di samping terkenal sebagai Ummul mukminin penyimpan pertama naskah Alquran yang dihimpun dan dititipkan kepada Khalifah Abu Bakar As Siddiq, juga meriwayatkan sejumlah hadis nabi dari Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
(10). Zainab binti Jahsy bin Ri’ah bin Ja’mur bin Sabrah bin Murrah. Rasulullah menikahi Zainab setelah dia ditalak oleh Zaid bin Harisah, anak angkat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Dengan pernikahan ini maka batallah kebiasaan sejak zaman sebelum Islam yang tetap berlaku, yaitu mengangkat anak dengan kedudukan sebagai anak kandung. Zainab adalah Ummul mukminin yang Taqwa, Saleh banyak beribadah, banyak membela kaum muslimin dan banyak meriwayatkan hadis.
(11). Maimunah binti Haris (wafat di Madinah, 61 H/681 M). Dia adalah istri terakhir Rasulullah Wasallam yang dinikahi atas permintaan Maimunah sendiri pada saat menaklukkan kota Mekah (Fathu Mekkah) pada bulan Muharram. Pada waktu itu semua orang bergembira karena penaklukan kota Mekah dapat dilakukan tanpa pertumpahan darah. Pada saat itulah Maimunah menyampaikan maksudnya kepada Abbas, iparnya bahwa dia menyerahkan dirinya kepada Rasulullah untuk menjadi istrinya. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam menerimanya yang pada waktu itu bertatus sebagai janda. Dengan demikian ia berstatus Ummul Mukminin. Penerimaan Rasulullah ini berarti juga menghilangkan rasa malu Maimunah yang telah terbuka di depan jamaah muslimin menyatakan ingin menjadi istri nabi.