KULIAHALISLAM.COM – Pada periode modern (1800), raja- raja dan pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana cara agar meningkatkan mutu dan kekuatan Islam kembali karena pada abad itu merupakan awal kebangkitan dari umat Islam, disisi lain menurut mereka banyak hal yang menyebabkan umat Islam jatuh tertinggal dari bangsa barat.
Pada masa itu juga di barat telah muncul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman baru bagi Islam, dan salah satu penyebabnya kemunduran umat Islam adalah kaum wanita, khususnya di Mesir karena pada masa itu wanita tidak di beri pendidikan sekolah, dan wanita juga tidak diberi hak seperti kaum lelaki, dan untuk mengantisipasi penyebab itu emansipasi wanita adalah kuncinya.
Berbicarakan tentang emansipasi wanita, juga tak luput dari tokoh yang satu ini namanya Qasim Amin, ia adalah sosok pembaharu Islam yang memiliki perhatian lebih untuk membicarakan emansipasi wanita, Qasim Amin menyadari bahwa keterbelakangan dan kebodohan masyarakat Mesir pada saat itu disebabkan oleh keluarga sebagai unit terkecil dari pada masyarakat dan negara yang tangguhkan pembinaannya kepada wanita selaku ibu rumah tangga.
Ide-ide Pembaharuan Qasim Amin
Menurut Qasim Amin umat Islam mengalami kemunduran karena kaum wanita, karena separuh dari penduduk mesir yang terdiri dari kaum wanita tidak mendapatkan pendidikan yang layak, padahal pendidikan untuk kaum wanita bukan hanya digunakan untuk kepentingan rumah tangga saja tetapi juga bisa diberikan kepada anak-anak sebagai didikan dasar.
Pendidikan Wanita
Berbicara tentang wanita Qasim Amin menjelaskan bahwa wanita itu sama seperti pria, tidak ada perbedaan bila dilihat dari segi perasaan, pekerjaan, pemikiran, dan hak kemanusiaan, jikalau ada perbedaan antara keduanya itu hanyalah perbedaan jenis kelamin, munculnya pendidikan tentang pentingnya pengetahuan untuk wanita itu merupakan pandangan kaum Mesir bahwa wanita tidak perlu diberikan pendidikan yang spesifik karena tugasnya hanya sebagai ibu rumah tangga saja, karena itu wanita hanya di berikan keterampilan memasak dan menjahit saja, padahal pendidikan wanita merupakan sesuatu yang sangat penting dalam rangka memajukan suatu bangsa.
Wanita menurut Qasim Amin tidak mungkin dapat mengurus rumah tangga dengan baik jika tidak dibekali dengan ilmu pengetahuan, setidaknya harus mengetahui pengetahuan dasar yang diberikan pria, dengan mengetahui baca tulis wanita dapat memahami ilmu pengetahuan seperti; geografi, biologi dan ilmu pengetahuan alam, dan dari ilmu pengetahuan juga wanita akan lebih siap dengan akidah dan peradaban agama ini, maka intelektualis mereka sanggup melepaskan diri dari kubangan kufarat dan kebatilan yang telah menyerang kita selama ini, khususnya di Mesir.
Qasim Amin ingin membawa umat Islam ke arah kemajuan dengan jalan memberikan pendidikan untuk kaum wanita sebagai bagian dari anggota masyarakat yang terpisahkan, jika sebagian anggota masyarakat tidak diberikan pendidikan dengan baik, maka mereka tidak bisa berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan, dan ada kemungkinan mereka menjadi beban sosial.
Hijab
Cara berpakaian bagi kaum wanita yang menutup seluruh tubuh menurut Qasim Amin adalah adat istiadat yang menghambat kemajuan wanita. cara berpakaian seperti ini mereka namakan dengan hijab. ia berpendapat bahwa menutup muka bagi wanita tidak didasari oleh dalil agama, Alquran dan Hadis.
Dalam Alquran dan hadis tidak terdapat ajaran bahwa wajah wanita merupakan aurat dan karena itu tidak harus ditutup. Penutup wajah adalah kebiasaan yang kemudian dianggap ajaran Islam. Penutup wajah dan pemisahan wanita membawa kepada kedudukan yang rendah dan menghambat kebebasan dan pengembangan daya-daya mereka untuk mencapai kesempurnaan.
Bila di perhatikan ayat Alquran yang berkenaan dengan cara berpakaian wanita dalam surat Al Nur ayat 31: “Katakanlan kepada kaum wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya”. maka tidak terdapat keterangan bahwa wanita dalam berpakaian harus berhijab, masalah aurat wanita dan cara menutupnya belum ada batasan syar’i yang tegas.
Muncullah pernyataan, manakah bagian tubuh wanita yang menarik bagi lelaki itu? Maka ulama-ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan aurat itu adalah dua alat vital itu. Selainnya, bukan aurat. Karena itu ada yang berpendapat yang wajib menutup itu saja, tidak perlu ditutup seluruhnya.
Ketika Qasim Amin melontarkan gagasannya tentang hijab ini orang beranggapan bahwa ia menolak hijab, namun sebenarnya bukanlah itu yang diinginkannya. Ia selalu mempertahankan hijab dan memandangnya sebagai salah satu prinsip dasar etika yang harus dipegang. Hanya saja dia menginginkan hijab yang sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Menurutnya kita terlalu berlebih-lebihan dalam menetapkan hijab wanita.
Perkawinan
Dalam soal perkawinan ia menentang pilihan sepihak, yakni dari pihak pria saja. Menurutnya wanita harus diberi hak yang sama dengan pria dalam memilih jodoh. Maka karena itu, ia menuntut supaya istri diberi hak cerai. Meskipun poligami disebut dalam Alqur’an, ia berpendapat bahwa Islam pada hakikatnya mengajarkan monogami.
Menurutnya perbaikan martabat wanita tidaklah cukup melalui pendidikan saja, namun penting juga untuk penyempurnaan peraturan-peraturan yang berkenaan dengan masalah keluarga. Di antara penyempurnaan yang penting dibahas dalam masalah ini adalah masalah perkawinan, poligami, dan perceraian.
Islam memberikan hak-hak yang sama kepada laki-laki dan wanita dalam masalah perkawinan. Dalam syariat Islam tidak ada ajaran yang mengacu pada perendahan derajat kaum wanita, malah sebaliknya, sang suami diperintahkan untuk menumpahkan kasih sayangnya terhadap istri dan keluarganya. Untuk pembelaan hak wanita ini ia ajukan beberapa argumen, di antaranya: QS Al Nisa: 14, Al Baqarah: 228.
Baik pria maupu wanita memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk ikut ambil bagian dalam berbagai lapangan kehidupan, sementara ia melihat kaum wanita bangsanya terbelenggu kebodohan dan keterbelakang dan itulah yang membuat Qasim Amin semangat untuk memperjuangkan kebebasan wanita.
Penulis: Muchamad Rizki Syahroni (Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya)
Editor: Adis Setiawan