Keislaman

Mendiamkan Saudara Lebih Dari 3 Hari, Bagaimana Hukumnya ? 

3 Mins read

Sudah menjadi hal yang lumrah dan sering terjadi di dalam kehidupan kita tentang “mendiamkan orang lain” baik itu secara sengaja ataupun tidak sengaja mulai dari adanya permasalahan pribadi sampai permasalahan umum yang menjadi penyebabnya.

Dari lumrah dan seringnya itu akhirnya menjadikan pemahaman yang salah sehingga, banyak yang meremehkan dengan acuh tak acuh terhadap kebiasaan yang kurang baik ini.

Pada faktanya, orang seakan-akan memiliki prespektif pemikiran “selama belom 3 hari ya sudah tidak mengapa kan?” ini yang perlu kita luruskan tentang makna sesungguhnya dari hadis riwayat Muslim ini.

Diriwayatkan dari Imam Muslim di dalam Kitabnya “Shahih Muslim” No. 2560 dan di dalam Kitab “Bulughul Maram” No.1273 :

حدّثنا يحي بن يحي، قال قرأت علي مالك، عن ابن شهاب، عن عطاء بن يزيد الليثي، عن أبي أيوب الأنصاري، أنّ رسول الله صلي الله عليه وسلّم، قال : ( لا يحلّ لمسلم أن يهجرأخاه فوق ثلاث ليال، يلتقيان فيعرض هذا و يعرض هذا، وخيرهما الّذي يبدأ بالسّلام ) رواه مسلم.

Artinya : “ Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, telah berkata: Aku telah membaca atas Malik, dari Syihab, dari ‘Atha’ bin Yazid al-Laysi, dari Abu Ayyub al-Anshoori, Sesungguhnya Rasulullah SAW, Bersabda: “Tidak halal bagi muslim memutuskan persahabatan dengan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka bertemu, lalu seseorang berpaling. Yang paling baik diantara keduanya adalah yang memulai mengucap salam.”

Dan kemudian dijelaskan dalam kitab “Shahih Muslim” : Bi Syarh al-Nawawi dijelaskan secara singkat bahwasannya menurut Ulama’:

Pertama, dilarang mendiamkan sesama muslim lebih dari 3 hari dan yang diperbolehkan adalah 3 hari awal dalam hadist yang telah disebutkan.

Kedua, proses memaafkannya berada dalam tiga hari tersebut, karena manusia itu mudah tersulut dalam kemarahan, perbuatan buruk dan lain sebagainya, pemaafan atas “mendiamkan saudaranya” untuk meredam amarah dan rasa marahnya.

Baca...  Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Hukum dan Ketentuan Sifat Tuhan

Yang dimaksudkan mendiamkan saudaranya ini karena ada udzur syar’i yang memang benar-benar harus didiamkan agar berujung kebaikan misalkan ada seorang yang memiliki sifat nifaq, hasad, dengki dll dimana perbuatan itu mempengaruhi seseorang atau menyangkut akhlaq juga sifat, bukan hanya semena-mena saja mengartikannya dengan mendiamkan saudara atau sahabat kita dengan alasan yang hanya bersifat individualisme.

Misalnya, perkara keseharian yang apabila orang terdekat kita tidak sengaja ataupun sengaja menyakiti kita dengan perkataanya, atau perkara harta yang dimana merebutkan harta warisan (gono gini) yang tidak akan dibawa sampai meninggal materialnya justru pertanggungjawabannya ada diakhirat nantinya. Perkara inilah yang membuat prespektif para orang awam terkhususnya menjadi salah. Lantas bagaimana seharusnya kita mensikapi perkara ini ?

Sebagai seorang muslim dan mukmin kita harus menyadari jika kehidupan manusia tidak luput dari salah dan dosa apalagi pada bab Muamalah terhadap manusia atau Hablum-minannas inilah yang menjadi kunci kesuksesan kita dalam berkehidupan yang baik itu seperti apa.

Yang di maksud adalah jika permasalahan yang hadir akibat cekcok, ketidaksamaan prinsip atau pendapat juga hal lainnya, jika sampai menyakiti dan membuat tidak nyaman orang lain lebih baik kita segera menyelesaikan pertikaan itu. Islam rahmatan lil -‘alamiin jadi islam itu Rahmat dan menyukai perdamaian maka, jangan sekali-kali pernah berfikir bahwa “ya sudah Batasan diam kepada orang kan 3 hari ya saya tunggu 3 hari saja lah kan sudah ada hadistnya!.”

Bukan seperti itu maknanya utamakan keselamatan hati dalam bersosialisasi karena kita tidak mengetahui apa yang terdetik dalam hati orang lain, kita bersyukur jika kita diam lalu orang tersebut sadar dan juga mempunyai niatan untuk saling memaafkan dan memulainya dengan salam atau denga sapaan lainnya, dan kita patut berlindung kepada Allah dan memohon ampunannya jika orang tersebut merasa terdzolimi terhadap apa yang kita lakukan.

Baca...  Riba Perspektif Alqur’an dan Dampaknya Bagi Kehidupan Ekonomi Umat Islam

Dan do’a orang yang terdzalimi ini mustajab langsung diijabah oleh Allah, bersyukur manakala do’anya baik dan patut waspada apabila do’anya adalah suatu keburukan yang mana akan memberikan imbas kepada kita.

Naudzubillah tsumma naudzubillah maka, alangkah baiknya kita bisa bersegera untuk menyelesaikan perselisihan kita diantara sahabat/kerabat kita karena siapa yang memulai meminta maaf dahulu akan menemukan ketenangan hati. Itu sudah menjadi skala otomatis dari Allah yang terjadi dalam kehidupan kita.

Rasulullah SAW bersabda : “Dan sebaik-baik diantara keduanya adalah yang memulai salam.”

Dari penggalan hadis diatas menurut Mazhab Syafi’i dan Malik dijelaskan bahwasannya “Barang siapa yang memutuskan untuk menghentikan dari “mendiamkan” maka akan diputus dari dosa tersebut kemudian memulainya dengan cara menyapa atau memberikan salam”.

Menurut Imam Ahmad dan Ibnu Qosim al-Makky “Apabila ada yang menyakiti saudaranya dan belum dinyatakan terputusnya dosa itu kecuali dengan mengucapkan salam.” (Kitab Shahih Muslim : Bi Syarh al-Nawawi)

Dari penjelasan kitab diatas harusnya bisa membuka pikiran kita bukan hanya orang akademisi, ustad/ustadzah, Kyai dll saja yang dituntut memahami konteks ini, Justru pentingnya orang awam dan pengeskplor kajian-kajian islam memperhatikan permasalahan yang sering diremehkan bahkan dibiarkan.

Maka, alangkah baiknya jika mengawali setiap kegiatan kita dengan mengharap rida Allah dan niat yang baik juga perilaku yang berhati-hati dikondisi dan situasi apapun. Jika merasa ada perkataan atau perbuatan kita yang sekiranya kita sadari menyakiti orang lain harus bersegera meminta maaf dan menyelesaikan nya secara baik-baik. Agar kehidupan kita tidak berpotensi berat karena seringnya kita memiliki masalah dengan orang lain.

Dengan adanya permasalahan antar saudara menjadikan hidup tidak nyaman dan hati tidak tenang, jika sudah begitu sering muncul sikap khawatir,takut,dan perasaan was-was yang mana itu datang akibat bisikan setan dari hawa nafsu dan pikiran buruk kita.

Baca...  Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Jawaban Terhadap Sangkalan Lawan Debat Al-Ghazali

Maka mengawali kebaikan dengan senantiasa menebarkan sikap yang ramah nan baik adalah suatu hal yang penting kita terapkan sebagai seorang muslim sejati, bukan hanya iman dan taqwa kepada Allah saja yang di utamakan akan tetapi mengaplikasian terhadap hamba Allah itu adalah point terbesarnya.

Dapat kita ambil pelajaran dari penjelasan diatas yaitu, Pentingnya menjaga perkataan terhadap saudara kita, Mengurangi pertikaian, Bersegera untuk saling memaafkan, Tidak menaruh dendam dan Saling menyadari atas sifat dasar manusia yaitu mudah marah.

4 posts
Related posts
Keislaman

Tafsir Maudu'i Pada Tafsir Ibnu Katsir: Bakti Terhadap Orang Tua dalam QS. Luqman Ayat 14 dan QS. An-Nisa' Ayat 36

3 Mins read
Tafsir Maudu’i merupakan pendekatan penafsiran Al-Qur’an yang berfokus pada tema tertentu. Dalam metode ini, penafsir menentukan satu topik, lalu menghimpun seluruh ayat…
Keislaman

Penafsiran Ayat Poligami dalam Surah An Nisa Ayat 3 Telaah Metode Ijmali Pada Kitab Tafsir Jalalayn

2 Mins read
Poligami menjadi salah satu topik yang sering menjadi perdebatan berbagai kalangan dan hal tersebut sering dikaitkan dengan ranah keagamaan maupun sosial. Dalam…
Keislaman

Perbedaan Pendapat Sunni dan Muktazilah Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 134

6 Mins read
Dalam khazanah pemikiran Islam, tafsir Al-Qur’an menjadi salah satu bidang kajian yang sangat penting untuk memahami ajaran-ajaran Allah. Tafsir tidak hanya berfungsi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Esai

Eksistensi Gen Z sebagai Ancaman Mengerikan Terhadap Bangsa, Lantas Apa Reaksi Kita ? 

Verified by MonsterInsights