Penulis: Iqbal Abdillah*
KULIAHALISLAM.COM – Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyoroti eksistensi manusia, kehampaan, dan pencarian makna hidup. Dalam filsafat Islam, pemahaman tentang Ketuhanan dan Allah memainkan peranan krusial dalam memberikan makna dan arah pada kehidupan manusia. Artikel ini akan menjelaskan hubungan antara Ketuhanan dan eksistensialisme dalam konteks filsafat Islam, menyoroti pandangan-pandangan yang memadukan eksistensialisme dengan pemahaman tentang Allah.
Dalam pemikiran Islam, Allah dipandang sebagai sumber hakiki makna dan tujuan hidup manusia. Konsep tauhid, keyakinan dalam keesaan Allah, membentuk dasar pemikiran ini. Eksistensialisme dalam Islam mengakui kehampaan dan keterbatasan eksistensi manusia, namun dalam konteks kehadiran Allah, manusia dipandu menuju pemahaman lebih dalam tentang eksistensi dan tujuan hidup mereka.
Mohammed Iqbal, seorang pemikir Muslim, mengembangkan konsep “khudi” yang menekankan pentingnya pemahaman diri, eksistensi individual, dan hubungan dengan Tuhan. Konsep ini mencerminkan pemikiran eksistensialis dan menekankan pentingnya menghadirkan Allah dalam eksistensi manusia.
Soren Kierkegaard, seorang filsuf Kristen, memberikan sumbangan terhadap pemikiran eksistensialisme dalam filsafat. Dia menggali konsep eksistensi individual dan kebebasan manusia dalam konteks iman dan hubungan dengan Tuhan.
Kierkegaard mengkritik pemikiran rasionalisme dan mempromosikan pentingnya pengalaman subjektif dan keberadaan individual dalam mencapai kebenaran dan makna hidup. Ia menekankan pentingnya menghadapi kehampaan dan kecemasan eksistensi manusia, serta tantangan dan pertentangan yang dihadapi dalam perjalanan menuju kebebasan.
Bagi Kierkegaard, kebenaran dan iman tidak bisa dicapai semata-mata melalui penalaran rasional, tetapi melalui penyerahan diri penuh kepada keberadaan dan kehendak Allah. Ia mengajukan konsep “springs of action” atau dorongan-dorongan tindakan yang datang dari dalam diri individu, yang berakar pada kesadaran akan kehadiran Allah.
Dalam konteks Islam, pandangan Kierkegaard dapat diterapkan dengan memahami kehadiran Allah sebagai sumber tujuan dan arah hidup. Konsep iman dan hubungan pribadi dengan Allah menjadi kunci dalam mengatasi kehampaan eksistensial dan mencapai makna hidup yang mendalam.
Kierkegaard juga menyoroti pentingnya pengadilan diri dan keraguan dalam mengembangkan iman yang autentik. Hal ini paralel dengan pemahaman Islam tentang ujian dan tantangan dalam perjalanan spiritual, di mana keraguan dan introspeksi dapat membantu individu dalam memperkuat hubungan dengan Allah.
Sumbangan Kierkegaard mengungkapkan kesamaan konsep eksistensialisme dalam Islam, yaitu pemahaman tentang eksistensi individu, kebebasan, dan hubungan yang intens dengan Ketuhanan dalam mencapai makna hidup yang autentik dan berkualitas.
Dengan menggabungkan pemikiran Kierkegaard dengan pemahaman Islam tentang Allah dan eksistensi, hubungan antara Ketuhanan dan eksistensialisme dalam konteks filsafat Islam semakin jelas: orang dapat mencapai makna hidup melalui kehadiran Allah, dengan memperkuat hubungan personal dengan-Nya dan menjalani perjalanan eksistensial yang autentik.
Dalam konteks eksistensialisme Islam, individu mencapai makna hidup melalui kesadaran yang mendalam akan kehadiran Allah dalam kehidupan mereka. Kesadaran ini melibatkan pengenalan akan eksistensi diri mereka sendiri sebagai makhluk Allah yang unik.
Melalui hubungan pribadi dengan Allah, individu dapat menemukan arah, tujuan, dan makna dalam hidup mereka. Mereka menyadari bahwa Allah adalah sumber segala kehidupan dan keberadaan, dan kehadiran-Nya memberikan landasan ontologis bagi kehidupan manusia.
Hubungan ini memberikan solusi atas pertanyaan-pertanyaan eksistensial, seperti “Mengapa saya ada di dunia ini? Apa tujuan hidup saya? Bagaimana mencapai kepuasan dan makna dalam hidup?”. Individu menyadari bahwa mereka bukan hanya sekadar makhluk yang hidup secara materi dan fisik, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang mendalam.
Melalui kesadaran akan kehadiran Allah, individu dapat menemukan potensi batiniah dan spiritual mereka yang terhubung dengan kebenaran mutlak, keadilan, kasih sayang, dan belas kasihan Allah. Ini memberikan arah dan tujuan dalam menghadapi eksistensialisme manusia, termasuk kehampaan, kecemasan, dan keterbatasan yang melekat pada kehidupan ini.
Dalam mencapai makna hidup, individu dalam eksistensialisme Islam dihadapkan pada tanggung jawab pribadi dan keterlibatan aktif dalam mengejar kebenaran, keadilan, dan ketaqwaan kepada Allah. Melalui amal perbuatan baik, refleksi spiritual, dan upaya untuk mencapai kedekatan dengan-Nya, individu dapat mengalami kepuasan yang mendalam dan makna yang dalam dalam hidup mereka.
Dalam rangka mencapai makna hidup dalam kehadiran Allah, individu juga perlu memahami dan menghayati ajaran dan prinsip-prinsip Islam, seperti beribadah, bersedekah, saling tolong menolong, dan menjalankan tugas-tugas mereka dengan integritas dan kejujuran. Semua ini merupakan jalan untuk mencapai hubungan yang erat dengan Allah dan menemukan makna hidup yang autentik dalam konteks eksistensialisme Islam.
Hubungan antara ketuhanan dan eksistensialisme dalam konteks filsafat Islam memungkinkan penemuan makna hidup melalui kehadiran Allah. Pemikiran eksistensialisme mengakui kehampaan dan keterbatasan yang melekat pada eksistensi manusia, sementara pemahaman Islam tentang Allah memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan hidup dan memberikan jawaban atas pertanyaan eksistensial.
Melalui kesadaran akan kehadiran Allah, individu dapat menemukan makna yang mendalam dan mengatasi kehampaan hidup mereka. Hal ini memperkuat keterkaitan antara eksistensialisme dan spiritualitas, yang menjelaskan pentingnya hubungan pribadi dengan Tuhan dalam pencarian makna hidup yang autentik.
Pemahaman bahwa eksistensialisme, dengan penekanan pada kebebasan individu, ketidakpastian, dan tanggung jawab diri sendiri, dapat mengintegrasikan dengan pemahaman Islam tentang pencarian makna hidup melalui hubungan pribadi dengan Allah. Konsep-konsep seperti keberanian, iman, keraguan, dan pengadilan diri menjadi penting dalam mencapai kebenaran dan kebebasan yang autentik dalam Islam.
Dalam konteks ini, eksistensialisme dapat dilihat sebagai alat atau pendekatan yang digunakan individu untuk memperdalam hubungan spiritual mereka dengan Allah dan untuk menjalani kehidupan yang memiliki makna dan kepuasan jiwa. Penggabungan pemikiran eksistensialisme dengan pemahaman Islam dapat membantu individu mengatasi kehampaan eksistensi dan menemukan tujuan hidup yang bermakna melalui pengalaman pribadi dan iman yang dalam.
*) Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis di UIN Sunan Ampel Surabaya.
Editor: Adis Setiawan