Sebagai mahasiswa yang mengingat masa SMA penuh tantangan, seperti tekanan tugas pelajaran dan godaan perilaku buruk, sambil mengangkat viralnya kasus Indra Lutfiana Putra di SMAN 1 Cimarga. Bayangkan zaman dulu, ada siswa SMA yang sering tergoda rokok di belakang sekolah, tapi untungnya ada guru yang tegas. Sekarang, mendengar Indra Lutfiana Putra, siswa 17 tahun dari SMAN 1 Cimarga, tindakannya yang melanggar peraturan karena merokok dilingkungan sekolah, Indra di tegur oleh Kepala sekolahnya, indra sempat berbohong dan mengakatan dia tidak merokok padahal sudah jelas-jelas dia merokok.
Atas pelanggaran tersebut kemudian Kepala Sekolah memberikan tamparan dikarenakan selain dia merokok dilingkungan sekolah, dia pun berbohong karena tidak mengakui kesalahannya itu. Tamparan yang diberikan kepala sekolah adalah tindakan spontanitas agar Indra jera terhadap pelanggaran yang dia lakukan.
Ini bukan cuma skandal lokal, tapi cermin krisis disiplin di pendidikan Indonesia. “Sebagai mahasiswa yang sedang mengejar gelar, saya merasa prihatin karena kasus ini bisa saja terjadi pada teman-teman yang lain, dan keputusan Gubernur Banten yang menonaktifkan kepala sekolah Ibu Dini Fatria terasa seperti pukulan telak bagi para pendidik yang berjuang.”
Indra melanggar Permendikbud No. 64/2015. Sesuai aturan yang berlaku bahwa dilarang keras Merokok dilingkungan sekolah baik untuk Guru maupun Siswa. Indra berbohong saat ditegur lalu mendapat tamparan spontan dari kepala sekolah sebagai bentuk disiplin (bukan kekerasan fisik sesuai yang didefinisikan Kemendikbud), namun Gubernur Banten Andra Soni menonaktifkan kepala sekolah, sehingga memicu kemarahan publik.
Dari sudut pandang saya sebagai mahasiswa, ini bukan hanya tentang satu siswa saja, tetapi tentang bagaimana sistem pendidikan gagal mencegah pelanggaran, dan keputusan gubernur yang terlalu cepat bisa saja mendorong siswa lain berani melanggar aturan.
Sebagai mahasiswa yang pernah melalui fase remaja penuh gejolak, saya yakin kasus Indra adalah momentum untuk memperkuat disiplin di sekolah, bukan malah membela pelanggaran. Keputusan gubernur sangat disayangkan karena membiarkan siswa seperti Indra merasa ‘dibela’, sementara kepala sekolah yang bertindak spontan untuk mendisiplinkan justru malah dihukum. Kita disini perlu dukung tuntutan rakyat diantaranya yaitu:
Berhentikan/keluarkan siswa yang bernama Indra Lutfiana Putra dari SMAN 1 Cimarga, cari oknum yang memprovokasi siswa untuk mogok sekolah dan beri sanksi tegas, cari oknum yang memfitnah kepala sekolah melakukan korupsi tanpa adanya bukti, aktifkan kembali status kepala sekolah kepada Ibu Dini Fatria, Perketat aturan sekolah demi kedisiplinan siswa, yang tidak mau mengikuti peraturan silahkan cari sekolah yang tidak ada aturannya.
Merokok di sekolah adalah pelanggaran serius sesuai aturan Permendikbud No. 64/2015, yang bertujuan untuk melindungi kesehatan siswa dan lingkungan belajar. Berbohong kepada kepala sekolah memperburuk pelanggaran Indra, menunjukkan kurangnya integritas dan rasa tanggung jawab dirinya. Dari sudut pandang saya sebagai mahasiswa, ini bukan sekadar kenakalan remaja, tapi indikasi bahwa siswa seperti Indra perlu pendidikan moral lebih intensif di sekolah.
Tamparan spontan dari kepala sekolah adalah respons disiplin, bukan tindak kekerasan fisik (sesuai definisi Kemendikbud yang mencakup tawuran, penganiayaan, dll.), dan saya sebagai mahasiswa berpendapat ini efektif untuk membuat siswa jera tanpa niat buruk.
Keputusan Gubernur yang menonaktifkan kepala sekolah terlalu cepat dan membela siswa pelanggar, yang bisa mendorong tren negatif di sekolah lain. Saya mahasiswa melihat ini sebagai sinyal bahwa pelanggaran dianggap enteng, sehingga siswa seperti Indra merasa aman melanggar lagi.
Tuntutan publik untuk keluarkan Indra dari SMAN 1 Cimarga adalah langkah wajar, saya mendukung ini karena siswa yang tidak patuh aturan bisa mencari sekolah lain, supaya menjaga mutu pendidikan nasional.
Sekolah seperti SMAN 1 Cimarga perlu pengawasan yang ketat, saya sebagai mahasiswa menyoroti kurangnya program edukasi anti rokok di lingkungan sekolah, seperti seminar kesehatan atau patroli rutin, yang memungkinkan insiden Indra terjadi lagi.
Mogok sekolah yang diprovokasi oleh oknum (seperti yang disebutkan dalam tuntutan) menunjukkan kegagalan pengelolaan siswa saat ini, saya sebagai mahasiswa berpendapat provokator harus dicari dan diberi sanksi tegas untuk mencegah anarki di sekolah.
Fitnah terhadap kepala sekolah (tuduhan korupsi tanpa bukti) adalah serangan yang tidak adil. Saya mahasiswa melihat ini sebagai bagian dari kampanye negatif yang merusak reputasi dari pendidik, dan tuntutan untuk aktifkan kembali Ibu Dini Fatria adalah dukungan yang tepat.
Keputusan Gubernur Banten sangat disayangkan karena tidak mempertimbangkan konteks disiplin, saya mahasiswa mengkritik ini sebagai campur tangan politik yang bisa menurunkan otoritas sekolah, dan mendesak pemerintah untuk lebih mendukung kepala sekolah yang bertindak tegas. Reformasi pendidikan diperlukan saat ini, seperti perketat aturan sekolah (siswa yang tidak mau patuh cari sekolah tanpa aturan)
Kasus Indra ini berkontribusi pada penurunan disiplin nasional, dengan risiko siswa lain dapat meniru perilaku merokok dan berbohong, juga dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik generasi muda. mengutip data dari WHO tentang rokok di kalangan remaja yang bisa meningkatkan risiko kanker dan kecanduan. Dari kasus ini dapat memicu tren negatif untuk yang lain, seperti mogok sekolah atau fitnah, yang bisa saja merusak citra pendidikan di Indonesia. Sebagai mahasiswa saya berpendapat bahwa tanpa tindakan tegas, generasi seperti Indra akan gagal berkontribusi pada pembangunan negara.
Saya sebagai mahasiswa melihat kasus ini mendapat panggilan untuk memberi kampanye nasional anti-rokok di sekolah. Untuk memicu diskusi tentang integrasi kesehatan mental siswa disekolah, agar siswa seperti Indra tidak jatuh ke perilaku buruk karena tekanan. Banyak mahasiswa sering mengajak mahasiswa lain untuk tekan pemerintah agar lebih serius dalam pencegahan, seperti larangan rokok ketat di sekolah, untuk ciptakan masyarakat yang lebih sehat.
Kegagalan sistem pendidikan dan keputusan gubernur yang terlalu cepat bisa mempengaruhi jangka panjang seperti penurunan mutu pendidikan dan kesehatan para generasi muda. Dari sudut pandang saya sebagai mahasiswa, kasus ini adalah peluang untuk perbaikan, bukan malah pembenaran pelanggaran.
Mari sebagai mahasiswa, suara kita dapat mentanda tangani petisi untuk berhentikan/keluarkan siswa yang bernama Indra Lutfiana Putra dari SMAN 1 CIMARGA, cari oknum yang memprovokasi siswa untuk mogok sekolah dan beri sanksi tegas, cari oknum yang memfitnah kepala sekolah melakukan koprupsi tanpa adanya bukti, aktifkan kembali status kepala sekolah kepada Ibu Dini Fatria, perketat aturan sekolah demi kedisiplinan siswa, yang tidak mau mengikuti peraturan silahkan cari sekolah yang tidak ada aturannya. Jangan hanya diam, karena masa depan pendidikan kita dipertaruhkan!
Sebagai mahasiswa, kita adalah penerus bangsa yang bisa ubah narasi dari kegagalan menjadi kemenangan. Dengan mendukung kedisiplinan dari tuntutan ini, kita tidak hanya melindungi siswa seperti Indra dari diri mereka sendiri, tetapi juga membangun fondasi pendidikan yang kuat untuk generasi mendatang. Jika kita tidak bertindak sekarang, siapa lagi? Mari jadikan kasus ini titik balik menuju Indonesia yang lebih disiplin dan sehat.

