Menurut laman https://kredithp.id/, dalam era digital seperti sekarang, kebutuhan akan perangkat teknologi seperti handphone bukan lagi sekadar gaya hidup, melainkan sudah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian besar masyarakat. Komunikasi, bisnis, pendidikan, hingga aktivitas sosial kini banyak bergantung pada perangkat pintar ini. Tidak heran jika permintaan terhadap handphone terus meningkat, termasuk Belanja Aman dan Terjamin secara kredit. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah: bagaimana pandangan Islam terhadap jual beli handphone secara kredit? Apakah diperbolehkan? Bagaimana batasannya?
Kredit dalam Perspektif Ekonomi Islam
Dalam ekonomi Islam, prinsip utama yang harus dijunjung tinggi adalah keadilan, kejujuran, dan menghindari riba. Kredit atau jual beli secara cicilan pada dasarnya adalah jual beli yang ditangguhkan pembayarannya. Transaksi semacam ini dikenal dalam fikih sebagai bai’ al-taqsith, yaitu jual beli dengan pembayaran secara bertahap dalam jangka waktu tertentu.
Islam tidak serta-merta melarang jual beli secara kredit. Bahkan para ulama sepakat bahwa jual beli dengan pembayaran ditunda atau dicicil hukumnya boleh, selama memenuhi syarat dan rukun jual beli serta bebas dari unsur yang diharamkan seperti riba, gharar (ketidakjelasan), dan penipuan.
Syarat Sah Jual Beli Kredit Menurut Islam
Agar transaksi kredit seperti pembelian handphone menjadi sah dan halal menurut syariat Islam, harus memenuhi beberapa syarat berikut:
-
Jelas Harga dan Jangka Waktunya
Harga barang harus ditentukan secara jelas di awal transaksi. Jika pembeli setuju membeli handphone dengan harga Rp5 juta dalam waktu 10 bulan, maka jumlah cicilan dan total harga harus disebutkan secara tegas dan tidak boleh berubah di tengah jalan.
-
Tidak Ada Riba
Yang sering menjadi masalah dalam jual beli kredit adalah adanya tambahan bunga atau denda keterlambatan yang masuk dalam kategori riba. Dalam Islam, riba dalam bentuk apapun dilarang karena mengandung unsur ketidakadilan dan eksploitasi.
Tambahan harga dalam jual beli kredit boleh selama telah disepakati di awal dan tidak diubah di tengah jalan. Misalnya, handphone yang dijual tunai seharga Rp4 juta, namun jika dibeli secara kredit menjadi Rp5 juta. Selama perbedaan harga tersebut jelas dan disepakati sejak awal, maka tidak dianggap riba menurut mayoritas ulama.
-
Transaksi Harus Bebas dari Gharar
Artinya, tidak boleh ada ketidakjelasan dalam objek, harga, atau waktu pembayaran. Spesifikasi handphone harus dijelaskan dengan rinci, termasuk kondisi barang (baru atau bekas), garansi, merek, dan lain sebagainya.
-
Tidak Ada Penalti Keterlambatan
Dalam banyak transaksi konvensional, terdapat penalti atau denda bagi konsumen yang telat membayar cicilan. Dalam Islam, denda keterlambatan semacam ini dianggap sebagai bentuk riba. Solusinya, bisa diterapkan sistem non-penalti atau menggunakan akad syariah yang lebih adil seperti akad murabahah (jual beli dengan margin) atau ijarah (sewa beli).
Pendapat Para Ulama dan Lembaga Keuangan Syariah
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah, menyatakan bahwa jual beli dengan margin keuntungan dan pembayaran tertunda diperbolehkan, selama:
-
Harga jual dan margin ditentukan di awal
-
Tidak boleh ada perubahan harga selama masa akad
-
Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan
-
Tidak boleh ada denda keterlambatan kecuali dalam bentuk ta’widh (kompensasi riil atas kerugian nyata, bukan denda)
Begitu juga lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah atau koperasi syariah, menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam program pembiayaan barang konsumtif, termasuk pembelian handphone.
Contoh Kasus dan Penerapannya
Kasus 1:
Seorang mahasiswa ingin membeli handphone seharga Rp3 juta. Namun ia tidak memiliki uang tunai dan memilih opsi cicilan 6 bulan dengan total pembayaran menjadi Rp3,5 juta. Cicilan dibayar Rp583.000 per bulan.
➡️ Hukumnya: Boleh, selama dari awal disepakati harga kredit Rp3,5 juta dan tidak ada tambahan bunga bulanan atau denda keterlambatan.
Kasus 2:
Seseorang membeli handphone secara kredit dari toko online. Toko bekerja sama dengan lembaga pembiayaan yang menetapkan bunga 2% per bulan dan denda Rp100.000 jika telat bayar.
➡️ Hukumnya: Tidak Diperbolehkan, karena ada unsur riba dalam bunga bulanan dan denda keterlambatan.
Akad yang Bisa Digunakan
Dalam pembelian handphone secara kredit, beberapa akad syariah yang umum digunakan antara lain:
-
Murabahah: Penjual membeli barang terlebih dahulu kemudian menjualnya ke pembeli dengan margin keuntungan yang disepakati. Pembayaran bisa dicicil dalam jangka waktu tertentu.
-
Ijarah Muntahiyah bi Tamlik (IMBT): Barang disewakan kepada pembeli, lalu pada akhir masa sewa akan dimiliki oleh penyewa setelah melunasi semua pembayaran.
-
Musyarakah Mutanaqishah: Kepemilikan barang dibagi antara dua pihak, kemudian satu pihak membeli bagian lainnya secara bertahap.
Namun untuk kasus individu yang membeli langsung ke toko, biasanya akad murabahah lebih relevan dan mudah diterapkan.
Keutamaan Menjauhi Transaksi Riba
Islam sangat menekankan untuk menjauhi riba dalam segala bentuknya. Dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 275 disebutkan:
“Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila… Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Menjauhi riba bukan hanya masalah hukum, tapi juga membawa berkah dalam rezeki dan ketenangan dalam hidup. Membeli handphone secara kredit dengan cara yang halal akan membawa manfaat dunia dan akhirat.
Tips Membeli Handphone Secara Kredit yang Halal
-
Pastikan tidak ada bunga atau denda
-
Gunakan layanan pembiayaan dari lembaga syariah
-
Baca dan pahami isi akad sebelum tanda tangan
-
Jangan tergoda membeli di luar kemampuan hanya karena bisa dicicil
-
Utamakan keperluan, bukan gaya hidup semata
Penutup
Membeli handphone secara kredit menurut Islam diperbolehkan selama memenuhi syarat syariah: harga dan waktu pembayaran jelas, tidak ada unsur riba, dan tidak ada ketidakjelasan dalam akad. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, kita sebagai muslim dapat bertransaksi dengan aman, adil, dan penuh berkah.
Transaksi syariah bukan hanya soal halal atau haram, tapi juga wujud ketaatan dan kejujuran dalam menjalani hidup. Jangan ragu untuk bertanya dan berkonsultasi dengan ahli fikih atau lembaga keuangan syariah sebelum mengambil keputusan pembiayaan secara kredit.