Opini

Kesalehan Digital: Antara Gengsi dan Aksi

2 Mins read

Beberapa tahun terakhir, kita hidup di zaman di mana tanda-tanda kesalehan tidak hanya hadir di masjid, majelis taklim, atau mushala. Ia juga hadir di layar ponsel, di antara deretan unggahan Instagram, status WhatsApp, hingga video pendek di TikTok. Unggahan ayat Al-Qur’an, potongan ceramah, foto berbusana muslimah, atau cuplikan momen pengajian semuanya kini menjadi bagian dari lanskap baru yang disebut kesalehan digital.

Fenomena ini tidak muncul begitu saja. DataReportal 2024 mencatat lebih dari 170 juta warga Indonesia aktif di media sosial, dan sebagian besar pernah membagikan konten keagamaan. Media sosial membuka peluang dakwah yang luas, namun juga membawa tantangan baru: apakah kesalehan digital ini benar-benar menguatkan iman dan amal, ataukah sekadar menjadi panggung untuk menunjukkan citra religius?

Simbol dan Substansi

Kesalehan digital pada dasarnya netral. Ia bisa menjadi ladang dakwah yang subur jika digunakan dengan bijak. Namun, ia juga bisa terjebak dalam simbolisme lebih sibuk membangun citra ketimbang mewujudkan aksi nyata.

Sosiolog Zygmunt Bauman menyebut masyarakat modern sebagai society of performance: masyarakat yang sibuk tampil. Dalam konteks keagamaan, ini berarti ada kemungkinan seseorang rajin mengunggah kutipan hadis, tapi tidak hadir ketika tetangganya sakit. Atau gemar membagikan tautan donasi, namun tidak ikut menyumbang meski sedikit.

Padahal, Al-Qur’an mengingatkan bahwa kebajikan bukan hanya soal penampilan luar. QS. Al-Baqarah:177 menegaskan bahwa kebajikan adalah iman, kepedulian sosial, dan konsistensi amal. Nabi Muhammad SAW pun bersabda: “Amal yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan secara terus-menerus, meskipun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tantangan di Era Layar

Ada beberapa tantangan yang perlu diwaspadai dalam kesalehan digital:

  1. Riya – Amal yang diniatkan untuk dilihat manusia, bukan untuk Allah, akan kehilangan nilainya.
  2. Konten tanpa pemahaman – Membagikan ayat atau hadis tanpa tahu konteksnya bisa memicu kesalahpahaman.
  3. Ketidakkonsistenan perilaku – Tampak religius di media sosial, namun perilaku sehari-hari bertolak belakang.
  4. Ujaran kebencian – Menggunakan label agama untuk menyerang pihak lain, bertentangan dengan akhlak Islam.
Baca...  Triple Planetary Crisis Tantangan Perubahan Iklim Polusi dan Hilangnya Keanekaragaman Hayati

Kesalehan Digital yang Bernilai

Agar kesalehan digital memberi manfaat, ada beberapa prinsip yang perlu dipegang:

  • Ikhlas: setiap konten atau unggahan diniatkan untuk mencari ridha Allah, bukan pujian.
  • Adab: menjaga tutur kata, gambar, dan pesan agar selaras dengan nilai Islam.
  • Konsistensi: perilaku daring harus sama dengan perilaku di dunia nyata.
  • Manfaat nyata: konten yang dibagikan memberi pengetahuan, inspirasi, atau solusi.

Banyak contoh positif di sekitar kita. Misalnya, komunitas muda yang memanfaatkan Instagram untuk kampanye literasi zakat, atau pesantren yang mengajar kitab kuning melalui YouTube. Inilah contoh kesalehan digital yang menyatu dengan aksi nyata.

Perspektif Islam Nusantara

Dalam tradisi Nahdlatul Ulama, dakwah dijalankan dengan hikmah, kelembutan, dan menghargai perbedaan. Prinsip tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), dan tawazun (seimbang) dapat menjadi pedoman dalam aktivitas digital. Dunia maya memang luas, tapi adab dan akhlak tetap menjadi batasnya.

Penutup

Kesalehan digital adalah cermin zaman kita. Ia bisa menjadi sarana menyebarkan kebaikan yang luas, atau jebakan pencitraan yang semu. Kuncinya ada pada niat dan konsistensi. Sebelum menekan tombol post, tanyakan pada diri sendiri:

“Apakah ini membuatku terlihat baik, atau membuatku menjadi orang baik?”

Jika setiap Muslim mampu memadukan kesalehan digital dengan aksi nyata, dunia maya dan dunia nyata akan sama-sama menjadi ladang amal yang subur.

1 posts

About author
Penulis
Articles
Related posts
BeritaOpini

Antara Moralitas Generasi Muda, Lapangan Sepak Bola dan Slogan Sambas Berkah Berkemajuan

2 Mins read
Perubahan zaman menjadi satu tantangan berat bagi generasi muda, Judol, Narkoba, Tawuran merupakan peristiwa lumrah di kota besar yang mulai menjangkit ke…
EsaiFilsafatOpini

Sengkarut Hedonisme, Akar dari Kriminalitas?

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM- Hedonisme, secara etimologi berasal dari kata Yunani “hedone” yang berarti kesenangan. Menurut Epicurus (yang menjadi sumber pencerahan Karl Marx dan John…
EsaiKeislamanOpini

Kesalehan Digital, Sebuah Keniscayaan Zaman

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM-Kita mungkin mulai familiar dengan fenomena kesalehan digital yang semakin membumi. Istilah kesalehan digital merujuk pada kemampuan individu untuk menggunakan teknologi digital…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Berita

Ribuan Jamaah Ikuti Kajian Rumah Tangga Islami Ustadz Salim A. Fillah di Masjid Asy Syifa RSM Lamongan

Verified by MonsterInsights