Sebagai kitab suci umat Islam, Al-Qur’an tidak hanya mengandung ajaran-ajaran hukum, tetapi juga petunjuk moral dan spiritual yang relevan bagi setiap zaman. Namun, memahami makna mendalam dari ayat-ayat Al-Qur’an memerlukan ilmu dan pendekatan yang tepat. Dua metode yang sering digunakan adalah tafsir dan takwil.
Tafsir memberikan penjelasan tekstual berdasarkan bahasa, sejarah dan konteks turunnya ayat, sementara takwil menggali makna simbolis atau filosofis yang sering kali melampui makna litelar. Di era modern, kedua pendektan ini tidak hanya relevan dalam kajian keagamaan, tetapi juga dalam menjawab tantangan sosial, budaya dan spiritual masyarakat kontemporer. Artikel ini akan mengulas makna tafsir dan takwil, perbedaaanya, serta bagaimana keduannya diaplikasikan dalam perspektif klasik dan modern.
Pengertian Tafsir dan Takwil
Tafsir secara bahasa adalah fassara, yufassiru, tafsiran yang artinya keterangan atau penjelasan kata tafsir berarti menerangkan sesuatu yang masik samar serta menangkap sesuatu yang tertutup. Akan tetapi pengertian tafsir, berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna al-idhah (menjelaskan), al hayyan (menerangkan), al kasyf (mengungkapkan), al-izhar (menampakkan) dan al-ibanah adalah (menjelaskan).
Secara, istilah tafsir menurut Az-Zarkasyi tafsir adalah mememhami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menenrangkan maknanya, mnerangkan hukumnya dan hikmah-hikmanya dan menurut Al-Maturidi mendefinisikan tafsir dengan penjelasan yang pasti dari maksud satu lafal dengan persaksian bahwa Allah bermaksud demikian dengan menggunakan dalil-dalil yang pasti melalui para periwat yang adil dan jujur.
Disimpulkan bahwa pada hakikatnya tafsir Al-Qur’an menjelaskan maksud ayat ayat Al-Qur’an yang sebagian besar masih dalam bentuk yang sangat global (umum) dalam memahami tafsir Al-Qur’an meliputi berbagai ilmu yang berkaitan dengan tafsir seperti: ilmu sharf, nahwu, ilmu I’rab, mufradat, ma’ani, bayan dan Sasaran mempelajari tafsir Al-Qur’an agar Al-Qur’an menjadi pedoman hidup dari Allah dapat benar-benar berfungsi sebagaimana Al-Qur’an diturunkan.
Takwil adalah Takwil, menurut asal katanya, berasal dari kata “Awwala”, yang memiliki arti kembali ke asal. Sebagian pendapat lain menyatakan bahwa takwil berasal dari kata “iyalah”, yang berarti mengatur. Dalam konteks ini, seorang penakwil dianggap sedang mengatur suatu pernyataan dan memberikan makna yang sesuai dengan maksud sebenarnya.
Secara bahasa, menurut Ibnu Manzur, kata takwil diartikan sebagai (الرجوع), yang bermakna kembali atau mengembalikan makna pada proporsi yang benar. Dengan kata lain, takwil berupaya untuk menafsirkan atau menjelaskan suatu pernyataan sehingga sesuai dengan maksud dan konteks aslinya.
Secara istilah Takwil menurut ulama salaf ada dua macam yaitu, “Menafsirkan perkataan dan menerangkan maknanya baik sesuai dengan zahirnya kalam atau tidak” dan “yaitu hakikat yang dimaksudkan dari dengan perkataan itu” dan takwil menuru ulama mutaakhirin ialah “takwil ialah memalingkan lafaz dari makna yang rajih kepada makna yang marjuh, karena ada suatu dalil yang menyertainya.
Perbedaan tafsir dan takwil
Tafsir dan takwil adalah dua istilah yang telah dikenal sejak awal islam hingga saat ini. Namun, istilah takwil sempat menjadi topik perdebatan sengit di kalangan ulama, terutama di antara generasi muta’akhkhirin. Ciri-ciri perbedaan tafsir Pemakaian banyak dalam lafal-lafal dan mufradat, jelas di terangkan dalam Al-Qur,an dan hadits, banyak berhubung dengan riwayat, Bersifat menerangkan makna yang ia kehendaki, digunakan dalam ayat-atat muhkam.
Ciri-ciri perbedaan takwil pemakaian yang lebih banyak digunakan untuk menyususn kalimat atau makna, hasil istimbath para ulama, banyak berhubungan dengan dirayat atau ra’yi, menerangkan hikmah-hikmah yang dikehendak, pemakaian untuk mengartikan dengan konteks modern.
Perspektif klasik
Penafsiran Al-Qur’an adalah cabang ilmu yang sangat penting dalam tradisi Islam. Pendekatan ulama klasik terhadap penafsiran Al-Qur’an telah memberikan landasan yang kuat untuk memahami ayat-ayat suci. Dalam proses ini, mereka menerapkan metode yang sistematis, berpegang pada sumber-sumber terpercaya, dan mempertimbangkan konteks sejarah serta sosial ketika ayat-ayat tersebut diturunkan. Ciri-ciri Pendekatan ulama klasik memiliki beberapa karakteristik utama yang membedakannya dari pendekatan lainnya:
- Mengutamakan Makna Literal dan Konteks Historis
Penafsiran mereka biasanya berfokus pada makna literal (zhahir) ayat-ayat Al-Qur’an, namun tetap memperhatikan konteks sejarah dan sosial saat wahyu diturunkan. Contohnya, mereka menganalisis situasi kehidupan masyarakat Arab pada masa Nabi untuk memahami maksud ayat dengan lebih mendalam.
- Berdasarkan Sumber-Sumber Terpercaya
Ulama klasik sangat mengutamakan sumber yang sahih, seperti Al-Qur’an, hadis Nabi Muhammad SAW, serta pandangan sahabat dan tabi’in. Mereka percaya bahwa penafsiran harus merujuk pada teks otentik dan tidak menyimpang dari makna yang telah ditentukan oleh wahyu maupun riwayat yang terpercaya. - Metode Tafsir Para ulama klasik mencakup dua metode utama:Tafsir bi al-Ma’tsur: Penafsiran yang didasarkan pada riwayat dari Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan tabi’in. Metode ini mengutamakan otoritas riwayat yang terpercaya dan Tafsir bi al-Ra’yi: Penafsiran yang memberikan ruang bagi pemikiran rasional dan logika untuk memahami teks Al-Qur’an, asalkan tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat.
Melalui pendekatan ini, ulama klasik berusaha menjelaskan makna ayat-ayat Al-Qur’an dengan memadukan sumber riwayat, keakuratan historis, dan ketajaman pemikiran. Metode mereka menjadi fondasi penting yang masih digunakan hingga sekarang untuk memahami pesan Al-Qur’an secara komprehensif dan relevan.
Namun, penafsiran klasik menghadapi tantangan karena perubahan sosial dan budaya. Penafsiran masa lalu perlu disesuaikan agar tetap relevan dengan konteks zaman sekarang. Contoh penafsiran klasik Ibn Majah Ibn Jarir al-Tabhari dengan kitab berjudul jami’ al-Bayan fi tak’wil Al-Qur’an
Perpektif modern
Penafsiran Al-Qur’an terus berkembang seiring dengan perubahan masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan. Ulama kontemporer memiliki peran penting dalam menjadikan pesan Al-Qur’an relevan dengan tantangan zaman modern. Mereka berusaha memahami teks suci ini dalam konteks sosial, budaya, dan realitas yang dihadapi umat Islam saat ini. Pendekatan mereka memiliki ciri khas yang menonjol, sebagaimana dijelaskan berikut ini:
- Penerapan Ilmu Pengetahuan Modern
Pendekatan ulama kontemporer sering melibatkan penggunaan ilmu pengetahuan modern, seperti sosiologi, psikologi, dan antropologi. Dengan mengintegrasikan ilmu-ilmu ini, mereka mampu memberikan penjelasan yang lebih mendalam dan komprehensif terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Misalnya, ilmu psikologi dapat membantu memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan kejiwaan manusia, sementara antropologi dapat digunakan untuk menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan adat dan budaya. - Konteks Sosial Masa Kini
Ulama kontemporer menekankan pentingnya memahami ayat-ayat Al-Qur’an dalam konteks sosial dan budaya yang sedang berlangsung. Mereka percaya bahwa Al-Qur’an tidak hanya berbicara kepada masyarakat pada masa Nabi, tetapi juga memberikan pedoman yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi kehidupan umat Islam di era modern. Dengan memahami konteks sosial yang terus berkembang, ulama kontemporer berusaha menjaga relevansi pesan-pesan Al-Qur’an. - Pendekatan Komprehensif
Banyak ulama kontemporer mengadopsi pendekatan komprehensif dengan menggabungkan berbagai disiplin ilmu untuk menafsirkan Al-Qur’an. Pendekatan ini memberikan perspektif yang lebih luas, memungkinkan mereka untuk menggali makna ayat secara lebih detail. Dengan memanfaatkan berbagai bidang ilmu, seperti teknologi, filsafat, dan ilmu lingkungan, ulama kontemporer dapat menjawab isu-isu kompleks yang dihadapi umat Islam saat ini, seperti perubahan iklim, etika teknologi, dan hubungan antar agama. - Metode tafsir kontemporer
- Tafsir feminisme adalah tafsir yang menjelaskan kesalingan antara keduanya seperti Qiraah Mubadalah yang menjelaskan tentang gender
- Tafsir kontekstual merupakan metode yang sering digunakan ulama kontemporer. Pendekatan ini memahami ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan konteks budaya, sosial dan historis seperti tafsir al-Misbah yang menjelaskan ayat-ayat Al-Quran dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat.
Melalui pendekatan yang kontekstual, ilmiah, dan multidisipliner, ulama kontemporer tidak hanya menjaga relevansi Al-Qur’an dalam kehidupan modern, tetapi juga memperluas pemahaman umat Islam terhadap teks suci ini sesuai dengan tantangan zaman. Meskipun memiliki banyak kelebihan, pendekatan ulama kontemporer menghadapi tantangan, terutama penolakan dari beberapa kelompok yang khawatir akan penafsiran yang menyimpang. Oleh karena itu, ulama kontemporer perlu menyampaikan pandangan mereka dengan argumen yang kuat dan berdasarkan sumber yang sahih
Kesimpulan
Tafsir menjelaskan makna literal Al-Qur’an berdasarkan bahasa dan sejarah, sementara takwil menggali makna simbolis menjadi lebih reflektif. Pendekatan klasik mengutamakan riwayat sahih dan konteks historis untuk menjaga keaslihan pemahaman Alquran, sedangkan pendaftaran modern menggunakan ilmu pengetahuan dan konteks sosial untuk menjawab tantangan zaman.
Kedua pendekatan ini saling melengkapi antara penafsiran metode klasik memberikan landasan keilmuwan yang otentik dan penafsiran modern memastikan Al-Qur’an tetap relevan sebagai pedoman hidup dalam berbagai situasi dan zaman.