Hikmah Berkurban dalam Islam
Oleh: Rabiul Rahman Purba, S.H.
Hikmah di balik kurban |
KULIAHALISLAM.COM – Memahami kurban bisa dilakukan dari
berbagai aspek dan dalam pembahasan ini akan dikaji secara hikmah. Ibnu Sina
dalam Ath-tha’biyat mendefiniskan hikmah sebagai mencari kesempurnaan diri
manusia dengan dapat menggambarkan segala urusan dan membenarkan segala hakikat
baik yang bersifat teori maupun praktik manurut kadar kemampuan manusia.
Hikmah kurban yang pertama adalah agar
kita memperkuat keyakinan dan keimanan kepada Allah (memperkuat Tauhid). Prof. Ismail Raji’ Al Faruqi dalam karyanya “Tawhid its implications for thought and life” menyebutkan bahwa secara
tradisional dan ungkapan yang sederhana, Tauhid adalah keyakinan dan kesaksian bahwa “Tiada Tuhan selain Allah”.
Pernyataan yang sangat singkat ini mengandung makna yang paling agung dan paling kaya dalam
seluruh khazanah Islam.
Syarat sah diterimanya kurban oleh Allah
adalah tauhidnya harus benar. Jika tauhidnya rusak maka sebanyak apapun dan
sebaik apapun kurban tidak ada nilainya dihadapan Allah. Seperti halnya Qabil
yang membunuh Habil karena Qabil mengalami kecacatan tauhid hal ini
menyebabkan hilangnya rasa taqwa dalam
diri Habil yang membuat dirinya diliputi rasa dengki dan melakukan dosa teramat
besar yakni membunuh saudaranya sendiri.
Dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah disebutkan
bahwa : Ia (Qabil) berkata,
“Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil, “Sesungguhnya Allah hanya
menerima (kurban) dari
orang-orang yang bertakwa.” “Sungguh, kalau kamu menggerakkan
tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan
tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan
seru sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dari dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi
penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang
zalim.
Oleh sebab itu, dalam buku “ Rumah Tangga Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wa sallam” karya H.M.H Al-hamid al-Husaini disebutkan bahwa Imam Hasan bin Ali
bin Abu Thalib semoga Allah meridhainya berpesan agar menjauhkan diri dari
sifat iri hati karena iri hati adalah printis kejahatan karena iri hati Qabil
membunuh Habil. Dalam melaksanakan Qurban dan menerima Qurban haruslah berusaha
menghilangkan rasa iri hati dan memperbaiki Tauhidnya. Allah berfirman dalam
Q.S An-Nisa ayat 32 : “ Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain”.
Iri hati hanya diperbolehkan kepada orang yang yang dikaruniai ilmu
oleh Allah dan orang yang dikaruniai harta oleh Allah lalu ia menginfakannya di
jalan Allah. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “ Mukaasyafatul Quulub”
menyebutkan orang yang tidak takut
kepada Allah akan selalu mengeluarkan rasa permusuhan, kebohongan, kedengkian
dari dalam hatinya dan kedengkian itu dapat merusak kebaikan sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Sesungguhnya dengki itu akan
membakar hangus kebaikan sebagaimana api yang membakar kayu bakar”.
Ibadah Qurban harus berupaya menghilangkan sifat iri atau dengki. Salah
satu penyebab iri hati pada orang lain adalah merasa diri terkena penyakit
kegagalan sama halnya dengan Qabil yang merasa gagal mempersembakan Qurban
kepada Allah. Untuk itu David J. Schwartz dalam bukunya “ Berpikir dan Berjiwa
Besar” menyebutkan bahwa untuk mengatasi dari penyaki kegalalan maka
pelajarilah orang lain secara cermat untuk menemukan mengapa ia dapat berhasil
dan kemudian terapkan prinsip penghasil keberhasilan pada kehidupan.
Kemudian, jangan menjadi orang yang suka berangan-angan kosong dan
memboroskan energi mental untuk bermimpi menjadi orang yang berhasil mencapai tujuan tanpa
usaha untuk mendapatkan keberhasilan. Kita tidak akan menjadi berhasil hanya
melalui nasib baik, keberhasilan datang dari usaha dan pengusaan
prinsip-prinsip yang menghasilkan keberhasilan. Selain itu cara agar
menghilangkan rasa dengki dan iri hati
adalah selalu bersyukur dan jangan suka membandingkan diri terhadap
keberhasilan orang lain namun berusaha dan bertawakal itu lebih utama.
Yang kedua, hikmah Qurban dalam Islam dapat kita ambil dari sejarah
pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail salam sejahtera atasnya. Nabi Ismail
salam sejahtera atasnya, rela mengorbankan
jiwanya (nafsnya) untuk mematuhi perintah Allah, Nabi Ismail salam
sejahtera atasnnya juga rela tubungnya dicincang-cincang demi kepatuhan
terhadap Allah. Lantas yang menjadi Muhasabah (bercermin) diri bagi kita adalah
sudah sejauh manakah kita mengorbankan pemikiran, Qalbu dan nafs serta harta
kita untuk beribadah kepada Allah atau berbagai nikmat yang dianugerahkan
kepada kita apakah hanya menjauhkan diri kita daripada mengingat Allah ?
Hari Raya Qurban menjadi muhasabah bagi kaum Muslimin dan Mukminin.
Peristiwa penyembelihan Nabi Ismail salam sejahtera atasnya yang dilakukan Nabi
Ibrahim salam sejahtera atasnya juga memberikan pesan penting bagi kaum
Muslimin yakni pentingnya mendidik dan memiliki keluarga yang Rabbaniyah, dekat
dengan Allah. Karena mustahil Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim mampu melaksanakan perintah
Allah tersebut jika sebelumnya Nabi Ibrahim tidak membekali pendidikan yang
benar sesuai ajaran Islam kepada Nabi Ismail.
Ketika kaum Muslimim merayakan Hari Raya
Qurban dan menyaksikan hewan-hewam disembelih dengan dengan mengucapkan kalimat
Allah yang Agung, takbir, tahmid dan tahlil kemudian menyantap hewan Qurban itu
dengan nikmat maka pada saat itu hewan-hewan yang dagingnya dicincang-cincang
dan disantap itu akan meminta pertanggungjawban kepada kita di hadapan Allah,
hewan-hewan itu rela mengorbankan nyawanya untuk Syariat Islam lantas sudah
sejauh manakah kontribusi kita kepada Islam dan sejauh manakah kecintaan kita
kepada Syariat dan syiar-syiar Islam. Untuk itu perlu ada Muhasabah (perenungan
diri) dan diikuti terus berupaya beribadah mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Agung.
Hikmah yang ketiga adalah, Nabi Ismail dipilih Allah untuk disembelih
bukan Nabi Ishaq, padahal Nabi Ismail dari kangan Arab dan keturunan seorang
mantan budak yaitu Sayyidah Hajar salam sejahtera atasnya, artinya disitu
adalah dengan itu Allah hendak memberikan suatu pengajaran pada seluruh
ciptaaannya bahwasanya yang membeda-bedakan
insan yang satu dengan yang lain
adalah iman dan amal shaleh yang
menghasilkan taqwa. Allah tidak memebeda-bedakan bangsa Arab dan
non-Arab seperti kaum Ahli Kitab.
Oleh karena itu Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa salam dalam Pidatonya nyang terakhir dalam Haji Wada dan Piagam
Madinah selalu mengumandangkan pesan egalitarianisme. Jadi, ketika kita
bersikap membeda-bedakan status bangsa dan merasa bangsanya terhebat maka pesan
spritual Qurban tidak akan tercapai.
Hikmah keempat adalah, Ibadah Qurban
meningkatkan ibadah sosial yang sudah banyak diabaikan kaum Muslimin pada
dewasa ini. Karen Amstrong dalam bukunya “ Sejarah Tuhan” menyebutkan bahwa
praktik terpenting dalam Islam adalah kaum Muslimin memiliki kewajiban untuk
menciptakan masyarakat yang adil dan setara dimana orang-orang miskin dan lemah
diperlakukan secara layak, pesan moral Al-Qur’an sangat sederhana yakni janganlah
menimbun kekayaan dan mencari keuntungan bagi diri sendiri tetapi bagilah
kemakmuran secara merata dengan
menyedekahkan sebagian harta kepada fakir-miskin”.
Dengan adanya ibadah Qurban ini, Islam
menghendaki orang-orang Muslim yang mammpu agar tidak melupakan fakir-miskin
dan kaum yang lemah dengan cara memberi mereka makanan berupa hewan daging
Qurban. Untuk itu, kaum Muslimin dengan perayaan Hari Raya Qurban diminta oleh
Allah senantiasa meningkatkan ibadah sosial sehingga tidak hanya sibuk
meratakan dahinya di atas sajadah.
Hikmah yang kelima adalah, dengan adanya
hari raya Qurban ini, umat Islam kembali diingatkan untuk mencintai syariat
Islam, mendirikan Shalat sesuai dengan firman Allah yangb berbunyi : , فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْFashalli
Lirabbika wanhar (Lalu Shalatlah kamu kepada Tuhanmu dan berqurbanlah). Buya
Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menyebutkan Orang-orang Muslim sekarang banyak yang
ketakutakan dengan syariat Islam karena terlalu lama termakan propaganda
Kolonialisme. Padalah syariat Islam itu indah, menyebarkan rahmat dan
mengajarkan untuk saling berbagi seperti Qurban ini.
Hikmah
keenam adalah perayaan hari raya Qurban untuk mengingatkan kembali sejarah para
Nabi dan Rasull serta umat-umat terdahulu sebelum kita, kemudian mengambil pelajaran
dari sejarah yang terjadi dan meyakini kebenarannya walau kita sendiri tidak
pernah melihat apa yang terjadi sesungguhnya. Banyak Intelektual Muslim seperti
Dr. Thaha Hussein (mantan Rektor Universitas Alexsandria, Mesir) yang
mengingkari sejarah-sejarah yang termaktub dalam Al-Qur’an termasuk sejarah
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihisalam, ia walau buta namun hafal Al-Qur’an
dan menguasai ilmu keislaman namun ia dalam bukunya “Syair-Syair Jahiliyah”
tidak yakin akan sejarah dalam Al-Qur’an dan menyebutnya sebagai
dongeng-dongeng jahiliyah.Oleh sebab itu, kita umat Muslim wajib mempelajari
sejarah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Islam secara keseluruhan agar dengan
hal tersebut kita dalam mengambil pelajaran.
Hikmah ketujuh, meningkatkan Taqwa. Imam
Ali Zainal Abidin bin Imam Husain bin Ali bin Abu Thalib pernah bertanya pada
muridnya yaitu Imam Asy-Syibliy. Apakah saat menyembelih hewan Qurban telah berniat memotong belenggu
ketamakan dan kerakusan ? Apakah telah berniat hendak menghayati kehidupan yang
bersih dari dosa dan noda ? Apakah juga telah bertekad mengikuti jejak Nabi
Ibrahim yang rela melaksanakan perintah Allah menyembelih putera kesayangannnya
sendiri ? jika belum maka berarti belum berqurban sebenarnya.
Jadi, orang yang berqurban dan menerimanya
harus berniat membersihkan dir dari ketamakan dan kerakusan, berniat menghayati
kehidupan yang bersih dari noda dan dosa. Jika telah berniat dan berusaha
dengan cara berupaya melaksanakan ibadah wajib, sunnah dan muamalah (sosial
kemasyarakatan) maka akan menghasilkan rasa takut pada Allah dan ia akan
dikategorikan sebagai orang yang bertaqwa.
Takwa berarti melindungi diri dari akibat
perbuatan sendiri yang buruk dan jahat. Nenurut Prof. Fazlur Rahman , takwa
istilah tunggal yang terpenting di dalam Al-Qur’an. Takwa pada tingkatan
tertinggi menunjukan keperibadian manusia yang benar-benar utuh dan integral.
Orang yang bertakwa mempunyai kekuatan yang mampu menghadapi berbagai macam
persoalan hidup dan dapat melihat sinar yang menerangi jalan ditengah-tengah
malam gelap gulita. Semoga Allah senantiasa menjadikan kita termasuk orang yang
bertakwa. Amin.