Membentuk pribadi muslim di tengah krisis identitas perspektif filsafat Khudi Muhammad Iqbal. Pada abad ke-20 di dunia Islam terdapat beberapa tokoh intelektual terkemuka salah satunya ialah Muhammad Iqbal. Gagasan dan pemikiran Iqbal memberikan banyak pengaruh dan hingga saat ini masih terus menjadi perbincangan di kalangan intelektual muslim khususnya.
Dalam pemikiran Muhammad Iqbal konsep khudi menjadi landasan dasar atas kontruksi pemikirannya. Konsep khudi atau ego atau self ini nampaknya masih relevan dan perlu dikaji lebih dalam kaitannya berbagai problematika dunia kontemporer yang tengah terjadi.
Khudi atau ego atau self dalam pemikiran Muhammad Iqbal ini tidak lahir dari ruang hampa, akan tetapi gagasan ini lahir dari sebuah realita. Konteks realita tersebut dapat dipahami pada masa Muhammad Iqbal dengan problematika agama Islam yang hingga saat ini masih terus berlanggeng.
Umat Islam dalam dinamika perjalanan waktu pernah berjaya pada masanya dengan peradaban yang begitu mapan dan hingga pada saatnya mengalami keruntuhan. Kemunduran umat Islam dapat ditandai dengan ketertinggalannya peradaban umat Islam di bandingkan bangsa-bangsa barat.
Menurut Muhammad Iqbal, kemunduran peradaban umat Islam ditambah dengan kolonialisasi bangsa barat yang begitu masif terhadap negeri-negeri umat Islam ini berdampak kepada penganut umat Islam, dengan hilangnya kepercaya diri dan identitas diri penganut umat Islam dalam komunitas dunia.
Keadaan ini menjadikan umat Islam kemudian mencari sebuah pelarian dan ketenangan kearah hal-hal yang bersifat transendental dan menghilangkan eksistensi diri dengan memiliki sifat yang condong berpasrah diri sepenuhnya atau fatalistik.
Situasi seperti yang Muhammad Iqbal tafsirkan diatas dengan hilangnya identitas atau eksistensi diri dalam dunia tidaklah jauh berbeda dengan masalah yang terjadi pada dunia dewasa ini.
Kontruksi dunia yang dianggap telah mencapi kemajuan yang digaungkan oleh banyak masyarakat dunia, ternyata terdapat banyak hal yang luput dan ketidakberesan. Globalisasi yang begitu masif didukung percepatan informasi melalui media sosial telah menciptakan dunia yang berbeda dengan sebelumnya.
Interaksi antara masyarakat dunia yang heterogen dengan keberagaman budaya dan informasi menjadi sebuah fenomena yang tengah dihadapi masyarakat dewasa ini. Dengan adanya keberagaman ini memicu munculnya hegemoni atau dominasi terhadap satu sama lain terjadi.
Dewasa ini, kebudayaan bangsa barat banyak masyrakat menilai telah mencapi kemajuan, karena hal tersebut kebudayaan bangsa-bangsa barat menjadi hal yang diprimadona oleh seluruh masyrakat dunia yang kemudian memunculkan sikap untuk meniru.
Dan bahkan dalam beberapa konteks hal tersebut tidak hanya berkaitan dengan kebudayaan barat, namun lebih dari itu. Masyarakat khususnya anak muda menjadi mengalir dalam algoritma dunia yang penuh hegemoni ini atau hanya ikut-ikut trend tanpa memikir yang luas dan mendalam.
Masyarakat -khususnya anak muda, sebagai bagian dari msayarakat yang menjadi banyak aktif pada dunia- di tengah keterbukaan ini menjadi semakin kehilangan akan identitas diri.
Nilai yang di ambil bukan lagi berdasarkan norma realitas tetapi lewat trend yang berkembang. Hal ini menjadikan masyarakat hidup lebih terasingkan dengan realita rill yang karena telah terhegemoni oleh dunia yang begitu terbuka.
Konsep Khudi
Khudi secara harfiah berarti ego (self) atau juga di artikan sebagai individualitas yang menjadi satu kesatuan yang nyata. Individualitas merupakan poros dari seluruh realita dan hidup sebagai “diri” adalah kehidupan yang sejati. Mengenai pentingnya khudi, Muhammad Iqbal menulis dalam bait matsnawi-nya yang terdapat dalam Asrar -i-khudi:
the self rises, kindles, falls, glows, breathets bruns, shines, walks, and flies the spaciousness of time is its arena heaven is a billow of the dust on itsroad from is rose -planting the world abounds in rose Night is born of its sleep, day springs drom its waking It divided its flame into spraks (Khudi bangkit menyalakan, jatuh, gemilang, dan bernafas, Membakar, menyinari, berjalan, dan lari memental, Luasan waktu gelanggangnya langit alunan abu di pertemuan jalannya Dari tetumbuhan mawar, dunia melimpah dalam mawar Malam menjelma jadi tidur, hari lahir oleh langit bangun Baginya nyala dan bara)
Syair Muhammad Iqbal diatas menjelaskan mengenai khudi yang dituntut oleh konsep tauhid dan pribadi muslim yang mengetahui akan nilai dan kejayaan diri pribadinya.
Dampak
Keadaan yang terjadi dalam dunia dewasa ini, problematika identitas telah menghambat masyarakat -terkhusus anak muda/mahasiswa- dalam perkembangan diri. Timbulnya rasa kebingungan dan ketidakpastian akan mengetahui diri sendiri menjadi hal yang menghambat masyarakat. Berkaitan dengan hal ini khudi Muhammad Iqbal dengan penekanan pada eksistensi diri kiranya dapat menjadi jalan keluar akan problematika saat ini.
Menurut Muhammad Iqbal, kehidupan atau realita itu absurd. Artinya dalam kehidupan makna lama tidak lagi menjadi relevan bagi kita, maka makna haruslah kita tafsirkan kembali dengan cara kita dan setiap individu harus menemukan makna hidup nya sendiri.
Bertolak dari realita yang ditafsirkan Iqbal, saat ini realita menjadi lebih absurd yang karena dipengaruhi oleh globalisasi melalui media sosial. Kebenaran dan kesalahan pada realita saat ini menjadi abu-abu, serta kebenaran dalam beberapa konteks lebih bersifat relatif. Keadaan interkasi yang begitu terbuka semakin mengharuskan sesorang dewasa ini untuk dapat menentukan kebenarannya sendiri.
Khudi Muhammad Iqbal dengan konsep untuk seseorang meng-ada-kan” eksistensi” diri dalam komunitas dunia menjadi semakin urgent untuk dapat dilakukan ditengah interaksi yang begitu masif. Dalam konteks ini eksistensi diri direkontruksi dalam pemaknaan yang berbeda.