Penulis: M Ircham Hidayatulloh
Bukan tanpa sebab kota Yogyakarta itu disebut dengan kota pelajar/mahasiswa dikarenakan di Yogyakarta kota dengan sekolah dan kampus terbanyak di Indonesia. Hal itu munculah ide-ide berbisnis dengan salah satu bisnis yang marak yaitu indekos.
Pelajar yang dari luar kota/pulau mencari indekos untuk tempat tinggal di kota tersebut selama masa belajar, orang-orang dengan latar belakang yang berbeda-beda baik itu suku, ras, bahasa, dan agama.
Banyaknya indekos di Yogyakarta yang berembel-embel indekos muslim hal ini menjadi perhatian karena di kota Yogyakarta bukan hanya memliki satu kelompok saja, tapi mempunyai banyak kelompok, biasa disebut pluralisme.
Dari banyak nya indekos muslim di Yogyakarta banyak yang mengeluhkan berbedanya agama terutama dari non muslim yang kesulitan mencari indekos karena terhalang oleh agama.
Kebebasan beragama dan keyakinan sebagai hak asasi manusia yang mendasar. Biasa disebut dengan toleransi umat beragama, hal tersebut masih terdapat kasus-kasus tentang perbedaan agama yang memicu ketegangan dalam masyarakat, yang merupakan daerah mereka itu banyak agama lain yang tinggal disekitarnya.
Seperti halnya kasus yang ada di Yogyakarta pada tahun 2022 dimana terdapat kasus non-Muslim yang tidak mempunyai kebebasan dalam beragama, karena pada saat itu dia ingin mencari tempat tinggal indekos tetapi tidak di izinkan untuk menempati salah satu tempat tinggal, dengan alasan tidak beragama Islam.
Tempat tinggal tersebut hanya boleh dihuni oleh orang muslim, kasus tersebut mengandung unsur rasisme, hal itu tidak menerapkan sikap toleransi umat beragama sesuai hak asasi manusia. Pada kasus ini ada beberapa orang yang pernah menghadapi situasi seperti ini merasa bahwa kebebasan beragama mereka dibatasi.
Dengan awal permasalahan pemilik tempat tinggal menentukan ”kos muslim” menjadi sebuah pertanyaaan besar dalam beberapa orang, apa yang di anggap sebenarnya muslim oleh para pemilik tempat tinggal yang selama ini banyak ditemui di Yogyakarta.
Kasus tersebut secara tidak langsung menimbulkan dinding tak kasat mata untuk menciptakan kawasan khusus bagi kelompok tertentu disuatu perumahan, sehingga menolak kelompok lain untuk tinggal di kawasan tersebut.
Pada konteks ini, maraknya bisnis indekos di Yogyakarta mungkin telah menciptakan ketegangan antara pemilik dan penyewa, termasuk non muslim yang mungkin merasa terdiskriminasi dalam praktik penyewaan properti.
Alasan dari kasus tersebut beberapa pemilik indekos berasumsi bahwa keamanan dan kenyamanan akan lebih terjamin jika penghuninya beragama Islam, dan mereka berpendapat agar indekos muslim dapat mencegah pergaulan bebas. (Agustina, 2022)
Pendapat penulis tentang kasus ini sungguh sangat disayangkan dengan adanya indekos khusus muslim, dikarenakan kita menjunjung tinggi rasa toleransi antar umat beragama, bagaimana nasib saudara kita/nonis yang mau menempuh pendidikan dengan menjadi anak rantau di Yogyakarta, kesulitan untuk mencari tempat tinggal akibat alasan dari beberapa pemilik indekos.
Sebaiknya dalam menangani kasus ini ada musyawarah/pembicaraan lebih lanjut untuk meluruskan alasan yang diberikan oleh pemilik indekos. Agar lebih mudah para pelajar yang non-muslim untuk mencari tempat tinggal di Yogyakarta, sebaiknya sebagai umat Islam yang ada di Indonesia. Kita sebagai umat Islam sendiri harus menghargai dan menjunjung tinggi sikap toleransi antar beragama.
Hal itu tidak bisa dibenarkan, karena negara Indonesia sudah menerapkan sikap toleransi kepada setiap rakyat, untuk saling menghargai dengan agama lain. Langkah yang pertama dari kasus diatas adalah melakukan dialog antara pihak yang terlibat dalam konflik.
Pendekatan ini memungkinkan setiap pihak untuk menyampaikan rasa khawatir mereka dan mencari solusi bersama yang dapat diterima oleh semua pihak.
Untuk mengambil pendekatan konflik seperti ini, baiknya ambil pendekatan holistik dan berkelanjutan, tidak hanya mencari solusi jangka pendek, tetapi juga berupaya untuk menciptakan perubahan struktural yang lebih dalam.
Hal ini bisa saja melibatkan pembentukan lembaga pemantauan independen yang dapat memantau pelanggaran hak asasi manusia dan memberikan bantuan terhadap korban.
Dengan menggunakan teori Martin van Bruinessen, pendekatan terhadap kasus pluralisme akan menekankan pada pemahaman tentang Islam lokal, dinamika sosial budaya, dan faktor-faktor historis yang mempengaruhi persepsi dan praktik keagamaan di Yogyakarta.
Van Bruinessen menekankan betapa pentingnya memahami Islam dalam konteks lokal dan mengakui berbagai tradisi keagamaan yang ada di Indonesia.
Pendekatan yang didasarkan pada teori Martin van Bruinessen akan sangat penting untuk memahami bagaimana keputusan bisnis tercermin dari dinamika sosial, budaya, dan agama di masyarakat setempat.
Van Bruinessen akan melihat bagaimana tekanan ekonomi, identitas keagamaan, dan politik lokal memengaruhi munculnya bisnis kos khusus muslim di Yogyakarta.
Selain itu, metode ini akan menunjukkan betapa pentingnya berbicara antara agama dan membangun inklusivitas untuk memastikan bahwa kebebasan beragama setiap orang dihargai.
Pemahaman Van Bruinessen tentang bagaimana pluralisme agama dapat diaktualisasikan dalam konteks lokal seperti Yogyakarta, dengan memperhitungkan keragaman budaya dan agama yang ada di Indonesia.
Memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat tentang hak-hak mereka dalam agama dan kebebasan beragama sesuai prinsip dalam islam. Hal ini akan membantu masyarakat untuk memahami bahwa diskriminasi berdasarkan agama adalah pelanggaran terhadap nilai-nilai Islam.
Dalam penguatan institusi untuk bertanggung jawab atas penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia. Mengajak semua pihak untuk melakukan komitmen terhadap perdamaian, dan membuat kesepakatan dengan damai tanpa ada peperangan dalam kasus tersebut.
Salah satu ayat Alqur’an yang relevan dengan kasus diskriminasi diatas yaitu QS. Al-Hujurat (49:13) “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Ayat tersebut menegaskan pentingnya perdamaian, keadilan dan toleransi dalam hubungan setiap agama, dan juga ayat tersebut menekankan bahwa agama tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk memaksa atau mendiskriminasi orang lain.