Penulis: Rusfiana Shita Dewi*
Haid adalah darah yang keluar dari rahim wanita pada waktu-waktu tertentu yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit atau karena adanya proses persalinan, dimana keluarnya darah itu merupakan sunnatullah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT kepada seorang wanita.
Adapun larangan-larangan yang tidak diperbolehkan ketika wanita sedang haid adalah shalat, puasa, thawaf, menyentuh mushaf, dan lain sebagainya namun ia diperbolehkan membaca Alqur’an dengan tanpa menyentuh mushaf langsung (boleh dengan pembatas atau dengan menggunakan media elektronik), berdzikir, dan membedakannya dengan darah-darah lain yang keluar kemudian.
Adapun batasan haid menurut ulama’ imam Syafii, Paling sedikit sehari semalam, dan batas maksimalnya adalah 15 hari. Tetapi pada umumnya 7 hari 7 malam kebanyakan sudah selesai haidnya.
Di dalam haid ini terdapat beberapa masalah yang menimbulkan munculnya perbedaan pendapat dalam mengatasi masalah tersebut. Diantara salah satu masalahnya adalah mengenai keharusan mengumpulkan rambut yang rontok ketika haid.
Menurut Imam Ghazali yang dijelaskan dalam kitab Ihya Ulumuddin, bagian tubuh yang jatuh dari tubuhnya sedangkan ia masih dalam keadaan tidak suci akan bangkit dan meminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. Namun Imam Al Syarwani dalam Hasyiyahnya mengatakan bahwa maksud dari anggota tubuh yang dibangkitkan kelak adalah anggota tubuh yang melekat sejak ia hidup hingga ia meninggal dunia.
Maka dengan demikian, rambut yang rontok itu tidak wajib dikumpulkan dan disucikan lagi. Apalagi rontoknya itu bukan karena kesengajaan. Seperti ketika menyisir. Pendapat ini juga diperkuat dengan sebuah riwayat, ketika Aisyah sedang haid dan melaksanakan haji. Ia bertanya pada Rasulullah apa yang harus dilakukannya. Maka Rasulullah bersabda:
الْعُمْرَةَ وَدَعِي بِالْحَجِّ وَأَهِلِّي وَامْتَشِطِي رَأْسَكِ انْقُضِي
“Lepaskan ikatan kepalamu dan bersisirlah, lalu bertahalullah dengan haji dan tinggalkan umrah.” (HR. Bukhari)
Saat menyisir rambut pasti akan ada rambut yang rontok. Tapi meskipun demikian Rasulullah membolehkan Aisyah melakukannya dan tidak memerintahkan untuk mengumpukan rambut yang rontok itu. Maka berdasarkan hadis ini, Imam Ibnu Hajar Al Haitami dalam Tufatul Muhtaj mengatakn bahwa nash memperbolehkan perempuan haid melakukan cukur rambut atau potong kuku.
Pendapat ini juga diperkuat oleh Imam Ibn al-Utsaimin dalam Fatawa Nur al-Darbi, bahwa tidak benar jika perempuan tidak diperbolehkan mencukur rambut dan memotong kuku sebab itu tidak ada nash yang mengatakan demikian, maka berdasarkan beberapa pendapat para ulama’ diatas jika memotong saja tidak dipermasalahkan maka rambut yang rontok saat haid pun tidak perlu dikumpulkan dan disucikan. Sebab dalam riwayat Imam Hakim, manusia itu tidak najis baik dalam keadaan hidup ataupun mati.
Namun ada juga ulama’ yang berpendapat bahwa mengumpulkan sesuatu yang rontok ketika haid hukumnya adalah wajib dan harus juga disucikan bersamaan dengan ketika mandi besar. Nah disini anda boleh mengikuti salah satu dari 2 pendapat tesebut atau sesuai keyakinan dirinya masing-masing.
Jika ingin mengikuti pendapat yang pertama, yakni mengumpulkan dan ikut menyucikannya. Maka hal itu lebih baik dilakukan. Namun jika merasa terbebani mengenai pendapat yang pertama, maka boleh juga mengikuti pendapat yang kedua atau pendapat yang tidak wajib mengumpulkan dan menyucikannya ketika mandi besar.
*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel