Suatu waktu Sayyidina Ali tidur di atas selimut nabi (menggantikan nabi tidur), lalu Allah SWT. memberikan wahyu kepada Malaikat Jibril dan Mikail, kemudian Allah SWT. berkata kepadanya, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau berdua (Jibril dan Mikail) salah satu diantara kalian diberikan umur lebih panjang. Sekarang putuskan oleh kalian berdua, manakah yang lebih pantas dengan umur panjang.”
Ternyata keduanya sama-sama memilih umur yang panjang. Tidak ada yang mengalah. Allah SWT. berkata lagi kepadanya, “Kok kalian tidak seperti manusia yang namanya Ali bin Abi Thalib yang Aku menjadikan Ali dan Muhammad sebagai saudara. Dan Ali mau mengalahkan dirinya demi menebus nyawa Muhammad supaya tidak dibunuh orang-orang quraisy. Sekarang kalian silahkan pergi ke bumi dan berilah perlindungan kepada Ali yang mengorbankan nyawanya demi Muhammad.”
Akhirnya, Jibril dan Mikail terjun ke Bumi menemui Ali yang sedang tidur. Saat itu Jibril menjaga diposisi kepalanya Ali, dan Mikail menjaga di kedua kakinya Ali. Keduanya Malaikat bergumam, “Kamu kok keren sekali wahai manusia yang namanya Ali sampai Allah SWT. membanggakan kamu kepada dua Malaikat.”
Dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 207 Allah SWT. berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّشْرِيْ نَفْسَهُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ رَءُوْفٌ بِۢالْعِبَاد
Artinya: “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridhaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 207).
Dikisahkan dari Abi Hasan Al-Antaqi (seorang tokoh sufi) bahwa ada 30 sekian orang berkumpul dihadapannya. Mereka semuanya berada di desa Ray (dekat Iran). Mereka juga hanya memiliki beberapa roti untuk dikonsumsi.
Karena rotinya tidak cukup untuk 30 orang, akhirnya rotinya dipecah-pecah supaya cukup dan lampunya dimatikan seraya memakan agar tidak ketahuan siapa yang makannya paling banyak. Namun makanannya tidak berkurang sama sekali. Mereka semuanya tidak ada yang memakan karena mengutamakan teman-temannya untuk memakan duluan.
Dikisahkan, sesungguhnya Syu’bah didatangi seorang peminta-minta dan saat itu Syu’bah dalam keadaan tidak memiliki apa-apa sama sekali. Akhirnya ia mencopot salah satu parabot rumahnya untuk diberikan kepada orang yang meminta-minta. Tak berhenti di situ, karena Syu’bah merasa pemberiannya kurang berharga, ia pun meminta maaf kepadanya.
Sahabat Hudaifah Al-Adawiy (bernama lengkap Abu Jahm Ibnu Hudaifah Al-Adawi adalah salah satu sahabat yang masuk Islam pada saat Fathu Makkah dan ia ikut berperang penaklukan di luar jazirah Arab) pergi pada saat perang Yarmuk (pasukan Islam melawan Romawi). Ia mencari anak pamannya untuk memberi minum air.
Setelah bertemu sepupunya Hudaifah kemudian berkata, “Apakah mau minum?” sepupunya menjawab, “Iya.” Sembari mengangguk kepala. Tiba-tiba ada orang yang memanggil dan berkata, “Hei! Aku juga ingin minum.” Sepupunya berkata, “Cepat dia beri minum.” Ternyata laki-laki yang minta minum itu adalah Hisyam bin Al-Ash.
Hudaifah berkata, “Apakah kamu mau minum?” Belum sempat Hisyam memberi minum, tiba-tiba ada pasukan lain teriak, “Hei! Aku juga haus ini ingin minum.” Lalu Hisyam menyuruh Hudaifah untuk menghampiri orang yang berteriak itu.
Hudaifah akhirnya menghampiri orang yang berteriak itu. Namun, saat sampai di tempat, orang itu sudah meninggal. Ia kembali menuju Hisyam. Naas, Hisyam pun juga sudah meninggal. Karena kebingungan, ia mengampiri sepupunya, akan tetapi sang sepupu juga meninggal dunia.
Gus Ulil mengatakan, betapa kisah ini menggambarkan bahwa para sabahat-sahabat nabi akhlaknya bagus. Ia tak ingin orang lain berada dalam penderitaan. Bahkan, menjelang sekaratpun ia tidak mau mendahulukan dirinya.
Berkata sahabat Abbas bin Dikhan, “Tidak ada orang yang meninggalkan dunia (mati) seperti dia masuk ke dunia dalam keadaan tidak mempunyai apa-apa selain Bisyr bin Harits.” Kenapa demikian? Rupanya, saat Bisyr bin Harits dalam keadaan sakit, tiba-tiba ada orang yang datang dan mengeluh bahwa kehidupannya tidak terpenuhi.
Mendengar keluhan, Bisyr bin Harits akhirnya mencopot bajunya dan memberikannya kepada lelaki itu. Karena bajunya sudah diberikan kepada orang lain, ia pun meminjam baju temannya. Dan ia meninggal dalam keadaan memaki baju pinjaman.
Kata Gus Ulil, sifat-sifat seperti ini susah ditiru. Kita hanya mampu membaca ceritanya dan belum tentu mampu mengikuti jejak-jejak teladannya. Setidaknya kalau tidak bisa meniru, minimal kita bisa membacanya. Sebab, dengan membaca cerita-cerita seperti ini adalah bagian dari cara menyemangati dan mendorong diri secara pelan-pelan untuk meneladaninya. Inilah sikap dan sifat altruisme yang tertinggi.
Dikisahkan dari sebagian ahli sufi. Berkata ahli sufi, “Kami berada di kota Tarsus (Tarsus adalah kota yang sangat terkenal. Dari kota Tarsus ini lahirlah seseorang yang menempati kedudukan penting dalam sejarah ke Kristenan yaitu sosok yang namanya Paulus Sang Rasul) dan berkumpul berjemaah. Kami pun keluar ikut berjihad. Akhirnya, ada anjing yang mengintil. Ketika kami sampai gerbang kota menuju tempat jihad, tiba-tiba kami bertemu hewan yang mati (bangkai). Akhirnya kami beristirahat.”
Menariknya, setelah beberapa saat kemudian anjing itu (yang mengintil) pun pergi ke kota lalu datang kembali dengan membawa kawanannya 20 anjing menuju lokasi bangkai, dan ia duduk di sudut pojok sembari melihat anjing yang lain berebutan bangkai-bangkai. Mereka para anjing setelah maka keyang akhirnya kembali ke kota. Sekarang yang tersisa hanya tulang-tulang. Ia pun menghampir tulang-tulang dan memakannya. Dan berlalulah anjing itu.
Pertanyaannya adalah apa hikmah dari kisah anjing ini? Gus Ulil mengatakan, anjing pun mempunyai sifat altruisme. Jika anjing saja mempunyai sifat altruisme, apakah kamu tidak bisa bersikap altruisme? Wallahu a’lam bisshawab.