Melihat jejak potret politik masa nabi. Tak bisa dipungkiri bahwa dunia Arab pada masa itu selalu menjadi arena persaingan politik antara dua kekuatan besar: Romawi dan Persia. Keduanya memengaruhi kehidupan politik di Arab.
Dengan demikian, bangsa Arab tidak memiliki pemerintahan pusat yang besar atau kekuatan dan kekuasaan secara mandiri. Kepala suku sering berperang dan menggunakan kekuatan besar (diadu domba) untuk menanamkan kekuasaan mereka masing-masing.
Meskipun, Islam bukan kelompok politik, ia telah memiliki konsekuensi politik. Rasulullah SAW mendapat perlawanan dari suku Quraisy setelah mendakwah secara terbuka. Mereka merintangi kegiatan dakwah nabi karena setidaknya tiga alasan.
Pertama dan terpenting, Nabi Muhammad SAW berasal dari keturunan Hasyim. Mengikuti seruan beliau menunjukkan pengakuan atas kekuasaan bani Hasyim. Meskipun tokoh lain sangat bersemangat untuk mengambil alih pemerintahan Quraisy.
Kedua, orang Quraisy merasa lebih tinggi dari orang Arab dan orang lain karena agama Islam mengajarkan bahwa semua orang memiliki hak yang sama. Ketiga, mereka tidak menghormati nenek moyangnya. Mereka mengikuti tradisi yang salah karena nenek moyangnya menyembah kehadiran berhala.
Syahdan. Selama kurang lebih tiga belas tahun, Nabi Muhammad menyeru penduduk Makkah, tetapi hanya segelintir orang yang beriman. Mereka membenci dan memfitnah Nabi dan orang-orang yang mengikutinya, melakukan boikot ekonomi, teror mental, dan merencanakan pembunuhan.
Selain itu, mereka bernegosiasi dan menawarkan harta, tahta, dan wanita untuk memaksanya untuk menghentikan predikatnya. Mereka juga berusaha untuk mencapai kesepakatan dengan Nabi saat beribadah. Oleh karena itu, sulit bagi kota Makkah untuk menjadi pusat kegiatan dakwah Islam pada saat itu. Ini adalah latar belakang dan alasan hijrahnya dari Makkah.
Tak berhenti di situ, beliau pernah mencoba hijrah ke Thaif, tetapi tidak berhasil karena penduduknya tidak mau menerimanya. Yatsrib adalah opsi tambahan, dan itu cocok untuk dijadikan pusat dakwah Islam. Tidak terjadi secara tiba-tiba bahwa Yatsrib menjadi pilihan yang bagus untuk keberlangsungan dakwah Islam. Ini adalah hasil strategis dari upaya dakwah Nabi di Makkah.
Pada musim haji, dia melakukan dakwah kepada kabilah Yatsrib yang datang. Pada tahun 621 M, 10 orang laki-laki dari Khazraj dan 2 orang Aus datang ke Nabi Aqabah dan masuk Islam. Setelah bertemu dengannya, mereka juga melakukan sumpah kesetiaan kepada Nabi. Baiah Aqabah Pertama adalah nama lain dari baiah ini.
Ketika rombongan kembali ke Yatsrib, Nabi menunjuk Mus’ab ibn Umar untuk menyertai mereka dan mengajarkan mereka Islam. Sejak saat itu, jumlah orang Islam di kota ini meningkat.
Serombongan haji sebanyak 73 orang, baik yang sudah beragama Islam maupun yang belum, datang pada musim haji tahun 622 M. Mus’ab ibn Umair mengikuti mereka. Mereka datang ke sini untuk mengajak Nabi untuk hijrah ke Yatsrib.
Pertemuan ini terjadi di tempat semula yang dikenal sebagai Aqabah. Pada Baiah Aqabah Kedua, mereka mengakui Nabi sebagai pemimpin mereka dan berjanji untuk menjaga keselamatan beliau dan pengikutnya.
Beberapa bulan kemudian, Nabi memerintahkan kaum Muslimin Makkah untuk hijrah ke Yatsrib, diikuti oleh beliau dan Abu Bakar. Dua orang itu tiba di kota pada 16 Rabiul Awal/20 September 622 M.
Kota Madinah didiami oleh berbagai suku Arab dan Yahudi yang berbagai agama dan keyakinan. Corak masyarakatnya yang heterogen ini menjadi lebih kompleks setelah sebagian penduduknya menganut agama Islam dan setelah Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Makkah bersama kaum Muslim lainnya.
Karena keadaan politik ini, ketika Nabi Muhammad SAW datang untuk melakukan pembaharuan, mereka tidak dapat menanggapinya. Ketika ada kabilah yang menentangnya, Nabi Muhammad SAW dengan mudah mendapat bantuan dari kabilah lain, yang kemudian menjadi musuh kabilah yang menentangnya.
Dengan demikian, keadaan ternyata berkontribusi pada pembentukan kekuatan politik yang mampu mempersekutukan Arab, yang sebelumnya bermusuhan antara kabilah-kabilahnya, menjadi satu kesatuan politik dan budaya Islam yang didirikan oleh Nabi Muhammad. Pada akhirnya, hal ini mempermudah hubungan budaya dengan negara-negara lain dan menyebar dengan cepat di seluruh dunia.
Perjanjian persahabatan dengan kaum Yahudi
Guna membuat perjanjian persahabatan dengan Nabi Muhammad SAW dan kaum Yahudi Yatsrib; perjanjian perdamaian ini memulai pembentukan kesatuan politik bagi masyarakat Islam yang baru dibentuk di Yatsrib. Ini adalah salah satu perjanjian politik yang berfokus pada kebijakan sebagai seorang politikus hebat.
Memang, Nabi Muhammad SAW bukan hanya Rasul semata-mata; dia juga sebanding dengan politikus, diplomat, dan panglima perang. Oleh karena itu, masyarakat Yatsrib, yang kemudian menjadi Madinah, mengakui eksistensi masyarakat Islam di bawah kepemimpinan Nabi.
Dalam Negara Islam, perjanjian ini disebut sebagai “Konstitusi Madinah”, atau “Manifesto Politik Pertama”, dan menetapkan dasar kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan militer bagi setiap orang yang tinggal di Madinah.
Setelah masyarakat Madinah menjadi kesatuan politik yang berdaulat, langkah selanjutnya adalah mengakui kedaulatan tersebut dari kabilah-kabilah di luar Madinah dan membuat konstitusi Madinah berlaku di seluruh wilayahnya.
Pada zaman Nabi Muhammad, Madinah berkembang ke seluruh Jazirah Arab. Pada akhir hayatnya, dia mulai melakukan upaya untuk meluas ke luar Jazirah Arab dengan mengirimkan surat dan ajakan untuk masuk Islam kepada raja dan penguasa di sekitar Jazirah Arab.
Banyak surat dan utusan yang dikirim Nabi pada tahun 7 H/628 M menunjukkan betapa luasnya penyebaran Islam oleh Nabi Muhammad SAW. Perjanjian Hudaibiyah dibuat oleh Nabi Muhammad SAW dengan suku Quraisy pada tahun keenam Hijriah. Dalam menguasai tanah kelahiran Nabi Muhammad SAW langkah politik ini merupakan pencapaian penting.
Karena rombongan Nabi tidak dapat melakukan umroh bersama 1400 pengikutnya dari Madinah, perjanjian ini ditandatangani di Hudaibiyah. Prosesnya sangat alot, tetapi pada akhirnya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan Suhail ibn Amr.
Sekitar 1.400 orang pergi ke Makkah bersama Nabi Muhammad SAW untuk Umrah. Namun, pasukan Quraisy menghalanginya selama perjalanannya. Seorang juru runding Quraisy bernama Urwah berusaha negosiasi dengan Nabi Muhammad SAW agar dia tidak melanjutkan misinya, karena pasukan Quraisy siap untuk menghadapi segala bahaya.
Namun demikian, mereka tidak mencapai kesepakatan sampai Nabi mengutus Utsman untuk melakukan negosiasi damai dengan Quraisy. Namun, berita tersebar bahwa Quraisy membunuh Utsman.
Setelah mendengar berita itu, Nabi meminta orang-orang Muslim untuk melakukan baiat kesetiaan, yaitu mengorbankan nyawanya untuk tujuan yang diyakininya. Setelah mendengar baiat ini, Quraisy merasa takut karena jumlah pengikut Nabi yang meningkat selama enam tahun di Madinah dan jumlah pengikut Quraisy yang berkurang. Karena itu, mereka mengutus delegasinya Suhalil bin Amr untuk menemui Nabi dan meminta perdamaian.
Nabi figur ksatria dan top leader
Nabi Muhammad SAW bukan hanya seorang Nabi dan Rasulullah, tetapi juga seorang pemimpin negara dan pemerintahan. Faktanya, beliau mendirikan negara bersama orang-orang pribumi (Anshar) dan pendatang (Muhajirin). Beliau membuat konstitusi tertulis, atau undang-undang dasar, untuk beberapa suku, termasuk Yahudi, dan memberi orang non-Muslim indeks.
Beliau membuat perjanjian dan musyawarah, mengirim dan menerima duta, dan mengklaim kebulatan tekad Aqabah. Karena dia tidak menganggap dirinya sebagai anak Tuhan, ini adalah negara yang jujur, tetapi tidak teokrasi.
Beliau adalah seorang hamba Allah SWT dan pesuruh-Nya yang menyampaikan risalah kenabian. Kehambaan beliau di seluruh dunia merupakan rahmat bagi seluruh alam. Nabi Muhammad SAW juga membentuk pasukan, melakukan operasi militer, dan berperang untuk mempertahankan eksistensinya dan dakwahnya.
Pada setiap peperangan, Nabi Muhammad SAW mengadakan musyawarah dengan orang-orang tentang kekuatan musuh, waktu keberangkatan musuh, dan rencana penyerangan dan penghadangan. Contohnya adalah perang Khandaq (Ahzab) pada bulan Syawal tahun 5 H.
Untuk menghadapi pasukan koalisi yang dipimpin oleh Abu Shufyan, yang terdiri dari 10.000 pasukan, dia mengajak musyawarah dengan para sahabatnya. Salah satu sahabatnya, Salman al-Farisi, mengusulkan agar pasukan kaum muslimin menggali parit yang besar untuk menghadapi musuh.
Pada masa lalu, orang Arab tidak mengetahui ilmu dan taktik perang ini. Setelah melihat dengan teliti, Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menggali parit; kemudian, dia juga terjun langsung untuk melakukannya.
Selama sepuluh tahun menjadi pemimpin negara di Madinah, Nabi Muhammad SAW telah memimpin dua puluh tujuh pertempuran dan membentuk enam puluh pasukan khusus untuk melakukan operasi militer.
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, masalah pertama yang dihadapi umat dan peradaban Islam adalah penggantinya sebagai pemimpin umat dan pemegang kekuasaan tertinggi. Beliau tidak memilih pengganti atau memberikan instruksi tentang cara penggantian mereka dilakukan di kalangan umat Islam.
Namun, pada dasarnya, beliau meninggalkan prinsip-prinsip pemecahan masalah melalui musyawarah, sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Syura ayat 38. Proses pemilihan al-khulafa al-rasyidun adalah contohnya. Sumber-sumber budaya dan peradaban Islam yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW digunakan oleh para khalifah setelah Nabi wafat untuk membangun peradaban baru.
Peristiwa penting yang dialami Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya menunjukkan perpolitikan masanya. Di antara peristiwa penting itu adalah Perjanjian Aqabah I dan II, persetujuan Piagam Madinah, pengiriman surat dan delegasi dengan berbagai misi, dan Perjanjian Hudaibiyah, yang melibatkan operasi militer dan perang. Nabi melakukan kedua perjanjian ini sebagai tindakan diplomatis untuk mencapai misinya secara damai, menunjukkan peradaban politik dalam bentuk diplomasi.
Bagi para pakar politik, Piagam Madinah dianggap sebagai undang-undang karena menciptakan sebuah masyarakat politik dengan pemimpin, warga, undang-undang, wilayah, dan kedaulatan. Keadilan, persamaan, musyawarah, dan ketaatan pada pimpinan adalah prinsip-prinsip negara yang terkandung dalam Piagam Madinah.
Berbicara tentang politik, tidak dapat disangkal bahwa peperangan adalah hal yang paling menarik. Akan tetapi, perang hanyalah sebagian kecil dari lingkup politik. Selain kekerasan dan pembunuhan, peristiwa perang yang terjadi pada masa Nabi menampilkan aspek penting lainnya. Dengan kata lain, gangguan yang mengancam keselamatan kaum Muslimin mendorong peperangan. Selain itu, dalam menghadapi perang, Nabi selalu mengajak para sahabatnya untuk berunding satu sama lain. Wallahu a’lam bisshawab.
Hi,
I just visited kuliahalislam.com and wondered if you’d ever thought about having an engaging video to explain what you do?
Our videos cost just $195 for a 30 second video ($239 for 60 seconds) and include a full script, voice-over and video.
I can show you some previous videos we’ve done if you want me to send some over. Let me know if you’re interested in seeing samples of our previous work.
Regards,
Joanna
Unsubscribe: https://removeme.live/unsubscribe.php?d=kuliahalislam.com