Esai

Jejak Sejarah dan Filosofi di Balik Tari Gandrung Banyuwangi

3 Mins read

Berbicara mengenai Banyuwangi, adalah Kabupaten yang terletak di ujung paling timur pulau Jawa di Indonesia, tepatnya di kawasan Tapal Kuda, yang berbatasan dengan Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso di sebelah utara, Selat Bali dan Provinsi Bali di sebelah timur, Samudra Hindia di sebelah selatan, serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di sebelah barat.

Kabupaten Banyuwangi sendiri adalah Kabupaten terluas di Jawa Timur, selain itu Kabupaten Banyuwangi adalah Kabupaten yang masih khas dan kental mengenai Tradisinya, yaitu Tarian Gandrung, yang menjadi identitas kuat masyarakat Banyuwangi, khususnya Suku Osing.

Kesenian ini merupakan kesenian Banyuwangi yang sudah terkenal sejak  jaman  keraton  Blambangan, dan biasanya tarian ini digunakan dan ditampilkan dalam acara – acara resmi keraton atau menyambut tamu tamu yang penting.

Pada awalnya, Tarian Gandrung muncul sebagai bentuk rasa Syukur Masyarakat Banyuwangi setelah panen raya, Tradisi ini mulai dari zaman Kerajaan Blambangan, Kerajaan Hindu terakhir di Jawa, yang terkenal dengan kekuatan spiritual dan seni budayanya. Pada masa penjajahan Belanda, seni gandrung sering kali dipresentasikan untuk menghibur para pejabat dan pegawai Belanda. Mereka biasanya menikmati pertunjukan tersebut sambil meneguk     minuman beralkohol. Kebiasaanini, sayangnya, berdampak negatif dan merusak citra seni gandrung dalam pandangan masyarakat.

Namun, pada masa pemerintahan Bupati Djoko Supaat Slamet, dari tahun 1966 hingga 1978, seni gandrung mendapatkan perhatian yang serius. Beliau menghargai pelestari seni di Banyuwangi, terutama almarhum Semi dan keluarganya, yang menjadi tonggak lahirnya gandrung perempuan yang diterima oleh masyarakat luas.

Pada periode ini, usaha untuk memperbaiki citra gandrung yang buruk di mata publik mulai dilakukan. Di era Bupati Turyono Purnomo Sidik, kondisi seni gandrung tidak banyak berubah. Gandrung masih sulit mendapatkan tempat di hati masyarakat, khususnya di kalangan komunitas Muslim yang memiliki keimanan kuat. Problematika ini muncul karena peran seni gandrung sempat disalahartikan sebagai penghibur bagi pria kesepian, sehingga terkesan menjadi wanita penghibur. Tentu saja, hal ini sangat merusak dan menyimpang dari cita-cita asli seni gandrung.

Baca...  Kedurjanaan Sistem

Meski demikian, pada era ini, seni gandrung tetap mendapat perhatian serius dari pemerintah. Bukti nyata perhatian tersebut terlihat dengan diberikan penghargaan oleh pemerintah daerah Jawa Timur, melalui Gubernur Imam Utomo, kepada para seniman Banyuwangi, termasuk almarhum Semi dan keluarganya, sebagai penggagas, penerus, sekaligus pelestari kesenian gandrung di Banyuwangi.

Lalu untuk  melestarikan  kesenian  gandrung  terutama  tari  gandrungasli  maka  tiap tahun  diadakan  pelatihan  dan  wisuda  gandrung  muda  yang  kemudian  dikenal  dengan meras.  Kegiatan  ini  bertujuan  melestarikan  tari  gandrung  sekaligus  mencari  bibit-bibit penari   gandrung   berkualitas   di   Banyuwangi.

Adapun makna yang ada dibalik Tarian Gandrung atau filosofi yang dapat diambil sebagai berikut, Secara harfiah, kata “gandrung” berarti “jatuh cinta”. Tarian ini mencerminkan cinta masyarakat Banyuwangi terhadap padi sebagai sumber kehidupan, alam, dan budaya mereka. Gerakan yang dinamis dan luwes dalam tarian ini melambangkan semangat, kebahagiaan, dan rasa syukur yang mendalam. Tarian Gandrung juga dapat diartikan Simbol Keharmonisan dan Kebersamaan

Gandrung biasanya ditampilkan dalam suasana yang interaktif, di mana para penari, yang umumnya adalah perempuan, berinteraksi langsung dengan penonton atau tamu pria yang disebut pemaju. Pertunjukan ini melambangkan keharmonisan dan keterbukaan masyarakat Osing dalam membangun hubungan sosial.

Serta adanya Perjuangan dan Penyembuhan Luka Sejarah yang berakar dari sejarah perjuangan melawan penjajahan Belanda. Konon, tarian ini berkembang setelah Banyuwangi pulih dari keruntuhan akibat Perang Blambangan. Penampilan Gandrung mencerminkan semangat kebangkitan dan penyembuhan.

Selain itu, kostum penari Gandrung yang mencolok — dengan hiasan kepala berbentuk mahkota dan selendang berwarna merah dan emas — melambangkan keindahan serta keagungan budaya lokal. Alunan musik gamelan khas Banyuwangi, termasuk kendang, kluncing, dan rebana, selaras dengan gerakan tarian, menciptakan suasana magis yang mampu memikat hati penonton.

Tarian Gandrung Banyuwangi juga memiliki beberapa variasi berdasarkan konteks penampilan, gaya, dan perkembangan tradisinya, berikut ini ada beberapa variasi tarian Gandrung Banyuwangi:

  1. Gandrung Tradisional

Gandrung yang paling asli dan tradisional, biasanya ditampilkan pada acara-acara adat seperti seblang atau upacara syukuran panen. Tari ini melibatkan interaksi antara penari gandrung dengan tamu atau penonton yang disebut pemaju.

  1. Gandrung Klasik
Baca...  Fenomena Pemungutan Suara Ulang Pemilu 2024

Variasi yang lebih menonjolkan pola gerak dan musik tradisional khas Osing. Gandrung klasik seringkali diiringi oleh gamelan khas Banyuwangi dengan lagu-lagu tradisional seperti Kembang Pecah atau Jaran Goyang.

  1. Gandrung Terob

Jenis Gandrung yang biasa ditampilkan di acara hajatan atau pernikahan. Penampilannya lebih santai dan akrab dengan penonton.

  1. Gandrung Marsan

Dinamai dari maestro Gandrung bernama Marsan, variasi ini mengutamakan pola tari dan gending yang lebih kompleks dengan sentuhan gaya personal dari sang maestro.

  1. Gandrung Sewu

Gandrung massal adalah tarian yang melibatkan ribuan penari di pantai Boom Banyuwangi, sebagai bentuk promosi budaya sekaligus wisata. Acara ini diadakan setiap tahun dengan tema yang berbeda-beda.

Disetiap variasi Tarian Gandrung ini mencerminkan dinamika budaya dan kreativitas masyarakat Banyuwangi dalam melestarikan tradisi yang ada di Kabupaten Banyuwangi.

Tarian Gandrung Banyuwangi lebih dari sekadar sebuah pertunjukan seni; ia adalah cerminan dari perjalanan panjang dan filosofi yang mendalam. Tarian ini mengisyaratkan rasa syukur, perjuangan, dan identitas budaya masyarakat Banyuwangi. Sebagai warisan leluhur, Gandrung mengungkapkan semangat kebersamaan, keharmonisan, serta cinta yang mendalam terhadap tanah dan budaya lokal.

Dalam konteks modern, pelestarian Tarian Gandrung tidak hanya menjadi tanggung jawab masyarakat Banyuwangi, tetapi juga merupakan kewajiban kita semua sebagai bagian dari bangsa yang kaya akan tradisi. Menjaga dan melestarikan seni seperti ini adalah upaya untuk mempertahankan jati diri bangsa serta menghormati perjuangan generasi sebelumnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk terus mendukung dan menghargai warisan budaya seperti Tarian Gandrung, agar ia tetap hidup dan relevan di masa depan.

2369 posts

About author
Merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Esai

Dinamika Perkembangan Kaum Muslimin di Jepang

4 Mins read
Jepang, sebuah negara yang terkenal dengan tradisi yang kaya dan kemajuan teknologi, mungkin tidak langsung diasosiasikan dengan komunitas Muslim. Namun, perkembangan Islam…
Esai

Islamic Society of North America (ISNA): Jejak Panjang Organisasi Islam di Amerika Serikat

4 Mins read
Islamic Society of North America (ISNA) adalah salah satu organisasi Muslim tertua dan terbesar di Amerika Utara. Organisasi ini memiliki sejarah panjang…
Esai

Falsifikasi Teori Kematian Paul Mccartney dalam Sampul Album Abbey Road Menggunakan Metode Al Ghazali dalam Kitab Al Munqidh Min Ad Dhalal

6 Mins read
James Paul McCartney masih hidup. Tetapi teori ini simpang siur. Ini merupakan penggabungan “tergila” dengan epistemologi Al Ghazali untuk mengkaji suatu teori…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights