Artikel

Mempersoalkan Mana Dalil Bahwa Tuhan Itu Ada

3 Mins read
Manusia memiliki batasan dalam memahami apa yang diketahui Tuhan (Sumber gambar : Detik.com)


KULIAHALISLAM.COM – Dari cuplikan video ketika KH. Said Agil Siradj bertanya pada publik pendengarnya “apakah Tuhan ada?”  Dengan spontan serentak mereka menjawab “adaaa ..” lalu KH. Said Aqil Siradj menyela “mana ayat Alquran yang menyatakan Tuhan itu ada?.”

Dengan pertanyaan diatas, mungkin sebagian publik kaget atau bingung dengan pertanyaannya. Setelah itu beliau beretorika tentang ‘ada’ yang mungkin makin bikin orang bingung.

Lebih membingungkan lagi ketika para netizen berkomentar membawa masalah ini ke ranah yang berbeda-beda, ada yang ke ranah filsafat, ilmu kalam, tasawuf. Lebih rumit lagi kalau dibawa misalnya ke ranah quantum. 

Padahal, KH. Said Aqil Siradj mungkin tidak sedang membahas ontologi atau hakikat ada. Pertanyaannya, apakah kita harus ikutan bingung ? 

Sebenarnya tidak perlu sih, bila paham akar permasalahannya. Untuk tidak bingung, saya buat dulu sebuah analogi, seorang guru yang berdiri didepan kelas beliau tidak perlu menyatakan “anak-anak ini saya ada” mengapa? Karena anak-anak sudah tahu bahwa Pak guru ada.

Untuk apa mempermasalahkan hal yang tidak perlu bagi anak-anak itu. Coba Pak guru bikin pertanyaan “anak-anak apakah Pak guru ada?” Anak-anak menjawab “Adaaa“. Pak guru “kapan Pak guru bilang Ada?” Anak-anak …???? 

Demikian Alquran tak perlu menyatakan “Tuhan Ada” karena itu tidak perlu, mengapa? Karena orang yang punya nalar sudah paham bahwa mustahil yang tidak ada bisa menurunkan wahyu, bisa memberi perintah, bisa mengadili amal perbuatan manusia kelak.

Jadi, ini sebenarnya soal mudah, bukan soal rumit tapi di bikin rumit oleh komentar atau netizen sendiri seolah ini menyangkut persoalan ada. Sehingga banyak yang lalu mempermasalahkan apa itu ada dari berbagai perspektif yang berbeda.

Artinya, untuk menjawab persoalan sederhana pakai logika sederhana, persoalan yang lebih rumit pakai argumen logika yang mungkin sedikit lebih rumit.

Nah kalau bicara ayat Alquran yang berbicara tentang adanya Tuhan maka surat al-Ikhlas sebenarnya cukup mewakili, mengapa ? Karena atribut-atribut “ahad” hanya bisa disematkan pada yang Ada. Sebagaimana kita di dunia nyata menyebut “satu” itu hanya pada benda atau entitas atau obyek yang ada,yang tidak ada tidak akan kita labeli dengan angka “satu.”

Jadi Ada itu tak perlu dinyatakan atau diretorikakan, cukup diketahui (level indrawi), dipahami (level akali) atau diyakini (level kalbu).

Bicara tentang ‘ada’ apalagi ada Tuhan memang bisa nampak ribet, apalagi bila harus pakai jalur ontologi filsafat atau pakai pendapat ahli tasawuf, atau pendapat muktazilah atau aliran lain dalam Islam. Apalagi pakai definisi quantum bakal lebih ribet lagi, karena ujungnya realitas dipandang hanya ilusi.

Lalu bagaimana cara memahami ‘ada’ yang simpel tanpa ribet tanpa multi tafsir dan tanpa banyak perdebatan ?

Pertama, hadirkanlah kebalikannya-lawanannya yaitu ‘tidak ada.’ Sama dengan bila ingin memahami apa itu terang maka hadirkan gelap, apa itu suci hadirkan kekotoran, apa itu mulia hadirkan hina,apa itu lelaki hadirkan wanita. Karena ada dan tidak ada adalah bagian dari dualisme, artinya sesuatu yang dapat dipahami akal pikiran. Karena sesuatu dapat dipahami akal apabila sesuatu itu berkonstruksi dualistik.

Artinya, sesuatu disebut ada karena untuk menyebutnya tidak ada adalah tidak mungkin atau tidak valid. Artinya ada itu memiliki atribut-sifat-tanda yang tidak dimiliki oleh tidak Ada. Contohnya, Ada itu memiliki essensi-hakikat, substansi,unsur penyerta keberadaan-aksiden, eksistensi atau “jejak penampakan” (fenomena yang bisa ditangkap manusia), kuantitas, kualitas dan sederet tanda atau kategori lain yang dapat di tambahkan.

Sedangkan untuk mendefinisikan ‘tidak ada’ tinggal diberi kategori yang berkebalikan dengan Ada. Tidak memiliki hakikat, substansi, eksistensi, kualitas dll.

Sehingga bila kita bicara segala suatu yang harus dikaitkan dengan ada atau tidak ada, maka periksa beragam tandanya.

Sekarang kita coba konsep dualist (Ada-tiada) ini dalam membedah soal Tuhan. Ada yang menyatakan Tuhan Ada sebaliknya ada yang menyatakan tidak Ada. Itu bisa terjadi diantaranya karena orang tak paham tanda tanda dari keberadaan.

Salah satu ciri ada adalah eksistensi dan tidak ada eksistensi menujukkan tiada. Dalam ranah kepercayaan yang tiada tapi disembah disebut hanya mitos—yang dipercaya tapi tidak ada bukti eksistensi.

Nah banyak yang bicara Tuhan tapi fokusnya hanya ke wujud sebagai tanda ada sedangkan bukti eksistensi mereka abaikan. Walau bagaimanapun eksistensi para Nabi menunjukkan ada kekuatan lain dibalik mereka yang sanggup mengkreasikan hal-hal dialami yang mustahil bisa didesain manusia semisal mukjizat besar atau perbuatan yang terjadi secara persis.

Itu sebab saya sering katakan bahwa mukjizat besar era para Nabi adalah cara Tuhan menunjukkan eksistensi adanya sehingga Tuhan tidak dipahami sebagai hanya konsep metafisis belaka tapi suatu entitas.

Bila Tuhan bisa ditampilkan dalam pengalaman indrawi maka Tuhan menjadi sederajat dengan ciptaannya yaitu jadi wujud materi.
Maka makna “wujud” itu bukan selalu berarti “bentuk” tapi ‘ada’ dan ciri wujud atau ada adalah memiliki essensi dan eksistensi. Essensi dan eksistensi itu dua elemen yang saling mengisi-kait mengait, eksistensi membuktikan adanya essensi dan essensi akan melahirkan eksistensi.
Ciri essensi itu bersifat tetap-baku-permanen.
Contoh essensi pikiran itu tetap-baku-permanen yaitu bersifat ruhaniah-non materi. Sedangkan eksistensi adanya pikiran dapat kita tangkap dengan pikiran kita dari gerak perilaku lahiriah manusia.
Jadi bila ingin paham wujud Tuhan maka tangkap “pikiran” Tuhan melalui eksistensinya di dunia ciptaan seperti mengkreasikan wujud-wujud terdesain. Dan eksistensi tindakan-Nya, misalnya, mengkreasikan beragam mukjizat besar era para Nabi yang mustahil bisa dilakukan manusia atau menghukum bangsa-bangsa yang ingkar seperti kaum Ad, Tsamud, umat nabi Saleh, kaum Sodom dan Gomorrah dll.


Editor: Adis
Baca...  Resensi Buku The Lost Art Of Scripture Karya Karen Armstrong
2366 posts

About author
Merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Artikel

Tidak Bisa Mengetik di Word karena "Selection is Locked", Ini Solusinya!

2 Mins read
Kompak – Salah satu masalah yang sering ditemui pengguna Microsoft Word adalah pesan “Selection is Locked” yang muncul saat mencoba mengetik atau…
Artikel

Ingin Rumah Lebih Sejuk? Coba Roster Jogja dari AM Roster

4 Mins read
Mendapatkan rumah yang sejuk merupakan impian bagi setiap orang, terutama di negara tropis seperti Indonesia. Salah satu cara untuk menciptakan suhu udara…
Artikel

Sekolah Bisnis Online dan Konsultan Feasibility Study: Meningkatkan Kualitas Bisnis di Era Digital

4 Mins read
Pendahuluan Di era digital yang terus berkembang, memulai dan mengelola bisnis bukan lagi hal yang sulit. Teknologi internet memberikan akses ke berbagai…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights