Esai

Halalbihalal: Tradisi Merawat Keharmonisan di Indonesia

4 Mins read
(Sumber Gambar: Fitrah)

KULIAHALISLAM.COM – Hari
Raya Idul Fitri ialah hari raya kaum muslimin yang dilaksanakan pada tanggal 1
Syawal (sesudah berakhirnya Ramadan). Di Indonesia Idul Fitri dilakukan satu
kali dalam satu tahun. 

Kegiatan yang dilakukan sebelum hari raya Idul Fitri
tersebut hanyalah berpuasa, tidak ada perayaan lain untuk menyambut Idul Fitri.
Dalam agama Islam perayaan Idul Fitri, dilaksanakan secara berulang di setiap
tahunnya dengan semangat kegembiraan, kebahagiaan, keceriaan dan senyum canda
yang baru.(Hannan Hoesin Bahannan Dkk, hlm 211).

Momentum
Idul Fitri

Idul
Fitri memiliki nilai sosial yaitu berkumpulnya sanak saudara sambil
bersilaturahim terhadap lingkungan sekitar, serta memiliki nilai ekonomis,
yaitu membeli baju baru, dan perlengkapan untuk menyambut dan memeriahkan hari
raya ini.

Perayaan
hari raya
Idul Fitri yang menjadi tradisi umat Islam
dilaksanakan dalam kurun waktu setahun sekali setelah melaksanakan puasa
Ramadhan. Akan tetapi untuk menempuh perayaan tersebut, umat Islam terlebih
dahulu menjalankan ibadah puasa yang ditetapkan rukun dan syarat yang telah
ditetapkan dengan penuh keikhlasan maka ia telah terbebas dari tanggungannya
serta tidak ada orang lain yang mempunyai alasan untuk menghukumnya. (Ihyaul
Ulumuddin, 2010).

Perayaan
keagamaan memang selalu menjadi moment yang sangat di nanti-nanti oleh umat di
masing-masing agama tersebut. Perayaan keagamaan tersebut di sambut sangat
antusias oleh seluruh manusia, tidak terkecuali Indonesia. Nuansa penyambutan
hari raya besar umat Islam yakni Idul Fitri sangat terasa di Indonesia.

Dimana
pada hari raya ini semua keluarga besar berkumpul dan menjalin silaturahim
kembali, tradisi balik kampung atau mudik sering sekali menjadi kebiasaan
keluarga yang jauh kembali ke kampung halaman. Fenomena mudik ini memiliki
cerita tersendiri. Tidak hanya mudik, ada satu lagi Fenomena dihari raya ini
yaitu membagi-bagikan Tunjangan Hari Raya (THR), yaitu amplop-amplop yang
berisikan uang lalu dibagikan kepada saudara-saudara lainnya.

Tradisi
Halalbihalal

Penduduk
di negara Indonesia merupakan mayoritas umat Islam di dunia. Tidak mengherankan
jika di Indonesia muncul beraneka ragam tradisi keagamaan yang tidak ditemukan
di negara Islam lainnya. Di antara tradisi tersebut seperti kenduri
(selamatan), tahlilan, fidaan, qasidah, shalawatan, termasuk juga halalbihalal.

Baca...  Makna Kemuliaan Manusia dalam Perspektif Islam (3)

Halalbihalal
merupakan suatu tradisi yang unik dan merupakan ciri khas yang tidak dimiliki
umat Islam selain di Indonesia. Acara halalbihalal ini dilakukan pada bulan
syawal setelah hari raya ‘Idul fitri. Meskipun praktik pelaksanaan halalbihalal
berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain, namun pada intinya
sama-sama memanfaatkan momentum hari raya ‘Idul fitri untuk menjalin silaturahim dan
sikap saling maaf memaafkan dengan dikemas berupa acara seremonial.

Di
dalam al-Qur’an dan hadis tidak disebutkan secara eksplisit tentang istilah
halalbihalal. Hal ini bukan berarti halalbihalal termasuk ajaran Islam yang
ilegal. Dalam penamaan istilah halalbihalal memang tidak ada dasar yang jelas.
Akan tetapi, nilai nilai ajaran dan praktik dalam halalbihalal memiliki dasar
hukum yang kuat dalam al Qur’an dan hadis.

Halalbihalal
ialah kata majemuk yang terdiri atas pengulangan kata halal, yang di tengahnya
terdapat satu huruf (kata penghubung) yaitu ba’ (baca/bi).
 Sedangkan istilah halalbihalal
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
memiliki makna hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa bulan
Ramadhan, yang biasa diadakan dalam sebuah tempat oleh sekelompok orang.
Sedangkan makna ber-halalbihalal artinya bermaaf-maafan pada waktu lebaran.

Dengan
demikian dalam halalbihalal berarti terdapat unsur silaturahim. Namun, makna
halalbihalal bisa menjadi luas jika dianalisis dengan berbagai macam aspek dan
sudut pandang. M. Quraish Shihab memberi catatan, bahwa tujuan halalbihalal
adalah menciptakan keharmonisan antar sesama.

Pandangan
Para Mufassir

Kata
halal dalam perspektif hukum artinya kebalikan atau antonim dari perkara haram.
Haram adalah sesuatu yang terlarang sehingga pelanggarannya berakibat dosa dan
mengundang siksa. Sementara halal adalah sesuatu yang diperbolehkan dan tidak
mengundang dosa. Jika demikian, maka halal bihalal dapat berarti perbuatan yang
menjadikan sikap seseorang terhadap orang lain yang tadinya haram dan berakibat
dosa, menjadi halal dengan jalan mohon maaf. (M. Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2003),
h. 240).  

Baca...  Membangun Masyarakat yang Berkemajuan

Lebih
jauh, hukum Islam memiliki panca hukum yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan
haram. Empat hukum yang pertama termasuk kategori halal (boleh dilakukan).
Namun untuk hukum makruh meskipun perkara halal, tetapi dianjurkan untuk
ditinggalkan. Contohnya sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan
Abu Dawud sebagai berikut; Nabi bersabda “Perkara halal yang paling
dibenci oleh Allah adalah pemutusan hubungan suami istri (thalaq/cerai)”.

Terkait
dengan hadis ini, apabila halalbihalal diartikan dalam konteks hukum, maka
tidak akan menyebabkan lahirnya hubungan harmonis antar sesama. Bahkan, mungkin
dalam beberapa hal dapat menimbulkan kebencian Allah kepada pelakunya
sebagaimana yang dijelaskan Nabi dalam hadis tentang thalaq tersebut. Oleh
sebab itu, sebaiknya kata halal pada konteks halalbihalal tidak dipahami dalam
konteks hukum. (Tradisi Halal Bihalal dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadis, Eko
Zulfikar , Jurnal Studi Al-Qur’an 2018, hal 29-30).

Kata
halal dari segi hukum diartikan sebagai sesuatu yang bukan haram, sedangkan
haram merupakan perbuatan yang mengakibatkan dosa dan ancaman siksa. Jikalau
halalbihalal diartikan dalam konteks hukum, hal itu tidak akan menyebabkan
lahirnya hubungan harmonis antar sesama, bahkan mungkin dalam beberapa hal
dapat menimbulkan pengertian Allah SWT kepada pelakunya. Seperti sabda
Rasulullah SAW: “halal yang paling dibenci Allah SWT adalah pemutusan
hubungan suami istri”. Karena itu sebaiknya kata halal dalam kontek
halalbihalal tidak dipahami dalam bihalal pengertian hukum.

***

Menurut
Quraish Shihab, istilah halalbihalal adalah bentuk kata majemuk yang
pemaknaannya dapat ditinjau dari dua sisi: sisi hukum dan sisi bahasa. Pada
tinjauan hukum, halal adalah lawan dari haram. Jika haram adalah sesuatu yang
dilarang dan mengundang dosa, maka halal berarti sesuatu yang diperbolehkan dan
tidak mengundang dosa. Dengan demikian, halalbihalal adalah menjadikan sikap
kita terhadap pihak lain yang tadinya haram dan berakibat dosa, menjadi halal
dengan jalan mohon maaf.

Baca...  Tipe Manusia: Problem Solver, Trouble Maker

Namun,
tinjauan hukum ini secara hakikat belum menyentuh tujuan halalbihalal itu
sendiri yang merupakan untuk mengharmoniskan hubungan. Karena
dalam bagian
halal terdapat hukum makruh, tidak disenangi dan sebaiknya tidak dikerjakan,
seperti menceraikan isteri yang justru lepas dari tujuan mengharmoniskan
hubungan. Sedangkan pada tinjauan bahasa, kata halal yang darinya dapat
terbentuk beberapa varian makna, antara lain: “menyelesaikan masalah”,
“meluruskan benang kusut”, “melepaskan ikatan”, “mencairkan yang beku”, dan
“membebaskan sesuatu”.

Bahkan
jika langsung dikaitkan dengan kata dzanbin; halla min dzanbin, akan
berarti “mengampuni kesalahan”. Jika demikian, ber-halalbihalal akan menjadi
suatu aktivitas yang mengantarkan pelakunya untuk menyelesaikan masalah dengan
saudaranya, meluruskan hubungan yang kusut, melepaskan ikatan dosa dari
saudaranya dengan jalan memaafkan, mencairkan hubungan yang beku sehingga
menjadi harmonis, dan seterusnya. Kesemuanya ini merupakan tujuan
diselenggarakannya halalbihalal. (M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an:
497-498).

Kesimpulan

Kata
majemuk ini tampaknya memang hanya ada di Indonesia, produk asli negeri ini.
Kata halalbihalal justru diserap Bahasa Indonesia dan diartikan sebagai “hal
maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan, biasanya diadakan di
sebuah tempat (auditorium, aula, dsb) oleh sejumlah orang dan merupakan suatu
kebiasaan khas Indonesia”.

Halalbihalal
merupakan suatu tradisi berkumpul sekelompok orang Islam di Indonesia dalam
suatu tempat tertentu untuk saling bersalaman sebagai ungkapan saling memaafkan
agar yang haram menjadi halal. Umumnya, kegiatan ini diselenggarakan setelah
melakukan solat Idul Fitri. Kadang-kadang, acara halalbihalal juga dilakukan di
hari-hari setelah Idul Fitri dalam bentuk pengajian, ramah tamah atau makan
bersama.

Oleh
sebab itu, makna filosofis Halalbihalal berdasarkan tadi dengan analisa pertama
adalah: mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan
cara mengampuni kesalahan, atau dengan analisis kedua adalah: pembebasan
kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling
memaafkan.

2356 posts

About author
Mencerdaskan dan Mencerahkan
Articles
Related posts
Esai

Naskah Bima "Bo Sangaji Kai" Sebagai Ingatan Kolektif Bangsa

7 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Bo Sangaji Kai adalah harta benda pusaka yang tidak ternilai harganya bagi pemerintah daerah dan masyarakat Bima. Karena itu, penting…
Esai

Makna Ziarah Kubur dalam Perpektif Islam

6 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Ziarah kubur bukanlah masalah yang baru di kalangan masyarakat. Tetapi sudah dimaklumi keberadaannya dan sudah direalisasikan pada masa Rasulullah SAW….
Esai

Melihat Pengkhianatan Yahudi Bani Quraizah

5 Mins read
Komunitas Yahudi selanjutnya yang melakukan pengkhianatan terhadap hak persamaan warga negara dalam negara Madinah adalah Bani Quraizah. Sampai dengan tahun 627 M…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights