Alqur’an sebagai kitab suci agama Islam, merupakan sumber utama ajaran dan pedoman bagi umat Muslim di seluruh dunia. Keberadaannya memainkan peran sentral dalam membentuk keyakinan, moral, dan tata cara hidup umat Islam. Namun, di balik keagungan dan kesuciannya, Alqur’an juga memiliki karakteristik unik yang menjadikannya berbeda dari kitab-kitab suci sebelumnya. Keunikan tersebut terletak pada cara penyampaiannya yang terjadi secara berangsur-angsur, yang dalam hal ini tidak terjadi di kitab-kitab sebelumnya.
Dalam kajian ilmu-ilmu Alqur’an (ulumul qur’an), proses penurunan wahyu ini disebut dengan nuzululquran. Secara bahasa nuzululquran berasal dari kata nuzul yang dalam bahasa Arab memiliki arti turun, dan kata Quran sendiri merujuk pada kitab suci Alqur’an. Nuzulul Qur’an memiliki arti turunnya wahyu Alqur’an kepada Nabi Muhammad SAW melaui perantara malaikat Jibril.
Dalam nuzulul qur’an, terdapat 3 tahap diturunkannya Alqur’an hingga sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Tahap pertama, Alqur’an diturunkan di lawh al-mahfuz, sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al-Buruj (85): 21-22. Tahap kedua, ialah Alqur’an diturunkan dari lawh al-mahfuz ke langit dunia (bait al-‘izzah) dalam satu malam. Tahap terakhir, Alqur’an diturunkan dari bait al-‘izzah langsung kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril dan berlangsung selama 23 tahun lamanya.
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Abbas: “Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia pada malam lailatul qadar. Kemudian setelah itu, ia diturunkan selama dua puluh tahun.” Pada kesempatan lain beliau juga berkata; “Allah menurunkan Qur’an sekaligus ke langit dunia, tempat turunnya secara berangsur‐angsur. Lalu Dia menurunkannya kepada Rasul‐Nya bagian demi bagian.”
Dari sistem pewahyuan ini, muncul berbagai macam pertanyaan dan kecaman penduduk Makkah terutama dari orang-orang musyrik. Kecaman tersebut berupa penolakan Alqur’an sebagai wahyu Tuhan. Mereka memiliki standar tersendiri konsep wahyu seperti kitab-kitab terdahulu yang diturunkan secara sekaligus kepada nabi dari bangsa Yahudi. Sebagaimana diturunkannya Taurat kepada Nabi Musa secara sekaligus. Alasan inilah yang menyebabkan mereka menolak sistem pewahyuan Alqur’an secara bertahap sebagai kitab suci.
وقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْاٰنُ جُمْلَةً وَّاحِدَةً ۛ كَذٰلِكَ ۛ لِنُثَبِّتَ بِه فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنٰهُ تَرْتِيْلًا (٣٢)
Artinya:
“Dan, orang-orang kafir itu berkata: Mengapa Al-Qur’an diturunkan kepadannya secara serentak? Demikian itu kami lakukan untuk memantapkan hatimu.” (QS. Al-Furqon: 32).
Kalimat “memantapkan hati” yang disebutkan pada ayat tersebut menunjukkan kondisi yang dialami Nabi Muhammad SAW ketika mendapat berbagai kritik dan pertanyaan dari kaum musyrik. Mereka juga menuntut keajaiban dan bersikeras untuk melakukan segala cara dengan tujuan menimbulkan keraguan pada kenabian Rasulullah. Alasan inilah yang menjadi sebab mengapa Alqur’an turun secara berangsur-angsur, sebagai jawaban yang jelas dari pertanyaan kaum musyrik.
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ (٣٣)
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ (٣٤)
Artinya:
“Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasannya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang‐orang yang zalim itu mengingkari ayat‐ ayat Allah. Dan Sesungguhnya telah didustakan (pula) Rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat‐kalimat (janji‐ janji) Allah. dan Sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita Rasul‐rasul itu.” (QS.Al-An’am: 33-34).
Selain itu sistem kepercayaan masyarakat Arab yang erat kaitannya dengan tradisi lisan juga menjadi perhatian dalam konsep pewahyuan yang berangsur-angsur. Alquran pada dasarnya adalah produk budaya yang terbentuk selama 20 tahun lebih melalui unsur-unsur realitas budaya. Hal ini dikarenakan, di dalam Alqur’an berisi hukum sebagai jawaban dan solusi atas segala bentuk permasalahan kehidupan bangsa arab saat itu. Hal ini secara tidak langsung juga mempengaruhi jenis dan karatkeristik bahasa yang digunakan dalam penyampaian suatu ayat mengikuti sistem bahasa di daerah tersebut.
Jika dalam teks Alqur’an mempertimbangkan penerima pertama sebagai perantara pesan, maka hal ini juga berlaku untuk masyarakat Arab yang menjadi bidikan dari suatu hukum dalam ayat Alqur’an. Oleh karenanya, tidak hanya faktor pribadi saja yang menjadi fokus utama, melainkan ada juga faktor lingkungan masyarakat yang terjadi pada saat itu.
Alasan dari sistem pewahyuan Alqur’an secara berangsur-angsur adalah, karena pada masa awal turunnya Alqur’an masyarakat Arab adalah masyarakat yang buta huruf. Akan sulit bagi masyarakat Arab untuk memahami isi Alqur’an secara keseluruhan dengan cara membaca sekaligus.
Penyampaian secara berangsur-angsur akan mempermudah nabi dan para sahabat dalam menghafal dan memahami makna suatu ayat. hal ini juga dipermudah dengan susunan dan rangkaian ayat yang saling bertautan dan gaya bahasa yang sangat indah menjadikannya sebuah kalam yang tidak dapat diduplikasi oleh siapapun.
Hikmah dari proses penurunan wahyu yang bertahap ini tidak hanya merespon kondisi penerima wahyu pertama, akan tetapi juga harus menengok kondisi masyarakat sebagai sasaran pengoperasian hukum dalam wahyu. Dimana terdapat kesetaraan dalam berbagai pertimbangannya. Aspek-aspek kultural dan realitas bangsa Arab juga tak bisa dilepaskan dari respon yang diberikan teks. Karena sejatinya wahyu ini diperuntukan bukan hanya kepada nabi saja, akan tetapi juga kepada umatnya.
*) Mahasiswa Prodi IAT UIN Sunan Ampel Surabaya.
Editor: Adis Setiawan