KeislamanTafsir

Mengenal Muhammad Shahrur dan Tafsir Kontekstualnya

4 Mins read

Ajaran Islam menunjukkan bahwa tidak ada batasan waktu atau ruang, yang membuat mempelajari Islam menjadi sulit atau memerlukan kajian yang harus dipahami menghasilkan pengembangan potensi baru dengan berbagai topik atau isu pula. Kita memasuki zaman modern, segalanya akan menjadi lebih kompleks.​​​

Kompleksitas ini bukan merupakan hasil fenomena terkait dengan realitas yang terus berkembang dalam diri manusia secara keseluruhan. ​Kompleksitas bukan merupakan hasil dari​Fenomena yang berkaitan dengan realitas yang terus berkembang dalam diri manusia secara keseluruhan.

Biografi Muhammad Shahrur

Muhammad Syahrur menindaklanjutinya dengan melakukan pengkajian ulang atau penelaahan ulang terhadap ajaran Islam, khususnya Al-Qur’an sebagai sumber terpenting. Sebagai Ulama Islam yang berasal dari Timur Tengah, pemikirannya cukup matang dan mampu memahami konteks kekinian, karena itu ia dianggap kontemporer.

Muhammad Syahrur Dayb atau yang biasa dipanggil Syahrur adalah seorang tokoh dan pemikir Islam yang berasal dari Salihiyyah, Damaskus (Suriah) pada tanggal 11 April 1938. Lahir dari sepasang orang tua yang bernama Dayb bin Dayb dan ibunya bernama Shiddiqah Binti Shalih Filyun. Masa kecilnya berada dalam suasana dan lingkungan yang bisa dikatakan liberal, meskipun anak kelima dari lima bersaudara ini adalah seorang sunni (Afandi 2019:83).

Muhammad Syahrur memulai jalur keilmuannya dari sains, yang menjadikannya ahli di bidang teknik sipil. Hal ini memunculkan pandangan skeptis terhadap pemahaman Islamnya karena fokus pendidikannya tidak secara khusus berasal dari ilmu agama. Namun, Syahrur memiliki latar belakang pendidikan agama di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Abdurrahman al-Kawakibi di Damaskus hingga tahun 1957. Ia melanjutkan studinya di Uni Soviet, meraih diploma teknik sipil pada 1964, sembari mempelajari filsafat Barat seperti Marxisme dan dialektika Hegelian, yang memberi pengaruh besar pada pemikirannya (Šaḥrūr and Christmann 2009:20).

Karya-Karyanya

Muhammad Syahrur adalah pemikir Islam modern dengan karya-karya yang menawarkan perspektif baru terhadap Islam, (Afandi 2019:84–85).

Baca...  Seruan Takwa dalam Alqur'an: Jalan Menuju Keberuntungan Dunia dan Akhirat

Karyanya yang paling terkenal, Al-Kitab wa Al-Qur’an: Qira’ah Muashirah (1990), menggunakan pendekatan linguistik untuk menafsirkan Al-Qur’an dan membahas konsep risalah, sunnah, serta kemanusiaan.

Dalam Tajfif Manabi’ al-Irhab (2008), ia mengkritik interpretasi agama yang sempit sebagai akar kekerasan, khususnya pasca-serangan 11 September 2001.

Dirasah Islamiyah Muashirah fi ad-Daulah wa al-Mujtama (1994) menyoroti hubungan masyarakat dengan negara serta isu otoritarianisme.

Sementara Al-Iman wa Al-Islam Manzhumat al-Qiyam (1994) merekonstruksi pemahaman tradisional tentang rukun iman dan Islam.

Dalam Nahwu Usul Jadidah li al-Fiqh al-Islami: Fiqh al-Mar’ah (2000), ia menekankan pentingnya kesetaraan gender dalam hukum Islam.

Selain buku, ia aktif di seminar dan menulis artikel, termasuk The Divine Text and Pluralism in Muslim Societies (1997).

Landasan Pemikiran Linguistik dan Filsafat

Muhammad Syahrur mulai tertarik pada linguistik saat bertemu dengan Ja’far Dakk Al-Bab di Uni Soviet. Inspirasi ini mendorongnya mendalami linguistik dan mengambil pemikiran tiga tokoh utama sebagai dasar: Ibn Jinni yang menekankan evolusi bunyi dalam sejarah, harmoni tata bahasa, dan fisiologi bunyi; Iman Jurjani yang mengutamakan tatanan bahasa melalui makna kata dan kalimat berita; serta Abu Ali al-Farisi yang melihat bahasa sebagai sistem sosial yang selaras dengan pemikiran.

Dari ketiga tokoh tersebut, Syahrur mengembangkan pendekatan linguistiknya sendiri dengan beberapa prinsip utama: bahasa tidak memiliki sinonim, kata adalah bentuk ekspresi, makna merupakan elemen terpenting dalam bahasa, dan bahasa hanya dapat dipahami jika sesuai dengan realitas objektif. Pendekatan ini mencerminkan upaya Syahrur menjadikan linguistik sebagai kerangka untuk memahami bahasa secara lebih rasional dan kontekstual (Mujahidin 2012:341–62).

Muhammad Syahrur menggunakan konsep empirismatrianisme dalam filsafatnya, menjadikan alam dan materi sebagai ukuran kebenaran. Pengaruh pemikiran Marxisme dan dialektika Hegelian membentuk pandangan Syahrur bahwa segala sesuatu berasal dari materi, sehingga ia menolak entitas metafisik sebagai sumber pengetahuan. Dalam pemaknaan Al-Qur’an, ia menyatakan bahwa pengetahuan manusia berasal dari alam material, bukan dari wujud metafisik.

Baca...  Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Klaim Keempat Akidah Asy’ariyah tentang Tindakan Tuhan

Untuk mendukung pandangannya, Syahrur merumuskan beberapa prinsip metodologis: (1) hubungan erat antara kesadaran dan pengetahuan manusia dengan wujud material; (2) alam semesta bersifat material, dan akal manusia mampu mengungkap rahasianya tanpa batas; (3) pengetahuan manusia bersifat evolutif, berkembang dari pengalaman indrawi menuju objek abstrak; (4) Al-Qur’an tidak bertentangan dengan filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan (Afandi 2019:88).

Konsep Dasar Metode Tafsir Kontekstual Shahrur

Metode Tafsir Kontekstual yang dikembangkan oleh Muhammad Shahrur menekankan bahwa pemahaman Al-Qur’an tidak cukup hanya dengan membaca teks secara harfiah, tetapi harus mempertimbangkan konteks historis, sosial, dan budaya saat teks diturunkan.

Shahrur mengusulkan pendekatan yang disebut Qira’a Mu’asira (pembacaan kontemporer), yang bertujuan untuk menyesuaikan pemahaman Al-Qur’an dengan perkembangan zaman, sehingga nilai-nilai dalam Al-Qur’an tetap relevan dan aplikatif dalam kehidupan modern (Shuhrur 1990).

Al-Qur’an sebagai Teks Historis dan Dinamis

Shahrur memandang Al-Qur’an sebagai teks yang historis dan dinamis, yang diturunkan dalam konteks masyarakat Arab abad ke-7 dengan sistem sosial, ekonomi, dan politik tertentu. Ia berpendapat bahwa pemahaman Al-Qur’an harus melibatkan kajian terhadap kondisi masyarakat saat wahyu diturunkan, serta bagaimana pesan-pesan tersebut dapat diterapkan pada masa kini.

Menurutnya, Al-Qur’an bukan hanya relevan untuk satu periode waktu, melainkan sebagai pedoman yang terus berkembang seiring perubahan sosial dan kemajuan masyarakat. Pendekatan “pembacaan kontemporer” yang dia kembangkan bertujuan untuk membaca Al-Qur’an dengan mempertimbangkan perubahan dalam struktur sosial, budaya, dan teknologi dari waktu ke waktu (2018:10).

Distingsi Antara Hukum Tetap dan Hukum Dinamis

Shahrur membagi hukum dalam Al-Qur’an menjadi dua kategori utama: hukum tetap (thawabit) dan hukum dinamis (mutaghayyirat). Hukum tetap mencakup prinsip-prinsip fundamental Islam, seperti Tauhid, moralitas dasar, dan keadilan, yang bersifat abadi dan tidak berubah.

Baca...  Muhammad Shahrur: Karya Tafsir Kontekstual dan Landasan Pemikirannya

Sementara itu, hukum dinamis mencakup aturan yang dapat disesuaikan dengan perkembangan sosial dan zaman, seperti hukum waris, pernikahan, dan pidana. Menurut Shahrur, hukum dinamis ini merupakan respon terhadap kondisi sosial saat pewahyuan dan perlu ditafsirkan ulang agar relevan dengan konteks modern tanpa mengabaikan prinsip dasar Islam (2019:5).

Melalui metode ini, Shahrur membuka peluang untuk reinterpretasi teks-teks suci dalam kerangka pemikiran modern yang lebih ilmiah dan rasional. Pendekatan linguistik ini memberikan ruang bagi analisis yang lebih fleksibel, di mana kata-kata dalam Al-Qur’an tidak lagi dipahami secara kaku, tetapi dapat disesuaikan dengan perubahan bahasa dan budaya.

Dengan demikian, metode tafsir kontekstual Shahrur memungkinkan umat Islam untuk terus mengembangkan pemahaman mereka terhadap Al-Qur’an sesuai dengan perkembangan zaman dan tantangan-tantangan kontemporer yang dihadapi umat Islam di berbagai belahan dunia.

Sumber

A. Rohman. 2019. “Kritik Terhadap Pemikiran Muhammad Shahrur Tentang Tafsir Kontekstual Jurnal Studi Islam Dan Filsafat.” Jurnal Studi Islam Dan Filsafat 1.

Afandi, Rachmat. 2019. “Islamic Theology And Gender: Reflections On Muhammad Shahrur’s Thoughts.” Journal Of Islamicate Studies 2(2):81–95. Doi: 10.32506/Jois.V2i2.537.

Mujahidin, Anwar. 2012. “Subyektivitas Dan Obyektivitas Dalam Studi Al-Qur`An (Menimbang Pemikiran Paul Ricoeur Dan Muhammad Syahrur).” Kalam 6(2):341–62. Doi: 10.24042/Klm.V6i2.410.

Šaḥrūr, Muḥammad, And Andreas Christmann. 2009. The Qur’an, Morality And Critical Reason: The Essential Muhammad Shahrur. Leiden: Brill.

Shuhrur, Muhammad. 1990. “Al-Kitab Wa Al-Qur’an: Qira’a Mu ‘Asira.”

Y. Hanafi. 2018. “Metodologi Tafsir Kontemporer Dalam Perspektif Muhammad Shahrur.” Jurnal Pemikiran Islam Kontemporer 2.

1 posts

About author
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
Articles
Related posts
Keislaman

Isra dan Mikraj Nabi Muhammad

5 Mins read
  سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ…
KeislamanKhutbah Jumat

Khutbah Jumat ; Rasulullah Rahmat Bagi Alam Semesta

7 Mins read
A. Khutbah Jumat Pertama; السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 1. Hamdallah; 2. Syahadatain; 3. Salawat Allahumma shalli ala’ Muhammad. Wa’ala alihi wa…
KeislamanTafsir

Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Surat Al-Mujadalah Ayat 11 dan Luqman Ayat 13 Menurut Tafsir Al-Misbah dan Al-Azhar

5 Mins read
Nilai-nilai pendidikan karakter adalah suatu kebutuhan yang berlangsung terus-menerus untuk meningkatkan kesadaran individu, pembentukan karakter berkontribusi pada masa depan yang lebih baik….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Berita

Arsjad Rasjid: Kelahiran Muhammadiyah Jadi Awal Gerakan Kewirausahaan Sosial di Indonesia

Verified by MonsterInsights