Gambar : Si.or.id
Raden Mas Haji Oemar Said
Tjokroaminoto lahir di Bukur, Madiun 16 Agustus 1882 dan wafat di Yokyakarta 17
Desember 1934. Ia seorang tokoh pergerakan dan pejuang gigih dan pemimpin utama
Sarekat Islam.
Ia berasal dari kelurga Kiai dan Priyai, bangsawan yang taat
beragama. Kakeknya adalah R.M Adipati Tjokronegoro, Bupati di Ponorogo (Jawa
Timur). Sejak kecil kehidupannya dalam suasana Islami, walaupun pendidikan yang
ditempuhnya pendidikan Barat.
HOS Tjokroaminoto sendiri masuk
OSVIA (Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren : Sekolah Pendidikan untuk
Pegawai Pribumi) di Megelang tahun 1902. Pada tahun 1902 sampai 1905, ia
menjadi guru tulis patih di Ngawi, Jawa Timur, kemudian menjadi Patih
(pejabat dalam lingkungan pegawai negeri pribumi), pembantu utama dari seorang
Bupati.
Pada tahun 1905, ia meminta berhenti dari jabatannya alasannya karena
ia merasa tidak puas dalam kehidupan kepegawaian, terus-menerus berjongkok dan
menyembah.
Ia pindah ke Surabaya dan memperoleh
pekerjaan pada sebuah perusahaan swasta sambil belajar di BAS (Burgerlijik
Avond School) yaitu sejenis sekolah lanjutan yang dilaksanakannya pada sore
hari.
Isterinya menerima indekos pemuda-pemuda Indonesia yang sekolah. Tahun
1916, Soekarno menjadi salah seorang anak indekosnya ketika Soekarno bersekolah
di HBS Surabaya dan kemudian menjadi pengikutnya dalam berpolitik.
Sesudah menyelesaikan pendidikannya,
HOS Tjokroaminoto mendapat pekerjaan pada sebuah parbik gula (1907-1912) dan
menulis Harian di Bintang Surabaya.
Di pabrik gula ini mula-mula magang sebagai
masinis dan kemudian diangkat sebagai ahli kimia. Namun pekerjaannya ditekuni
hanya sampai bulan Mei 1912, selanjutnya ia bekerja pada sebuah biro teknik di
Surabaya.
Dalam periode inilah ia berhubungan
dengan beberapa wakil Sarekat Islam Surakarta yang sengaja mendatanginya.
Kotraknya yang masih berjalan dengan perusahaan ini ditebus oleh pimpinan
Sarekat Dagang Islam yaitu Haji Samanhudi, agar ia dapat memberikan seluruh
tenaganya kepada perkumpulan yang baru itu.
Ia kemudian diminta untuk menyusun
anggaran dasar (statuten) Sarekat Dagang Islam (SDI) dan duduk sebagai
Komisaris. Ketika itu, dia dikenal dengan sikapnya yang radikal dan menentang
kebiasaan yang berlaku bagi anak jajahan.
Ia dikenal sebagai seorang yang
menuntut persamaan derajat dengan pihak manapun juga, apakah dengan seorang
Belanda atau dengan pejabat pemerintah. Ia dikenal sebagai seorang orator yang
berani dengan suaranya yang lantang, Bung Karno adalah salah seorang murid
politiknya yang mempunyai kesamaan dalam berpidato, dalam berpolitik dan dalam
mempengaruhi rakyat.
Sikap dan pandangannya dibawa ketika
aktif dalam Sarekat Dagang Islam (SDI) di bawah pimpinan H. Samanhudi. Di bawah
pimpinan HOS Tjokroaminoto, organisasi ini mengubah namanya menjadi Sarekat
Islam (SI) sejak 10 September 1912.
Tujuannya adalah agar organisasi ini tidak
terbatas pada bidang perdagangan saja, juga keanggotan bukan saja dipenuhi oleh
pedagang-pedagang Islam, tetapi orang Islam yang bukan pedagang pun dapat
menjadi anggota SI.
Dengan demikian, masalah-masalah
yang dihadapi oleh pengurus SI tidak berkisar pada soal-soal upah, sewa-menyewa
tanah, buruh perkebunan, danlain-lain.
Sejak itulah SI disebut-sebut sebagai
organisasi nasionalis pertama di awal abad ke-20 yang berhasil menghimpun dukungan
rakyat luas. Karenanya SI menjadi wahana yang dapat dipakai untuk mencapai
tujuan-tujuan nasional.
Dalam Kongres SI yang pertama (
Januari 1913), ia menjadi wakil ketua Panitia Pusat. Di bawah pimpinannya,
gerakan SI dengan cepat meluas ke seluruh Jawa.
Oleh karena itu, kemajuan pesat
dan cepat yang dicapai SI sangat menakutkan bagi kaum penjajah di
Hindia-Belanda. Sikap pemerintah Hindia Belanda itu dapat dilihat pada waktu SI
mengajukan pengesahan organisasi SI sebagai badan hukum dengan Anggaran Dasar.
Sekalipun pemerintah Hindia Belanda
telah memberikan izin kepada SI namun karena menyadari ancaman dari SI maka
pihak kolonial mengeluarkan suatu undang-undang pada bulan Maret 1914 yang
menyebutkan bahwa ia hanya memberikan pengakuan kepada berbagai cabang SI,
tidak kepada SI sebagai satu kesatuan organisasi.
Tindakan ini bertujuan untuk
memecah SI menjadi perserikatan-perserikatan kecil dan masing-masing akan
berdiri bebas tanpa ada hubungan satu sama lain. Dengan tindakan ini Belanda
berharap bahwa pimpinan SI pusat tidak akan berwibawa terhadap
cabang-cabangnya.
HOS Tjokroaminoto dan pemimpin utama
lainnya, sekalipun sangat kecewa dengan keputusan pemerintah Belanda tersebut, harus
mencari jalan keluar dari situasi itu.
Itulah sebabnya pada bulan Februari 1915
di Yokyakarta dibentuk Central Sarekat Islam (CSI), dan cabang-cabang yang ada
dijadikan anggotanya. Sejak CSI dibentuk, ia selalu menjabat sebagai
ketua/anggota Dewan Pimpinan sampai akhir hayatnya. CSI mendapat pengakuan
pemerintah Belanda pada bulan Maret 1916.
Pada waktu itu SI telah mempunyai
lebih dari 50 cabang yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. SI resmi
diubah menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) pada kongres SI pada 17-20 Februari
1923 di Madiun.
Dalam Kongres SI tahun 1925 di Yokyakarta, dia mengemumakan
konsepnya tentang pendidikan Muslim Nasional Onderwijs (Pendidikan Nasional
Muslim) dan Kongres SI tahun 1934 di Banjarmasin ia mengemukakan “Reglemen Umum
Bagi Umat Islam”.
HOS Tjokroaminoto bersama H. Agus
Salim pernah duduk dalam Volksraad (Dewan Rakyat pada masa Hindia Belanda)
sebagai wakil dari SI yang diangkat oleh pemerintah Hindia Belanda, sedangkan
Abdul Muis duduk sebagai wakil SI yang dipilih.
Ia duduk dalam Fraksi Radicale
Consentratie (1918-1927). Pada tanggal 18 Mei 1918, ia menyampaikan mosi tidak
percaya kepada pemerintah kolonial.
Mosi tersebut dikenal sebagai “Mosi
Tjokroaminoto” yang berisi 3 tuntutan yaitu hak pilih sepenuhnya harus diakui
ada pada rakyat, badan perwakilan mempunyai hak legislatif penuh, parlemen
mempunyai kekusaan tertinggi dan pemerintah bertanggung jawab kepadanya.
Karena
mosi tersebut tidak mendapat perhatian kolonial, di samping karena bersikap
nonkoopratif dengan pemerintah kolonial, ia dan kawan-kawannya minggalkan
Volksraad.
HOS Tjokroaminoto bersama A. Muis
dan H. Agus Salim memberikan bantuan dalam kepemimpinan buruh. Perjuangan
kepemimpinan dalam gerakan buruh dilakukan dalam federasi serikat-serikat
sekerja yaitu Persatuan Pergerakan Kaum Buruh Hindia (PPKB) yang didirikanpada
tanggal 15 Desember 1919. Ia sendiri duduk sebagai ketua pada Persatuan Pegawai
Pegadaian Bumi Putera (PPPB).
Ia pernah dipenjarakan selama 9
bulan karena tuduhan terlibat dalam pembunuhan oleh SI di Garut tahun 1921. Hal
tersebut berakibat menurunnya anggota secara drastis.
Banyak anggotayang
meninggalkan gerakan ini karena takut akibat-akibat kepolisian atau pemerintah
kolonial. Kemudian ia dibebaskan dari tuduhan tanpa peroses pengadilan.
Di samping aktif memimpin SI, HOS
Tjokroaminoto juga aktif memberikan bantuan kepada organisasi lain yang
memerlukannya. Ia membantu peroses penyelesaian pengakuan hukum bagi organisasi
persyarikatan Ulama.
HOS Tjokroaminoto bersama rekan-rekannya aktif dalam Indonesische
Studie Club (ISC) yang didirikan oleh dr. Sutomo di Surabaya pada bulan Juli
1924.
Pada tahun1925, ia bersama Haji Agus
Salim menggerakan Jong Islamieten Bond, suatu gerakan di kalangan pemuda dan
pelajar serta Mahasiswa Islam untuk mencegah jangan sampai lepas akar dari
ajaran Islam sehubungan dengan pendidikan dan pelajaran Barat yang sedang
mereka tuntut.
Pada Muktamar Mekah 1 Juni 1926, ia mewakili SI bersama KH Mas
Mansur (wakil Muhammadiyah) mewakili Indonesia.
Pada kesempatan itu dikemukakan
kebangkitan bangsa Indonesia melawan Belanda untuk merebut kemerdekaannya.
Bendera yang mereka bawa adalah bendera MAIHS (Mu’tamar al-Alam al-Islami Far’
al-Hindi asy-Syarqiyyah : Kongres Islam Hindia Timur). Bersama dengan
wakil-wakil dari berbagai negara, mereka berdua dapat diterima untuk beraudensi
dengan Raja Ibnu Sa’ud. Sepulang mereka dari Kongres Islam sedunia di Mekah,
kemudian lahir cabangnya di Indonesia bernama MAIHS.
Bersama H.Agus Salim sewaktu pindah
ke Jakarta,ia menerbitkan sebuah Harian Fadjar Asia. Ia juga duduk sebagai
pemimpin redaksi harian Oetoesan Hindia yang didirikan pada bulan Desember
1912. Isi surat kabarnya memuat semangat keislaman dan menyebarluaskan semangat
cinta tanah air (nasionalisme).
Menurut kalangan PSII, karya
monumental HOS Tjokroaminoto yang sampai pada tahun 1950-an adalah Tafsir
Program Asas dan Program Tahdim Partai Syarikat Islam Indonesia diterbitkan
oleh Bandan Pekerja PSII tahun 1954.
Karya tersebut menetapkan bahwa gerak
perlawanan Partai adalah bersandar
kepada sebersih-bersih Tauhid, bersandar kepada ilmu, bersandar kepada politik
(‘syiasah) yang berkenaan dengan bangsa dan politik menjadi persatuan dengan
umat Islam di negeri-negeri lain (PAN Islamisme).
Sejak itu, perkataan Syiasah
dipergunakan di kalangan para pejuang bangsa Indonesia. Karya tulisnya yang
lain adalah Islam dan Sosialisme (1924), Tarikh Agama (1954) dan terjemahan
Al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia.
HOS Tjokroaminoto mahir dalam seni Jawa,
karwitan dan juga tariannya. Adakalanya ia menyisihkan waktunya untuk
mengadakan latihan wayang orang di Taman Seni Panti Harsoyo. Karena pengaruhnya
yang besar, nama HOS Tjokroaminoto dikaitkan dengan “Ratu Adil”. Pihak Belanda
menyebutnya “Raja Jawa yang tak dinobatkan (de ongekvoonde koning van jawa).
Sumber : Eniklopedia Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta